Tropenmuseum via Wikiwand.com
Tari Janger muncul dari nyanyian bersahutan yang dilakukan oleh orang-orang pemetik kopi. Nyanyiannya dianggap bisa menghapuskan rasa lelah dengan bentukan yang cukup sederhana. Namun dalam perkembangannya, Janger menjadi tarian pergaulan yang dibawakan secara berpasangan dan berkelompok. Kebetulan tarian ini lahir di zaman penjajahan Belanda di Bali.
Lirik lagu yang dibuat mengadaptasi nyanyian Sangyang atau sebuah ritual tarian untuk ritual. Jika diartikan dalam tari Bali, Janger ini merupakan balih-balihan atau tarian yang dapat memberikan kemeriahan ketika upacara maupun sebagai hiburan.
Tari Janger merupakan pengembangan dari tari Sanghyang yang sakral, karena ditampilkan pada saat-saat tertentu saja. Tari Janger memiliki variasi yang berbeda di tiap daerah Bali. Misalnya Tari Janger di Kabupaten Tabanan memiliki tokoh “Dag” yang berpakaian seperti tentara Belanda dan bertugas memberi aba-aba kepada para penari.
Tari Janger di Desa Metra, Kabupaten Bangli, lebih dikenal dengan nama Janger Maborbor. Tarian ini juga sakral, karena para penarinya kerauhan (Kesurupan) lalu menari di atas bara api.
Tari Janger di Desa Sibang, Kabupaten Badung, diiringi menggunakan gamelan gong kebyar. Makanya di daerah pusat pariwisata ini juga mengenalnya sebagai Janger Gong.
Sedangkan Tari Janger dari Desa Bulian, Kabupaten Buleleng, dikhususkan untuk warganya yang tunawicara.
Demikianlah uraian tentang lirik Lagu Mejangeran yang digunakan untuk Tari Janger. Kolaborasinya cukup unik dengan menghasilkan budaya yang bisa menyatu.