Pertunjukan tari Legong Keraton. (Kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Promosi budaya Bali ala Raka Sukawati berlanjut hingga ke Prancis bersama istri keduanya, Gilberte Vincent, yang dinikahinya pada 1931. Sebelumnya, Raka Sukawati menikahi perempuan Bali bernama Gusti Agung Niang Putu. Dari pernikahan pertama itu, mereka dikaruniai seorang putra bernama Cokorda Ngurah Wim Sukawati. Sedangkan dari pernikahannya dengan Gilberte Vincent, mereka memiliki dua anak bernama Cokorda Raka Suamba dan Cokorda Raka Suksma.
Raka Sukawati memboyong para seniman maestro dalam promosi kebudayaan Bali di Eropa. Mereka di antaranya I Nyoman Kakul, I Ketut Maria, Anak Agung Gede Mandera, Made Lebah, Ni Nyoman Jabreg, I Ketut Gerudung, dan I Gusti Kompyang. Berdasarkan jurnal antropologi budaya bertajuk ‘To the Extremes of Asian Sensibility’ Balinese Performances at the 1931 International Colonial Exhibition atau dalam Bahasa Indonesia ‘Menuju Ekstrem Kepekaan Asia’ Pertunjukan Bali di Pameran Kolonial Internasional 1931, Juliana Coelho de Souza Ladeira mendeskripsikan para seniman yang tampil dalam Gala Balinais.
Pertunjukan itu memboyong banyak media luar negeri. Mereka memotret, sementara Raka Sukawati dan penerjemah menjelaskan isi dan makna pertunjukan tari Bali yang dibawakan para seniman, yaitu Tari Legong, Baris, Janger, dan Barong. Pertunjukan budaya dan publikasi internasional itu menjadi cikal bakal kedatangan turis mancanegara ke Bali, dan membentuk format pariwisata massal (mass tourism) di Bali.
Pada 21 April 1950, Raka Sukawati terlibat perundingan agar NIT terintegrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga, menjadi satu dukungan mayoritas terbentuknya keutuhan negara kesatuan. Sejak saat itu, Raka Sukawati memilih pensiun dari karier politik yang membesarkan namanya. Ia meninggal dunia pada 1967 pada usia 68 tahun.