Ilustrasi ogoh-ogoh Sapuh Leger. (YouTube.com/Bayu Putra)
Hari Tumpek Wayang berkaitan dengan kisah Bhatara Kala dan Bhatara Kumara. Dikisahkan Dewa Siwa atau Bhatara Guru memiliki dua orang putra. Yaitu Bhatara Kala dan Bhatara Kumara yang sama-sama lahir pada Wuku Wayang.
Bhatara Kala tidak senang melihat adiknya lahir pada Wuku Wayang atau memiliki otonan yang sama dengan dirinya. Bhatara Kala meminta izin kepada sang ayah untuk memakan adiknya. Namun Dewa Siwa meminta Bhatara Kala supaya menunggu 7 tahun lagi hingga adiknya tumbuh besar.
Dewa Siwa dengan perasaan sedih mendatangi Bhatara Kumara, mengutuknya tetap kecil dan tidak pernah tumbuh dewasa. Tujuh tahun kemudian, Bhatara Kala datang untuk memakan Bhatara Kumara. Bhatara Kumara disuruh mengungsi ke Kerajaan Kertanegara.
Bhatara Kala mampu mencium telapak kaki Bhatara Kumara. Sehingga memaksa Bhatara Kumara terus berlari dan bersembunyi. Hingga suatu ketika, Bhatara Kumara tiba di pertunjukan wayang. Ia meminta perlindungan kepada sang dalang. Sang dalang memintanya untuk bersembunyi di dalam perangkat gamelan gender.
Bhatara Kala tiba di lokasi. Karena kelaparan, ia kemudian menyantap sesaji (banten) yang ada di sana. Sang dalang marah, dan meminta agar sesaji tersebut dikembalikan seperti semula.
Karena merasa bersalah, Bhatara Kala menganugerahkan sang dalang kemampuan untuk membersihan semua makhluk hidup dari kekotoran. Dalang lalu menghaturkan sesaji sebagai pengganti anak-anak yang dilahirkan pada Wuku Wayang. Bhatara Kala pergi dan Bhatara Kumara dibawa kembali oleh Dewa Siwa ke Kahyangan.
Tumpek Wayang diperingati setiap 210 hari sekali, tepatnya hari Sabtu Kliwon, Wuku Wayang. Berdasarkan cerita di atas, maka anak-anak yang lahir pada Wuku Wayang wajib menjalankan ruwatan Sapuh Leger dengan mengupah pementasan Wayang Sapuh Leger. Tujuannya untuk membersihkan si anak secara rohani dan menghindarkan dari hal-hal buruk karena pengaruh Bhatara Kala.
Hari suci dalam Hindu ada yang dirayakan berdasarkan pawukon (wuku) setiap 210 hari sekali, dan ada pula berdasarkan sasih (bulan) setahun sekali. Umat Hindu melaksanakan banyak hari raya untuk mengingatkan dan mendekatkan diri ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.