Masyarakat Desa Taman Pohmanis, Denpasar sedang mengikuti ritual Basmerah. (YouTube.com/Purwita Sukahet)
Dikutip dari Kebudayaan.kemdikbud.go.id, ritual Basmerah adalah ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Taman Pohmanis, Kota Denpasar. Masyarakat Desa Taman Pohmanis melaksanakan ritual ini di Hari Kajeng Kliwon sasih kanem. Ritual ini dikaitkan sebagai pelaksanaan upacara Nangluk Merana di desa tersebut. Basmerah dilaksanakan di catus pata (perempatan desa) setempat.
Basmerah berasal dari dua kata, basme dan rah. Basme dalam Bahasa Jawa Kuno berarti sejenis urap atau abu yang dioleskan pada dahi. Sedangkan dalam Bahasa Sanskerta berarti segala sesuatu yang dihancurleburkan api atau abu. Kata kedua adalah rah yang memiliki makna darah. Jika dua kata ini digabung, maka akan menjadi basmerah yang memiliki makna darah yang dioleskan pada dahi sebagai penanda.
Ritual Basmerah memiliki keunikan atau perbedaan pelaksanaan dibandingkan dengan upacara Nangluk Merana lainnya. Keunikannya adalah ritual yang dilaksanakan setiap setahun sekali ini menggunakan sarana kucit butuhan atau anak babi jantan yang lehernya akan dipotong. Prosesi ini disebut dengan istilah nyambleh. Darah dari kucit butuhan ini kemudian dioleskan pada dahi masyarakat yang hadir saat itu, sebagai tanda telah mengikuti Ritual Basmerah. Selain nyambleh, masyarakat juga menggelar mecaru atau persembahan kepada kekuatan negatif yang disimbolkan sebagai Bhuta Kala.
Masyarakat Desa Taman Pohmanis percaya bahwa Ritual Basmerah harus selalu dilaksanakan setiap tahunnya. Jika tidak, maka desa akan tidak nyaman dan aman. Sebelumnya, masyarakat Desa Taman Pohmanis pernah tidak melaksanakan ritual ini. Sehingga banyak masyarakatnya yang jatuh sakit hingga meninggal dunia.
Ritual yang telah diwariskan oleh para leluhur terdahulu memang patut tetap dilaksanakan. Selain untuk keselamatan dan kenyamanan suatu lingkungan, tradisi atau ritual ini perlu dilaksanakan agar tetap lestari.