Sistem kerja hybrid semestinya hadir sebagai jembatan antara fleksibilitas dan produktivitas. Ketika dijalankan dengan benar, sistem ini mampu memberikan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, tanpa mengorbankan kualitas output maupun kesehatan mental karyawan. Sayangnya, masih banyak kantor yang mengklaim menganut sistem hybrid, tapi implementasinya justru membuat pegawai merasa kelelahan secara fisik dan mental.
Alih-alih memberi ruang bagi karyawan untuk mengatur ritme kerja sendiri, kantor justru menciptakan kebijakan yang kaku dan serba mendadak. Jika terus dibiarkan, pola kerja seperti ini bisa berdampak serius terhadap motivasi kerja dan loyalitas tim. Berikut lima sinyal yang menunjukkan kalau kantor sebenarnya gak punya sistem kerja hybrid yang sehat.