Ilustrasi ogoh-ogoh Sapuh Leger. (YouTube.com/Bayu Putra)
Kepercayaan kelahiran di wuku Wayang ini berawal dari kisah Bhatara Kala yang ingin memangsa sang adik bernama Bhatara Kumara. Bhatara Kala dan Bhatara Kumara sama-sama memiliki kelahiran di hari wuku Wayang.
Ayah mereka, Bhatara Guru, iba kepada Bhatara Kumara. Sehingga secara sembunyi-sembunyi, Bhatara Kumara disuruh pergi dari istana. Rencana itu diketahui oleh Bhatara Kala, dan ia mengejar Bhatara Kumara. Bhatara Kala memiliki kemampuan untuk melacak seseorang berdasarkan bau telapak kaki orang tersebut.
Dalam pelariannya, Bhatara Kumara sampai pada pertunjukan wayang kulit. Sang dalang menyuruh Bhatara Kumara bersembunyi di dalam perangkat gamelan atau sering disebut keropak.
Bhatara Kala sampai di lokasi tersebut. Namun karena kelaparan, ia memakan sesajen yang digunakan untuk keperluan pementasan wayang tersebut. Sang dalang mengetahuinya dan memarahi Bhatara Kala.
Bhatara meminta maaf dan memilih pulang kembali ke rumahnya. Ia menghentikan pencarian adiknya. Sejak saat itu, ada kepercayaan bahwa setiap anak yang lahir pada wuku Wayang harus melakukan ruwatan agar menjauhkannya dari kesialan, sehingga bisa menjalani hidupnya lebih baik.