Cerita Perjuangan Parmiti, Guru ABK yang Pernah Dikencingi Muridnya

Tak mudah baginya untuk mendidik anak berkebutuhan khusus

Gianyar, IDN Times - Selamat Hari Guru untuk guru-guru di seluruh Indonesia, yang tanpa letih telah mendidik setiap anak bangsa. Tanpa pengabdian guru, seorang anak takkan mampu menjadi orang terdidik dan menggapai kesuksesannya di kemudian hari. Sebab semua percaya, pendidikan menjadi jalan bagi seseorang untuk memajukan kehidupannya.

Namun pendidikan di Indonesia kadangkala berpatokan pada nilai atau ranking, dan lupa bahwa esensi dari pendidikan itu adalah untuk memampukan diri sang anak. Memampukan diri dalam arti dari yang belum paham menjadi paham, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan dari yang tidak bisa menjadi bisa.

Seorang guru yang mengajar anak berkebutuhan khusus (ABK), Ni Gusti Putu Parmiti (44), merasakan betul bahwa esensi pendidikan seperti inilah yang harus dicapai. Memampukan diri adalah modal seorang anak supaya tumbuh menjadi pribadi mandiri. Sebab percuma saja pintar, jika tidak mampu mandiri melakukan segala hal secara sendiri.

Menjadi guru ABK memiliki tantangan sendiri. Latar belakang Parmiti bukanlah dari seorang pendidik. Namun nuraninya berkata lain. Ia hanyalah sarjana ekonomi, yang sempat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Tetapi akhirnya ia banting setir untuk membangun Yayasan Anak Unik.

Yayasan yang beralamat di Banjar Tengkulak Kaja, Desa Kemenuh, Sukawati, Gianyar ini didirikan untuk menampung dan mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. Seperti apa kisahnya?

1. Menyadari pendidikan sangat penting, Parmiti memutuskan untuk berhenti jadi TKI dan membangun lembaga bimbingan belajar. Ternyata dia malah menemukan beberapa anak ABK di situ

Cerita Perjuangan Parmiti, Guru ABK yang Pernah Dikencingi MuridnyaDok.IDN Times/Istimewa

Awalnya, Parmiti adalah seorang pengusaha mebel dan kerajinan tangan. Namun setelah Bom Bali 1 dan 2 yang meluluhlantakkan perekonomian Bali, Parmiti mencoba cari pengalaman dengan menjadi TKI ke luar negeri tahun 2005 sampai 2012. Setelah lama merantau di negeri orang, entah mengapa nuraninya terpanggil untuk memajukan dunia pendidikan. Tahun 2012, ia kemudian membuka lembaga bimbingan belajar (Bimbel).

Selama membuka bimbel, ternyata ia malah menemukan anak-anak yang unik dan tergolong aneh. Beberapa anak ini seperti tidak mampu menangkap pelajaran seperti anak normal. Ternyata anak-anak tersebut adalah anak-anak berkebutuhan khusus, yang sering disebut tuna grahita atau keterbelakangan mental.

Lagi-lagi, karena didorong nalurinya untuk mendidik, apalagi saat itu tidak ada yang mengakomodir anak-anak tuna grahita, Parmiti akhirnya memutuskan untuk mendirikan Yayasan Anak Unik. Visinya sangat sederhana: setiap anak itu unik.

2. Setiap anak terlahir unik. Cara mendidiknya tidak bisa dipukul rata

Cerita Perjuangan Parmiti, Guru ABK yang Pernah Dikencingi MuridnyaDok.IDN Times/Istimewa

Pada awal Parmiti mendirikan Yayasan Anak Unik, ia menemukan mindset orangtua saat mengatasi anaknya yang ABK, disamakan perlakuannya seperti anak normal. Mereka 'dipaksa' sejajar dengan anak-anak normal lainnya. Bahkan dipaksa-paksa untuk minta ijazah di sekolah-sekolah terdekat. Padahal anak berkebutuhan khusus memerlukan penanganan yang khusus pula. Itu sebabnya Parmiti mengatakan, pendidikan tidak bisa dipukul rata.

“Anak dengan kondisi keterbelakangan mental memiliki daya ingat yang pendek. Sehingga kita yang harus menyederhanakan pelajaran, menjadikan pelajaran itu menyenangkan. Dulu orangtuanya malu sekali ngajak anaknya keluar. Jangan salah, anak tuna grahita gak selalu jelek. Anak cacat tidak selalu datangnya dari keluarga miskin. Banyak juga yang anak arsitek, anak dokter, anak orang kaya. Intinya, mau kaya atau miskin mereka harus tetap mendapatkan pendidikan dan pengembangan diri,” ujarnya.

