Cerita Parmiti Mengajar Anak ADHD: Mereka Sulit Kontak Mata

ADHD bukan penyakit, namun kelainan perilaku

Gianyar, IDNTimes- ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) merupakan gangguan perilaku yang membuat seseorang menjadi sulit untuk memusatkan perhatian. Tingkah lakunya menjadi hiperaktif dan impkusif. Sehingga perlu penanganan khusus untuk membantu membimbing anak dengan ADHD.

Yayasan Anak Unik di Kabupaten Gianyar termasuk yayasan yang saat ini juga mengasuh anak ADHD di Bali. Yayasan yang berdiri sejak tahun 2014 ini aktif memberikan layanan pengembangan diri terhadap anak-anak mental disabilitas.

Berbagai upaya telah dilakukan, agar anak ADHD bisa lebih fokus dalam menjalankan aktivitasnya.

Baca Juga: Penderita ADHD di Bali Ungkap Sering Menghadapi Ilusi Waktu

1. Ciri paling yang mudah dikenali dari ADHD adalah anaknya sangat sulit memfokuskan perhatian

Cerita Parmiti Mengajar Anak ADHD: Mereka Sulit Kontak MataKegiatan anak-anak Tunagrahita di Yayasan Anak Unik. (Dok. IDN Times/Istimewa )

Pendiri Yayasan Anak Unik sekaligus guru pembimbing anak-anak Tunagrahita, Ni Gusti Putu Parmiti, bercerita dirinya memiliki 3 anak didik yang mengalami ADHD. Ciri yang paling mudah untuk mengenali ADHD adalah anak sangat sulit memfokuskan perhatiannya pada sesuatu. Termasuk kesulitan diajak kontak mata, bahkan terasa sangat mustahil untuk diajak berkomunikasi.

Perilaku anak-anak ADHD juga biasanya impulsif dan sangat aktif. Termasuk ketika makan dan tidur, mereka tetap bergerak.

"Jam tidur pun rasanya hanya beberapa menit, lalu terjaga dan itu berlangsung bertahun-tahun. Itu ciri anak ADHD yang ada di yayasan kami," ungkap Parmiti saat dihubungi, Sabtu (11/3/2023).

Sekadar diketahui, Yayasan Anak Unik merupakan pusat kegiatan bermain, belajar, dan pengembangan diri anak-anak mental disabilitas. Yayasan ini beralamat di Desa Kemenuh, Kabupaten Gianyar dan telah berdiri sejak tahun 2014.

2. Bisa digigit hingga dikencingi pada awal-awal membimbing anak ADHD

Cerita Parmiti Mengajar Anak ADHD: Mereka Sulit Kontak MataKegiatan anak-anak Tunagrahita di Yayasan Anak Unik. (Dok. IDN Times/Istimewa )

Ada berbagai suka dan duka yang dialami Parmiti selama mendidik anak dengan ADHD. Terutama pada awal-awal baru masuk yayasan.

"Kami biasa digigit bahkan dikencingi, karena anak belum bisa bicara. Dia kencing bisa di mana saja asal mau tanpa permisi," kata Parmiti.

Namun hal itu tidak membuatnya lelah untuk membimbing mereka. Parmiti biasanya melakukan observasi, apa yang sekiranya bisa membuat anak tertarik. Bisa berupa bentuk, warna mencolok atau sesuatu yang berputar.

"Biasanya tetap kami beri batas jumlah mainan atau benda-benda yang dipilih, agar sekolah tidak seperti kapal pecah," ungkap Parmiti.

Apabila cara tersebut belum mempan dalam jangka waktu lama, ia akan menggunakan metode ABA (applied behavior analysis) agar anak tidak tambah impulsif dan merusak.

"Metode ini untuk memudahkan kami sebagai pendidik maupun para orangtua menangani anak ketika tantrum. Tujuannya agar bisa menyelamatkan si anak, teman serta lingkungan," jelasnya.

3. Gejala ADHD bisa lebih terkontrol dengan terapi perilaku dan menjaga pola makan

Cerita Parmiti Mengajar Anak ADHD: Mereka Sulit Kontak MataWorkshop untuk para orangtua yang memiliki anak tunagrahita. (Dok. IDN Times/Istimewa )

Membimbing anak dengan ADHD ada tantangannya. Namun kata Parmiti, yang lebih sulit lagi adalah menaklukkan hati para orangtua agar percaya anaknya akan baik-baik saja selama diterapi.

Sebab ADHD bukanlah penyakit, namun kelainan perilaku. Sehingga tidak ada obat yang bisa menyembuhkan. Tapi terapi perilaku dan menjaga pola makanan sehat bisa membantu anak lebih tenang.

"Kualitas makanan dan kualitas tidur sangat berperan untuk kasus anak ADHD. Orangtua harus sabar, karena butuh waktu lebih dari satu tahun terlihat hasilnya walau sedikit. Kami sama-sama fokus pada makanan dan jam tidur, serta bermain. Hasilnya tantrum dan impulsif mereda, anak-anak bisa bermain, duduk, lebih lama," terangnya.

Dalam banyak kasus, orangtua sebenarnya tahu semua masalah anaknya yang mengalami ADHD. Namun mereka belum sabar dan sudah lelah karena bertahun-tahun meladeni anak ADHD. 

"Orangtua biasanya banyak yang stres saat mengasuh anak yang mengalami ADHD. Kami ajak ngobrol dulu mendengar keluh kesah ortu, dan pastinya mereka melihat sendiri anak-anak lain di yayasan kami yang sudah lebih dulu berhasil berubah ke arah yang lebih baik. Dengan seperti itu mereka lebih percaya," jelasnya.

Pihak yayasan juga rutin mengajak orangtua untuk ikut workshop seputar masalah anak dan solusinya, pada saat menerima rapor.

"Cara ini sangat ampuh membangun kepercayaan, karena sudah ada contoh nyata anak-anak di grup remaja kami yang berkembang melampaui ekspektasi."

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya