Angklung Gubrag. (warisanbudaya.kemdikbud.go.id)
Dikutip dari laman Warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Angklung Gubrag fungsinya mirip dengan Angklung Buhun. Yaitu sebagai pelengkap dalam upacara adat yang berhubungan dengan prosesi menanam padi, dan penghormatan kepada Dewi Sri. Angklung ini dapat ditemui di Kampung Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Boro, Provinsi Jawa Barat.
Angklung ini berawal dari kisah turun temurun, tentang musibah kegagalan panen yang menimpa Desa Cipinang. Gubrag berasal dari kata ngagubrag, yang berarti jatuh secara tiba-tiba, dan memunculkan suara mengagetkan. Peristiwa ngagubrag ini dipercaya oleh warga setempat, bahwa angklung dianggap mampu memikat Nyi Pohaci atau Dewi Sri, sehingga akan turun ke Bumi untuk memberikan kesejahteraan dan kemakmuran.
Karena itu setiap proses melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukkeun (menempatkan) ke leuit (lumbung), warga menjalankan upacara dan menghadirkan Angklung Gubrag untuk menghormati Dewi Sri.
Angklung Gubrag memiliki susunan nada yang tidak beraturan dan tidak sama pada setiap tabungnya. Angklung ini dibuat dari bambu gombong.
Dengan dijadikannya angklung sebagai Google Doodle, tentu saja mengingatkan kembali kepada Indonesia untuk tetap melestarikan alat musik tradisional. Jangan sampai angklung punah dan diakui oleh negara lain.