3. Pengalaman dicakar, digigit dan dikencingi murid sudah menjadi hal biasa

Cerita Perjuangan Parmiti, Guru ABK yang Pernah Dikencingi MuridnyaDok.IDN Times/Istimewa

Anak-anak dengan kebutuhan khusus biasanya tidak bisa mengontrol emosi. Parmiti pun mengaku pernah punya pengalaman menangani tingkah agresif murid-muridnya. Tingkah seperti dicakar, digigit dan dikencingi murid sudah jadi hal biasa baginya serta guru-guru yang lain.

Tak jarang, makian dari orangtua murid juga kerapkali diterima oleh para guru di sana, karena terlampau stres melihat kondisi anaknya yang demikian. Karena itu sebelum mendidik, guru akan diberikan pelatihan terlebih dahulu. Guru yang akan mengajar diajak melepaskan bebannya. Sehingga tidak ada perasaan beban ketika mengajar. Selain itu sebelum mendidik anaknya, terlebih dulu para guru menyentuh hati orangtuanya agar bisa satu visi misi dalam pengembangan diri anak.

“Mendidik anak-anak begini tantangannya berat. Dikencingi, terus BAB di kelas, tidak bisa diam, itu sudah jadi hal biasa. Ada yang agresif, kadang-kadang komputer dibanting sampai mati. Semua itu karena belum terbiasa dilatih. Proses bagaimana makan yang benar, kencing pada tempatnya, itu dikira bukan proses belajar. Belajar tidak hanya dengan buku di atas meja,” katanya.

Pengalaman-pengalaman tersebut, kata perempuan kelahiran Gianyar 20 Maret 1975 ini, hanya terjadi di awal pembelajaran. Siswa angkatan senior di Yayasan Anak Unik tersebut ternyata mampu memberikan pengaruh positif kepada siswa baru. Para guru di yayasannya merasa terbantu berkat murid-murid ABK yang lebih senior. Sebab mereka bisa memotivasi anak-anak yang baru.

“Siswa yang sudah lebih dulu sekolah di sini memberikan pengaruh yang positif kepada siswa baru. Ada anak yang agak impulsif, tidak bisa menahan diri, tapi melihat anak lain tertib, dia ikut tertib. Hanya di awal-awal masuk saja agak susah, karena kenal lingkungan baru, mungkin takut. Menariknya, teman-teman yang sudah senior mau merangkul yang siswa-siswa baru ini,” tuturnya.

4. Awal membangun Yayasan Anak Unik sempat diragukan. Namun orangtua mulai respect setelah anaknya mengalami perubahan nyata

Cerita Perjuangan Parmiti, Guru ABK yang Pernah Dikencingi MuridnyaDok.IDN Times/Istimewa

Perjuangan Parmiti membangun Yayasan Anak Unik ini bukan tanpa penolakan. Banyak yang meragukannya. Bahkan orangtua yang memiliki anak ABK merasa malu dan pesimis. Toh, ia disekolahkan di mana saja tetap saja kondisi anaknya demikian. Namun Parmiti berhasil meyakinkan para orangtua. Karena sekarang anak-anaknya sudah memperlihatkan perubahan nyata.

Inti dari mendidik anak berkebutuhan khusus, kata Parmiti, adalah komunikasi dua arah. Empat pilar yang diterapkan dalam sekolah tersebut yakni berkomunikasi, bersosialisasi, kognisi, dan kemandirian. Selama pelajaran, terapi terhadap siswa juga dilakukan.

“Kita harus menyederhanakan pelajaran, mendekatkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya Matematika, kita tidak bisa mengajari 2 x 2 = 4. Tapi kita berikan contoh langsung. Misalnya bagaimana cara memotong satu buah semangka menjadi 20 bagian sama rata. Jadi, belajar tidak melulu lewat buku,” jelasnya.

“Ada juga metode gambar berisi tulisan singkat. Setelah itu akan ada belajar bina diri, seperti menyisir rambut, sikat gigi, potong kuku, itu semua ada gambar-gambarnya. Jadi, anak dengan IQ rendah yang tidak ngerti baca buku, harus disederhanakan seperti itu. Ada juga metode belajar dengan terapi warna, terapi musik, dan lain-lain,” imbuhnya.

Setiap enam bulan sekali, anak-anak tersebut akan dievaluasi. Saat memberikan rapor, Parmiti selalu sharing dengan orangtuanya, terkait perkembangan anak selama enak bulan, baik di sekolah maupun di rumah. Hasilnya, anak-anak sudah bisa melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.

Bahkan ada yang bisa bantu-bantu memasak, dan terjun menjadi anggota pemuda pemudi di desanya. Perubahan ini membuat orangtua semakin respect kepada guru-guru yang mendidik anak mereka.

“Orangtua sekarang sudah respect dengan kami, karena sudah melihat ada perubahan nyata. Sekarang saya baru merasakan hasilnya. Tidak lagi seperti dulu. Kami ditolak karena mungkin merasa malu dan stres karena kondisi anak tidak berubah. Tapi sekarang perkembangannya terasa, penampilan anak juga bersih. Orangtua sudah gak malu lagi dan berpikiran sudah terbuka,” ceritanya.

5. Ia berencana menjadikan Yayasan Anak Unik sebagai sekolah non formal dan social worker place

Cerita Perjuangan Parmiti, Guru ABK yang Pernah Dikencingi MuridnyaDok.IDN Times/Istimewa

Setelah ada perubahan nyata yang terlihat ini, Parmiti ingin menjadikan yayasannya sebagai sekolah non formal. Sehingga tidak ada batasan umur untuk anak-anak ABK bisa ikut sekolah. Selain itu agar orangtua juga memiliki tanggung jawab dan rasa memiliki perkembangan diri anak. Selama ini, kata Parmiti, orangtua mengira yayasan yang didirikannya dikira sudah kaya, seperti yayasan-yayasan pendidikan yang dibuat oleh orang asing. Padahal Parmiti mengaku sebagian besar dana operasionalnya bersumber dari keuntungan bisnis lembaga bimbingan belajar yang dibangunnya. Orangtua anak ABK pun kadang ada yang membayar, dan ada pula yang tidak.

“Yayasan sifatnya nonprofit oriented, kami gak nyari untung. Tapi bukan berarti kita gak pakai uang untuk operasional. Saya bayar guru dan operasional bersumber dari keuntungan bimbingan belajar yang saya bangun. Tidak bisa mengandalkan iuran orangtua. Karena terkadang ada yang mau bayar, ada yang gak. Nah, tujuan saya menjadikan sekolah non formal, agar orangtua punya rasa tanggung jawab terhadap anaknya di sini. Ada win win solution-lah. Wajib bayar meski sedikit,” ungkapnya.

Tujuan utama sekolah non formal Anak Unik adalah menjadikan anak mandiri, minimal untuk diri mereka sendiri. Tapi ternyata ada hasil lebih di luar prediksi, yang membuat Parmiti tercengang. Misalnya, anak-anak memiliki kemampuan lebih di bidang memasak dan menari.

Sekarang Yayasan Anak Unik memiliki tiga kelompok siswa. Yakni playgrup, grup belajar, dan grup remaja. Grup remaja yang berusia mulai 17 tahun ke atas dikelompokkan sesuai potensinya. Sejauh ini ada dua potensi, yaitu memasak dan menari yang sudah terlihat. Tahun depan Yayasan Anak Unik juga berencana akan menjadikan dapur yayasan sebagai catering untuk menampung anak-anak ABK yang telah tamat, untuk bekerja di sana. Parmiti berkeinginan, setelah memperoleh ijazah, anak ABK tidak lagi berpangku tangan atau jadi pengemis.

“Tahun depan rencananya mau buat catering. Sehingga Yayasan Anak Unik ini langsung menjadi social worker place. Percuma kalau mereka diberi ijazah. Tapi sehabis itu mereka kembali sendiri di rumah, dan orangtuanya juga bingung mau disuruh ngerjain apa. Mereka akan tetap kerja bersama kami. Daripada minta-minta, lebih baik kerja dan survive. Intinya saya ingin anak-anak tamat dapat ijazah, tapi mereka produktif. Mereka tidak boleh jadi pengemis. Mau mereka miskin atau kaya mereka harus tetap hidup mandiri,” tegasnya.

6. Pendidikan untuk memampukan diri, bukan untuk mencari nilai tinggi

Cerita Perjuangan Parmiti, Guru ABK yang Pernah Dikencingi MuridnyaDok.IDN Times/Istimewa

Serangkaian Hari Guru, menurut Parmiti, ada mindset yang harus diubah untuk memajukan dunia pendidikan tanah air. Pendidikan bertujuan untuk memampukan diri, bukan untuk mencari nilai tinggi. Pendidikan adalah gabungan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial.

“Sejak tahun 2012 saya membuka bimbingan belajar, dan ingin mengubah mindset tentang esensi pendidikan. Esensi dari pendidikan itu adalah memampukan diri, bukan mencari ranking atau juara. Jangan lagi mengejar nilai yang tinggi, tapi yang paling penting bisa berdiskusi, bersosialisasi, berkolaborasi, berani menjawab, berani menyanggah, berani mengemukakan pikiran dan pendapat. Dengan memampukan diri, anak-anak tentu akan bisa menjadi mandiri,” pesannya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya