Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi siswa SMA. (IDN Times/Sukma Sakti)

Denpasar, IDN Times - Pengisian Pangkalan Data Siswa dan Sekolah (PDSS) menjadi hal krusial dalam penerimaan calon mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN) se-Indonesia. PDSS merupakan sistem untuk menyimpan rekam jejak sekolah dan nilai rapor siswa. Saking pentingnya PDSS ini ibaratkan jembatan utama bagi siswa agar dapat menuju tahapan Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).

Namun menjelang proses SNBP, isu lalainya pengisian PDSS mencuat. Lantas apa dampaknya kepada siswa? Ini penjelasan selengkapnya dari Pakar Strategi Pembelajaran Digital, Prof Dr I Gde Wawan Sudatha SPd ST MPd.

1. PDSS adalah tanggung jawab sekolah

Ilustrasi gagal SNBP akibat kelalaian pengisian PDSS. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sudatha menjelaskan, pengisian PDSS merupakan tanggung jawab sekolah. Setelah rekam jejak dan nilai terisi di PDSS, maka tahapan SNBP menjadi tanggung jawabnya siswa. 

“Kalau PDSS itu memang tanggung dan harus jadi tanggung jawab sekolah. Kalau SNBP itu tanggung jawab siswanya. Kedua hal ini tidak bisa terlepas antara satu dan lainnya karena saling berkaitan,” ujar Sudatha saat dihubungi IDN Times, pada Senin (17/2/2025) sore.

Sudatha melanjutkan, pengisian PDSS dapat menghubungkan siswa ke sistem penerimaan mahasiswa baru. Lelaki yang menjabat sebagai Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan, Psikologi, dan Bimbingan, FIP, Undiksha ini menilai fenomena lalainya pengisian PDSS ada beberapa persoalan. Satu di antaranya kekurangan sumber daya manusia (SDM) atau tenaga kerja di sekolah.

2. Dampak terhadap siswa dan orangtua

Ilustrasi guru. (IDN Times/Mardya Shakti )

Pengisian PDSS merupakan hal rutin yang wajib diperhatikan seluruh sekolah di Indonesia. Kelalaian berulang dapat berdampak fatal kepada siswa.

“Mudah-mudahan tidak terulang lagi. Karena kalau siswanya tidak punya akun atau tidak terdaftar, dia tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi mengikuti tes-tes berikutnya,” kata Sudatha.

Ia menegaskan ketentuan yang ditetapkan tim penyelenggara seleksi mahasiswa, jika tidak mendaftar SNBP, maka siswa tidak akan mendapatkan akun untuk tes selanjutnya. Ini berdampak serius kepada siswa dengan mimpi berkuliah di kampus negeri.

“Itu agak miris jadinya, kesempatannya jadi hilang,” ujar Suditha.

Sementara, kekecewaan tidak hanya ditanggung siswa. Orangtua siswa turut kecewa apabila bercita-cita agar buah hatinya masuk perguruan tinggi negeri. Sehingga Suditha amat menyayangkan jika mimpi ini pupus karena kelalaian SDM sekolah.

Sementara jika kasusnya melewatkan pendaftaran SNBP, calon mahasiswa semestinya gencar mengikuti informasi proses pendaftaran PTN se-Indonesia.

“Jadi dari pihak sekolah ada wewenang, dan dari pihak siswa ada wewenangnya. Kalau disampaikan tadi, PDSS kewenangannya sekolah, siswa di SNBP. Seharusnya sinkronisasi kedua hal itu,” terangnya.

3. Otoritas terkait harus berbenah dan mengambil langkah

Foto hanya ilustrasi. (Pexels.com/Pavel Danilyuk)

Kasus seperti ini menurut Suditha, Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Bali sebagai yang membidangi tanggung jawab terhadap SMA, harus mengambil tindakan.

“Karena ini proses berulang setiap tahun dan sudah tetap jadwalnya. Paling tidak, ada semacam tindak lanjut dari pihak dinas pendidikan dan sekolah untuk bisa membantu memfasilitasi siswa ke tingkat selanjutnya. Sehingga tidak terjadi lagi hal seperti ini,” kata dia.

Saat ditanya apakah kasus ini membutuhkan perbaikan sistem pendidikan di Indonesia, Suditha menjawab kelalaian ini condong ke persoalan teknis. Masalah ini, menurutnya dapat diantisipasi dengan pembuatan perbandingan partisipasi siswa ke jenjang perguruan tinggi negeri.

Melalui persentase yang diperoleh, pihak dinas pendidikan dapat menganalisis sejumlah penyebab jika terjadi penurunan partisipasi. Selain pihak dinas, sekolah juga harus membuat tata kelola teknis dan membenahi kinerja SDM-nya.

Editorial Team