instagram.com/topisayakuning
Dilansir dari laman Kementerian kebudayaan dan Kebudayaan, sejarah dari Desa Adat Tenganan Pegringsingan erat dikaitkan dengan cerita mitologi hilangnya kuda pada masa Kerajaan Bedahulu. Pada masa itu, masyarakat di Desa Peneges yang terletak di Kabupaten Gianyar dilarang melakukan persembahyangan di Pura Besakih oleh sang Raja Bedahulu pada masa itu, Mayadenawa. Hal ini membuat Dewa Indra murka dan memerangi Mayadenawa hingga sang raja wafat.
Hal ini membuat warga Desa Peneges bersuka-ria dan mereka mulai kembali melaksanakan persembahyangan di Pura Besakih. Upacara kemenangan masyarakat atas Raja Mayadenawa ini dilakukan dengan menghaturkan yadnya atau kurban menggunakan kuda berwana putih yang dinamakan Onceswara.
Hanya saja ketika upacara akan dilaksanakan, mendadak kuda Onceswara ini hilang. Semua warga Desa Peneges mencari kuda tersebut dengan membagi kelompok. Kelompok pertama mencari ke arah barat laut dan kelompok kedua mencari ke arah timur laut.
Kelompok pertama tidak berhasil menemukan kuda tersebut dan menetap di wilayah sekitar wilayah Beratan. Sementara kelompok kedua berhasil menemukan kuda itu, namun dalam keadaan mati. Walaupun kuda itu ditemukan mati, sang Dewa Indra tetap memberikan wilayah kepada masyarakat Desa Peneges yang melakukan pencarian ke Timur Laut. Lalu warga Peneges membangun sebuah desa di antara tiga bukit, yakni bukit kangin (timur), bukit kauh (barat), dan bukit kaja (utara).
Karena desa itu terletak di antara tiga buah bukit, maka desa ini disebut Tengahan, atau dalam perkembangannya menjadi Tenganan.