Petani di desa Pragak Kecamatan Parang tengah memanen jagung. IDN Times/ Riyanto.
PJ Suwarno dalam bukunya Dari Azazyookai dan Tonarigumi ke Rukun Kampung dan Rukun Tetangga di Yogyakarta (1942-1989) menuliskan sebelum Jepang hadir di Nusantara dan memperkenalkan Tonarigumi dan Azazyookai pada 1943, Yogyakarta telah memiliki istilah lain. Terdapat paguyuban sosial yang hidup dan berjalan di masyarakat Yogyakarta seperti sinoman, pralenan, dan sebagainya.
Berbagai aturan silih berganti mengatur tentang RT/RW di Indonesia. Pada masa orde baru, RT/RW pernah diatur dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 1983. Sedangkan pada masa reformasi dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Permendagri Nomor 4 Tahun 1999 yang mencabut Permendagri Nomor 7 Tahun 1983, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Kemudian melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2001 Tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan lain, diatur mengenai RT/RW atau sebutan lain. Pemda melalui Amanat Keputusan Presiden Nomor 49/2001 ditetapkan perda yang mengatur tentang pedoman pengaturan RT/RW.
Pengaturan tersebut meliputi tata cara pemilihan pengurus, hak dan kewajiban, tugas dan fungsi, masa bakti, syarat-syarat menjadi pengurus, musyawarah anggota, keuangan dan kekayaan RT/RW atau sebutan lain, untuk selanjutnya dituangkan dalam aturan desa masing-masing di seluruh Indonesia.