Adegan dalam lakon Ambekin Kawisesan. (YouTube.com/RMZ Bali Channel)
Lakon juga ada di dalam sastra Calonarang. Khusus di Kota Denpasar, lakon ini dipopulerkan oleh Sekeha Drama Tari Calonarang Gases Bali. Lakon ini menunjukkan kesaktian atau kawisesaan dari seorang Calonarang yang mendapat anugerah dari Hyang Bhagawati.
Dalam lakon ini menggambarkan kesaktian dari Ni Madu Segara atau Larung, yang merupakan murid Calonarang. Ia diceritakan memiliki kawisesan yang melebihi Calonarang.
Diceritakan, bahwa suami Ni Madu Segara meninggal dunia akibat tenung dan teluh akibat ulah Calonarang. Ia menjadi sakit hati. Ia kemudian memuja Dewi Durga, dan memohon kesaktian agar dapat mengalahkan Calonarang. Dewi Durga hadir, dan memberikan kesaktian tingkat sebelas kepada dirinya.
Ni Madu Segara kemudian menantang Calonarang untuk mengadu kesaktian. Calonarang mengalami kekalahan di sini, dan bersujud atas kekalahannya. Calonarang kemudian memohon kepada Dewi Durga dan Dewi Durga agar bersedia membantunya dengan memotong 4 tingkat kesaktian Ni Madu Segara sehingga menjadi 7. Pada akhirnya Ni Madu Segara berhasil dikalahkan, dan memutuskan untuk mengabdi menjadi murid Calonarang.
Ni Madu Segara lalu menjadi murid yang paling setia. Oleh karenanya, Calonarang mengganti nama Ni Madu Segara menjadi Larung atau Rarung, yang berarti murid paling setia dan istimewa.
Masyarakat di Bali, terutama pencinta Drama Tari Calonarang, sangat menyukai tontonan dengan suasana gaib serta mistis. Selain lakon yang dimainkan, prosesi mengundang leak dan watangan (Mayat atau jenazah) menjadi daya tarik magis masyarakat untuk datang menonton pertunjukan seni ini.
Selain mengambil lakon dari sastra Calonarang, ada beberapa sekeha drama tari ini yang mengambil lakon di luar itu. Mereka memodifikasi dan menyesuaikan keadaan saat ini.
Misalnya mengambil dari sastra-sastra tattwa, kawisesan, Barong Swari, dan Sastra Tutur Kanda Pat. Selain itu, ada juga yang mengambil lakon dari cerita Basur, Balian Batur, Ratu Gede Mas Mecaling, dan mitos lainnya.