Tokoh seni, I Made Wardana, turut andil melestarikan kesenian Genggong. (IDN Times/Yuko Utami)
Tahun 1930-an, kesenian Genggong di Denpasar kembali hidup berkat I Ketut Regen dengan nama panggung Qakdanjur atau Kakek Danjur. Namun, seiring waktu kesenian Genggong perlahan meredup. Sehingga pada 2019, muncul inisiatif untuk menghidupkan kembali kesenian Genggong dalam agenda seni Pesta Kesenian Bali (PKB). Kala itu, tokoh seni I Made Wardana dan anggota Sanggar Qak Danjur menampilkan beberapa materi.
Pertama, mereka melakukan rekonstruksi dengan cara menampilkan kembali gending kuno dan asli. Gending atau lagu kuno tersebut berjudul Capung Gantung, Pusuh Kadut, Bungkak Sari, Dongkang Menek Biu, Kidange Nongklang Crucuke Punyah, dan Langsing Tuban.
Kedua, proses rekoneksi yaitu mengaitkan kembali Genggong dengan instrumen musik tradisional Bali atau geguntangan berupa suling, kendang, cengceng, gong pulu. Pada tahun 2015 di Paris dan 2009 di Beldia, Genggong berpadu dengan alat musik biola dan celo untuk menawarkan nuansa variatif serta modern pada lagu Kedis Ngindang.
Ketiga, proses re-inovasi dengan membuat sebuah fragmen tari komedi berjudul Ampuang Angin yang diiringi dengan Genggong dan Gamut (Gamelan Mulut). Fragmentari komedi ini mengisahkan sebuah cerita perjalanan budaya empat orang bersaudara yang bernama Iciaaattt, Iciuuuttt, Icueeettt, dan Nicuiiittt menuju negeri seberang.