ODHA Terancam Tidak Bisa Konsumsi ARV Mulai 5,9 Bulan ke Depan

Waduh, Indonesia darurat AIDS. Nyaris sejajar dengan Afrika

Denpasar, IDN Times - Direktur Eksekutif Indonesia AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), Coalition Aditya Wardhana, menyampaikan stok ARV (anti-retroviral) sudah menunjukkan diambang kekurangan atau dalam kondisi merah, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.

Artinya, dalam jangka waktu satu atau dua bulan ke depan ODHA (Orang dengan HIV AIDS) yang butuh mengonsumsi obat ARV akan menghadapi kesulitan untuk mengaksesnya, karena stok obat habis.

1. Stok TLE cukup untuk dikonsumsi sampai 5,9 bulan ke depan

ODHA Terancam Tidak Bisa Konsumsi ARV Mulai 5,9 Bulan ke Depanflo.health

IAC menilai, respon pemerintah terkait pengadaan obat ARV ini dirasa kurang padahal dananya sudah tersedia. Bahkan beberapa obat sudah tercantum dalam e-Katalog.

Menurut data nasional yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan nasional per tanggal 22 November 2019, diketahui bahwa obat ARV jenis TLE (Tenovofir, Lamivudin,  Zidovudine) hanya tersisa 290.908 botol. Sementara jumlah pasien yang dalam pengobatan ARV jenis ini sebanyak 48.981 ODHA.

Sehingga apabila dikalkulasikan, stok tersebut hanya cukup untuk dikonsumsi sampai 5,9 bulan ke depan. Padahal idealnya stok kecukupan ARV dikatakan aman apabila bisa menyuplai kebutuhan  selama sembilan bulan. Selain itu, beberapa obat ARV ini masih import, dan memerlukan waktu yang tak sebentar agar bisa didistribusikan ke pasien.

“Putus pengobatan ARV bagi ODHA akan memperburuk tingkat kesehatannya. Bahkan bisa menemui kematian dan juga akhirnya bila ODHA tersebut melakukan kegiatan berisiko maka dia akan menularkan HIV kepada orang lain,” terang Aditya, Senin (2/12).

2. Tidak hanya ARV jenis TLE saja. Ada lima jenis obat ARV lain yang statusnya merah

ODHA Terancam Tidak Bisa Konsumsi ARV Mulai 5,9 Bulan ke DepanPexels.com/Pixabay

Status merah tidak hanya ARV jenis TLE saja. Ada beberapa obat lain yang masuk dalam status merah yaitu Abacavir 300 mg, Efavirenz 200 mg, Liponavir/Ritonavir, Tenofovir  300 mg, dan Zidovudine Emtricitabine.

Status stok obat-obatan tersebut semuanya tidak berada dalam batas aman. Paling terendah adalah obat ARV jenis Tenofovir 300 mg yang cukup sampai 2,5 bulan dan dikonsumsi oleh 29.131 pasien. Kedua adalah obat ARV jenis kombinasi Tenofovir Emtricitabine yang hanya bisa bertahan selama 1,5  bulan untuk 5.238 pasien.

“Dapat dipastikan, bisa pengadaan obat tidak segera dilakukan secepatnya, mulai dari bulan Januari 2020 ribuan ODHA akan mengalami putus obat,” tegasnya.

3. ARV terbukti mencegah timbulnya fase AIDS

ODHA Terancam Tidak Bisa Konsumsi ARV Mulai 5,9 Bulan ke DepanGoogle

Obat ARV merupakan satu-satunya metode terapi pengobatan, yang terbukti dapat mempertahankan kondisi orang dengan HIV, tetap berada dalam kondisi sehat seperti orang pada umumnya, dan mencegah timbulnya fase AIDS.

Dengan hadirnya pengobatan ARV, epidemik HIV dapat dikendalikan. Sehingga ini merupakan strategi utama. Orang dengan HIV yang meminum obat ARV secara teratur, memiliki kondisi kesehatan tak jauh berbeda dari orang yang tidak terinfeksi HIV.

Tidak hanya menjadikan kondisi tetap sehat, ARV juga dapat mengurangi penularan ke orang lain. Karena ODHA dengan kepatuhan yang baik akan  memiliki nilai Viral Load, atau jumlah virus dalam tubuh hingga ke tingkat yang tidak terdeteksi, dan tidak dapat lagi menularkan virusnya kepada orang lain.

4. Angka insiden kasus baru HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan kematian akibat AIDS mengkawatirkan

ODHA Terancam Tidak Bisa Konsumsi ARV Mulai 5,9 Bulan ke DepanIlustrasi jenazah. IDN Times/Sukma Shakti

Aditya menyebutkan, angka insiden kasus baru HIV di Indonesia juga menunjukkan kekhawatiran. Berikut ini catatannya:

  • Tahun 2016: ada 48 ribu kasus baru HIV
  • Tahun 2017: 49 ribu kasus
  • Tahun 2018: 46 ribu kasus

Angka kematian akibat AIDS juga sangat mengkawatirkan. Pada tahun 2016 ada 38 ribu ODHA yang meninggal. Tahun 2017 sebanyak 39 ribu ODHA meninggal, dan tahun 2018 ada 38 ribu ODHA yang meninggal.

“Ini merupakan sebuah pertanda yang buruk sebab kondisi kematian akibat AIDS di Indonesia bisa disejajarkan dengan angka kematian akibat AIDS di beberapa negara Afrika yaitu Uganda, South Africa dan Kenya. Di mana epidemik AIDS ini sudah dalam tataran meluas di kelompok masyarakat umum. Indonesia sudah memasuki fase darurat AIDS,” ungkapnya.

5. IAC mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah yang harus segera dilakukan

ODHA Terancam Tidak Bisa Konsumsi ARV Mulai 5,9 Bulan ke Depanunsplash.com/benhershey

Karena itu Indonesia AIDS Coalition yang merupakan bagian dari komunitas HIV, meminta pemerintah untuk segera melakukan pengadaan ARV dengan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), khususnya yang sudah tercantum di e-katalog. Sehingga mencegah kekosongan obat.

Selain itu juga penguatan kebijakan Test and Start bagi ODHA, khususnya di wilayah-wilayah High Burden. Di mana ODHA begitu tahu punya HIV, agar segera dimotivasi untuk memulai pengobatan ARV. ARV yang ramah pasien seperti Dolutegravir adalah sebuah kebutuhan mutlak, dan harus segera diadakan sesuai dengan pedoman WHO terbaru.

Program AIDS tanpa pelibatan komunitas adalah sebuah hal yang mustahil. Pendanaan bagi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dari dana domestik menjadi keharusan. Mereka juga memiliki tugas untuk mengurangi tingkat stigma dan diskriminasi, serta melindungi harkat martabat komunitas terdampak AIDS melalui penyusunan kebijakan anti diskriminasi, serta kampanye publik secara massif.

Pihaknya juga meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh program  penanggulangan AIDS. Termasuk kebijakan, perangkat dan pembiayaan guna mendukung program penanggulangan AIDS yang berbasis pada penerima manfaat.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya