Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?

Coba pahami dulu ya sebelum langsung ikut-ikutan

Denpasar, IDN Times - Belakangan ini Non-Fungible Token (NFT) menjadi pembicaraan hangat di ruang publik. Terutama ketika foto selfie unik Ghozali Everyday, dibeli dengan harga puluhan juta Rupiah. Ghozali (22) menjualnya ke beberapa platform sejak tahun 2017 sampai 2021.

Mahasiswa Jurusan Animasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang itu disebut-sebut kaya mendadak berkat NFT. Dalam tiga hari Ghozali mampu meraup cuan dari total keseluruhan jual beli mencapai Rp12 miliar. Namun, dari hasil penjualan itu ia hanya mengantongi Rp1,5 miliar.

Dari fenomena Ghozali Everyday, tidak sedikit yang mengira bahwa NFT merupakan cara singkat untuk menjadi kaya raya hanya dengan menjual aset-aset digital yang simpel. Orang-orang mulai mencoba peruntungan dan berusaha mengikuti jejak Ghozali. Mereka menawarkan sesuatu melalui laman OpenSea, satu di antara pasar terbuka dan terbesar yang menjadi wadah untuk menawarkan NFT. Sederhananya, NFT adalah barang digital yang diperjualbelikan menggunakan teknologi blockchain.

Apabila seseorang ingin membeli aset unik digital ini, mereka harus menggunakan mata uang kripto sebagai sistem pertukarannya seperti EtherZero (ETZ), Tezoz (XTZ), Ethereum (ETH), dan Bitcoin (BTC). Hampir mirip dengan cryptocurrency, NFT dijual dan dibeli di platform khusus di antaranya OpenSea, Rarible, Mintable, hingga SuperRare. Pembeli kemudian memperoleh sertifikat kepemilikan NFT yang terdaftar di blockchain. Sertifikat tersimpan dalam dompet digital, namun bisa juga berwujud kode yang dicetak pada selembar kertas.

Guru Besar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Prof Zainal Arifin Hasibuan PhD, mengatakan yang perlu dipahami soal fenomena NFT Ghozali ini adalah apa yang dia jual dan di mana dia berjualan.

"Inilah yang dinamakan metaverse. Alam semesta kita ini dipindahkan ke alam maya. Ada pasar di dunia nyata ada pasar dunia maya. Apa pesannya di sini? Ide. Ide yang perlu dikembangkan, apa yang perlu dibisniskan," ungkapnya pada Webinar Peluang NFT dalam Bisnis Kreatif yang diselenggarakan Udinus, Rabu (19/1/2022).

Bagaimana anak-anak muda di Tanah Air menanggapi fenomena ini? Berikut liputan khusus 13 regional IDN Times yang tersebar di beberapa daerah Indonesia, menimbang baik buruk NFT. Benarkah bisa seketika membuat seseorang menjadi kaya raya?

1. Membangun jaringan dan komunitas lebih berharga daripada sekadar bikin karya dan jual

Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?ilustrasi NFT (IDN Times/Aditya Pratama)

Pengalaman dalam menggunakan NFT ini dibagikan oleh Bima (25) dan Gilang (24), dua orang millennials di Kota Surabaya. Bukan sekadar mencari cuan, Bima dan Gilang memanfaatkan NFT untuk mendapat komunitas serta kepuasan pribadi.

Bima mulai terjun ke dunia NFT sejak Oktober 2021, bahkan sebelum Ghozali menjadi tenar. Pekerjaannya sebagai ilustrator membuat Bima banyak terpapar dengan dunia NFT. NFT kini menjadi bagian wadah para seniman untuk menjual karya-karya mereka di dunia blockchain.

"Main NFT sejak Oktober tahun lalu, soalnya penasaran. Dulu belum tahu itu NFT, cuma tren aja atau memang cara baru jualan karya gitu," ujar Bima, Sabtu (22/1/2022).

Bagi Bima, NFT bukan cuma perkara jualan karya saja. Laki-laki yang sudah memiliki 11 aset NFT ini bisa melebarkan jaringannya sebagai seorang ilustrator. Ia mengenal para pelaku industri kreatif lainnya yang juga aktif di dunia NFT.

"Selain dapat profit, aku jadi banyak kenal dengan pelaku NFT yang lain, membangun jaringan dan komunitas yang menurutku itu yang lebih berharga dari pada sekadar bikin karya dan jual," jelasnya.

Bima merasakan dampak negatif dari ramainya NFT ini. Semakin banyak orang yang mengunggah aset digital tanpa konsep, dan bahkan cenderung ngawur. Bagi Bima yang menikmati keindahan karya digital, hal ini cukup mengganggu.

Sementara Gilang memantapkan diri untuk mengunggah memenya yang viral ke platform NFT. Meme ini menunjukkan wajah Gilang yang disatukan dengan konsep film "Pengabdi Setan". Gilang memulai kiprahnya di NFT tepat setelah fenomena Ghozali Everyday.

"Aku pengin jadiin fotoku sebuah NFT karena yang pertama, sounds funny aja. Yang kedua, biar bisa sombong kalau yang screenshot fotoku yang beredar di internet itu gak originalnya, biar kayak GIF Nyan Cat. Ketiga, my personal gift aja, soalnya aku mint (Mengunggah) NFT-ku di hari ulang tahunku," tutur Gilang.

"Sekarang juga mulai banyak penipuan juga di market NFT. Istilahnya copyminter. Jadi mereka ambil karya orang terus di-upload ulang gitu," tutur Bima.

Meski bukan pelaku industri kreatif secara langsung, Gilang sudah pernah membeli atau mengoleksi aset-aset di NFT, bahkan sebelum dia mengunggah miliknya sendiri.

"Aku sedikit banyak paham konsepnya kenapa Ghozali Everyday bisa mahal. Bukan soal selfie-nya, tapi konsistensi dia selama beberapa tahun ambil gambar itu," sebut Gilang.

2. Peluang meraup cuan lewat dunia maya kini terbuka lebar

Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?Ilustrasi uang. (ANTARA FOTO/Jojon)

Millennials di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) juga mulai kepincut mencoba peruntungan NFT. Anugerah Fajar Fahrurrazie adalah karyawan instansi pemerintah di Kota Mataram. Dia ingin memanfaatkan NFT sejak viralnya Ghozali Everyday yang berhasil mendapatkan Rp1,7 miliar dari hasil menjual foto selfie.

"Dari sana kemudian masyarakat berbondong-bondong mencari tahu, termasuk kita juga menjadi tahu," kata Fajar di Mataram, Jumat (21/1/2022).

Menurut Fajar, orang di zaman sekarang bisa meraup cuan tidak hanya melalui pekerjaan di dunia nyata sehari-hari, tetapi juga lewat dunia maya yang peluangnya terbuka lebar.

"Sama juga dengan NFT, perlu sekian tahun. Akhirnya dia bisa meraup cuan dari konsistensi yang dilakukan. Tetapi NFT itu bukan hanya jual foto. Banyak yang bisa dijual di sana. Itu seperti marketplace," kata Fajar.

Fajar mengaku beberapa hari lalu mulai mencari cara mendaftar NFT. Namun pendaftarannya ternyata tidak gampang, karena banyak tahapan-tahapan yang harus dilalui.

"Kemauan atau tertarik ke arah sana, ada," lanjutnya.

Pegiat digital lainnya di Mataram, Gaung, mengatakan seluruh perputaran uang di NFT ada di bitcoin, bukan di pasar saham. Mengantisipasi risiko bahaya yang akan muncul, Gaung punya cara mewaspadai kejahatan di dunia digital. Pertama, tidak boleh sembarangan mengunggah data pribadi seperti nama ibu kandung dan foto KTP.

"Kalau minta foto KTP harus diwaspadai. Apalagi minta nama ibu kandung. Itu sangat berbahaya," ujar Gaung.

Pemuda asal Lampung Tengah, Dona Prayogo (29), juga mencoba memanfaatkan peluang ini untuk mendatangkan cuan.

"Seperti kasus yang terjadi pada Ghozali, mungkin kita melihatnya sebatas foto selfie, tapi bisa dihargai miliaran. Itu karena memang idenya yang berbeda dari yang lain dan menjadikan dirinya sebagai karakter dalam karya tersebut," ungkap dia.

Dona mengaku telah berkecimpung ke dunia NFT sejak September 2021 lalu. Ia hadir menyuguhkan desain gambar digital berupa karakter hewan monyet, lengkap mengenakan pakaian dan aksesori bak manusia. Ia mengakui bersaing menjajakan karya di NFT tak semudah yang dibayangkan.

"Saya sendiri bisa dikatakan belum begitu merasakan keuntungan. Sejauh ini saya masih mengandalkan penjualan desain secara konvensional. Kalau untuk pembelian di NFT itu random, mulai dari orang biasa sampai kalangan artis," ucapnya.

Mahasiswi Institut Teknologi dan Bisnis STIKOM Bali, Putu Ayu Amara, bahkan ingin membuat museum virtual untuk NFT.

"Sebenarnya ingin belajar buat museum virtualnya. Siapa tahu jika bisa buat sendiri, bagi yang punya NFT di Bali, bisa dipajang karyanya dan bisa beli langsung di museum virtual itu. Memang susah, tetapi kalau suka dan punya kemauan pasti bisa," ujarnya.

Menurut Ayu, dengan adanya NFT, akan sangat mendukung hasil karya seni anak bangsa. Hasil karya mereka terjamin keasliannya dan tidak ada yang menduplikasi.

"Sebenarnya tertarik juga untuk menjual hasil karya seni lewat market NFT. Terlebih saya juga suka gambar," jelas Ayu.

Baca Juga: [LIPSUS] Kami Diperdaya, Dilecehkan, dan Dipaksa Bungkam!

3. Pembeli NFT bisa datang dari dalam negeri maupun luar negeri

Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?Ilustrasi membuat karya digital (pexels.com/Anthony Shkraba)

Di Bandung, tak sedikit anak muda yang sudah menjadikan karya mereka dalam bentuk NFT dan menjualnya dalam berbagai platform. Giar Eyelectric misalnya, pembuat karya seni visual ini mulai terjun sejak Agustus 2021. Sebelumnya dia hanya ikut serta dalam jual beli koin kripto.

"Teman saya minta izin masukkan karya saya ke satu platform gitu. Kemudian kalau dapat uang dari yang beli, hasilnya akan dibagi. Sekian bulan karya terjual dan saya dapat uang. Dari situ saya penasaran dan mau mencoba NFT ini," ujar Giar, Jumat (21/1/2022).

Menurutnya, setiap platform penjualan NFT memiliki kekhasannya masing-masing. Regulasi dari setiap platform pun berbeda, dan pembeli barang yang beragam. Pembeli bisa datang dari dalam negeri maupun luar negeri. Ada karya dari Giar yang dibeli oleh orang Brazil, Amerika, Jerman, Jepang, hingga Tiongkok.

"Memang ada positif negatifnya dalam penjualan dunia nyata atau maya seperti NFT ini. Positifnya dari NFT karya kita bisa mendapat pembeli dari banyak negara yang selama ini kita berpikiran bisa sampai ke sana," kata Giar.

Nominal sebuah karya pun tidak bisa dipastikan. Sama halnya dengan karya seni lain, pembelian tergantung ketertarikan orang yang ingin memiliki. Harga bisa ditawar murah atau bahkan sangat tinggi. Selama ini Giar menawarkan banyak karya yang bisa dilihat di media sosial Instagram maupun Twitter @eyelectric.

Mencari cuan dengan menjual NFT juga dilakukan seorang fotografer dari Bandung, Algi Febri Sugita. Tertarik menjual fotonya ke banyak pihak, Algy coba-coba membuat akun dan memasukkan karya fotografinya sebagai NFT untuk diperjualbelikan di sejumlah platform seperti hicetnunc.art dan objkt.com.

"Jadi dijelaskan kalau karya kita bisa dibeli orang dari mana saja. Kemudian kalau ini dari satu tangan mau dipindahtangankan, kita sebagai pembuat karya masih bisa dapat royalti. Ini jelas sangat menarik," kata dia.

Dalam tiga bulan menggungah foto sebagai NFT, sudah ada 20 karya dipajang di akun miliknya. Dari karya tersebut Algy sudah meraup uang sekitar Rp7 juta sampai Rp8 juta.

Satu hal yang tak disangka Algy, karya fotografinya akan ditampilkan dalam sebuah billboard di Los Angeles mulai 7 Februari hingga 7 Maret 2022 mendatang. Ini merupakan bagian dari iklan plaform penjualan NFT untuk memperkenalkan sistem jual beli yang sedang digandrungi masyarakat dunia.

"Kadang ada promosi dapat koin gratis dan lainnya, ini kita harus teliti lagi jangan asal klik. Takutnya nanti akun kita di-hack orang atau koin milik kita tidak bisa digunakan. Hal seperti ini harus dihindari," jelasnya.

Algy juga berpendapat karya seseorang sebaiknya tidak dijual dalam platfrom yang berbeda. Meski belum ada aturan resmi, dengan menjual barang di banyak platform, artinya barang tersebut tidak akan langka. Padahal NFT yang semakin langka, semakin dicari pembeli.

CTO Dealjava Medan, Ben Johnson, juga ikut bermain NFT sejak tahun 2021. Namun ia mengaku hanya untuk koleksi sendiri. Bukan untuk dijual.

“Kita harus dicek dulu dari blockchain, ini misalnya gambar A, itu siapa yang punya dan asli atau tidak?” kata Ben yang juga seorang pakar digital.

Ben mengingatkan, NFT juga memiliki risiko bagi kreator yang belum memahami dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan NFT yang salah.

“Sampai orang jadikan NFT KTP dia dan itu sebenarnya sudah tidak etis menunjukkan privasi, hanya untuk mendapatkan uang.”

Pembeli NFT juga akan berisiko negatif apabila tidak memiliki komunitas. Sehingga NFT tidak bisa dijual seperti NFT lainnya. Harga penjualan NFT mulai dari Rp30 ribu sampai Rp1 triliun.

4. Jangan sampai bikin karya karena mau ikut-ikutan dan latah

Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?Kumpulan desain "Bored ape", NFT desain avatar yang viral pada tahun 2021 (dontdiewonder.com)

Sedikit berbeda dari seniman muda di Bandung, seniman virtual asal Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan yang karyanya telah mendunia, Firman Hatibu, merasa bermain NFT cukup rumit.

Selain harus mengunggah karya orisinal, member juga mesti menyiapkan beberapa akun paltform lain seperti E Wallet atau dompet virtual untuk menyiapkan dana. Setiap hendak memasukkan karya pun mesti membayar.

"Itu tidak gratis. Kalau banyak karya bayar juga. Kemudian ada biaya adminnya juga ke situsnya," ucap laki-laki 38 tahun ini, Jumat (21/1/2022) malam.

Member, kata Fiman, lebih dulu harus membeli semacam mata uang yang disediakan NFT, seperti Ethereum. Apabila dijual atau dirupiahkan, 1 Etherium seharga Rp40 jutaan. Setiap karya yang bakal diunggah pun terlebih dahulu dipungut pajak, sebelum dijual ke platform lain seperti Opensea dan semacamnya.

Secara sederhana, lanjut Firman, setiap karya yang dipamerkan untuk dijual, disertai dengan penjelasan yang sangat detail. Semakin aneh karya atau absurd dan berbeda dari yang lainnya, maka semakin besar pula kemungkinan ada yang tertarik membeli.

"Karena pasarnya memang beda. Macam kadang karya tidak masuk akal, loh, kenapa ada yang suka?" ucapnya.

Firman tahu soal NFT sejak awal 2020 lalu dari jaringan sesama seniman. Namun dia mengaku belum begitu tertarik untuk terjun ke dalam sistem penjualan karya tersebut.

"Sampai sekarang juga baru satu kali posting di NFT," terang Firman.

Dia menjelaskan, alasannya belum begitu berkeinginan fokus ke sana karena masih banyak proyek pekerjaan lintas negara yang harus dituntaskan. Selain itu, dia juga enggan mengikuti tren karena ramainya perbincangan tentang Ghozali Everyday.

"Kalau saya biasanya bikin karya bukan karena mau ikut-ikutan karena latah. Saya maunya bikin yang betul-betul karya saya sendiri. Lagian juga sampai sekarang saya masih belajar-belajar juga. Bukan berarti tidak mau ya, tapi kesibukan kan juga sementara ini lumayan padat," terangnya.

Firman berharap fenomena ini dijadikan sebagai pelajaran, agar seseorang tidak dengan mudahnya ikut-ikut perkembangan tanpa mengetahui sebenarnya isi di dalam pasar yang sedang tren.

"Karena kan risikonya juga sudah pasti ada, apalagi karya yang sudah masuk di situ sampai kapan pun tidak bisa lagi diedit atau ditarik"

5. Khawatir memainkan NFT, mengingat semua sistemnya bergerak dengan teknologi dan ada kerawanan

Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?ilustrasi mengunduh data (freepik.com/rawpixels.com)

Kerumitan dan keengganan serupa juga dirasakan anak muda asal Kalimantan Timur, Rizky Rizkyawandy. Ia pertama kali tahu tentang NFT karena sempat melihat postingan di Twitter seseorang yang menjual karya di OpenSea. Melihat hasil yang didapatkan terbilang lumayan, Wandy mengaku awalnya punya keinginan untuk melakukan hal yang sama.

“Tapi kalau mau jual NFT itu kan juga berbayar, itu kalau OpenSea. Terus kita juga harus punya dompet kripto dong. Nah itu perlu buat ini itunya lagi, yang akhirnya, ya sudahlah nanti saja dulu,” katanya.

Ada banyak hal yang perlu disiapkan jika memang ingin mulai menawarkan karya digital. Inilah yang menjadi pertimbangan Wandy. Dia memang memiliki kemampuan dalam membuat karya digital, mengingat pekerjaannya sebagai desain grafis. Namun dirinya juga memiliki kekhawatiran memainkan NFT, mengingat semua sistemnya bergerak penuh dengan teknologi, yang menandakan tetap ada kerawanan di sana.

Pencurian digital tentu bisa terjadi kapan saja. Apalagi karena berhubungan dengan aset bernilai tinggi, tentu kerawanannya juga pasti tinggi.

“Sebenarnya bisa di situs lain. Tapi agak meragukan, ditakutkan bisa saja terjadi pishing atau scamming. Sebenarnya OpenSea itu terpercaya legalitasnya. Tapi karena berbayar, itu jadi pertimbangan akhirnya,” terangnya.

Untuk saat ini, dirinya masih belum terdorong untuk memulai menawarkan karyanya di sebuah situs, tetapi tak menutup kemungkinan ke depannya ia bakal mencoba.

6. Galeri NFT offline pertama dibangun di Bali untuk mewadahi seniman dan kolektor item NFT

Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?Galeri NFT pertama di Indonesia ada di Bali. (Dok. IDN Times/Istimewa)

Di tengah pro dan kontra NFT, komunitas kolektor aset digital NFT yang resmi masuk ke dalam platform marketplace OpenSea sejak 22 September 2021, Superlative Secret Society (SuperlativeSS), bahkan membuka galeri offline pertama di Bali dan Indonesia. Tepatnya di Jalan Legian, Kuta, Kabupaten Badung, pada Selasa (11/1/2022) lalu.

Ilustrator & Founder SuperlativeSS, Moh Arif Wijaksana, mengungkapkan kehadiran galeri NFT offline pertama di Tanah Air ini akan lebih mempermudah mengakomodir seniman Indonesia untuk bergabung dan berkembang di era digital aset seperti NFT.

"Kami sangat antusias mempersiapkan pembukaan dan menjalankan operasional Superlative Gallery. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi kami dapat mengakomodir rekan seniman asli Indonesia, untuk bergabung dan berkembang bersama di era digital aset seperti NFT,” jelasnya.

CEO & Founder SuperlativeSS, Prasetyo Budiman, mengatakan Superlative Gallery dirancang untuk mewadahi para seniman maupun kolektor item NFT di seluruh dunia, yang selama ini hanya berinteraksi dan bergerak secara online. Melalui Superlative Gallery, para holder dapat saling berbagi informasi, sekaligus mengedukasi cara kerja NFT kepada semua orang, khususnya seniman di Indonesia.

“Melalui Superlative Gallery, kami berharap dapat berkontribusi lebih banyak untuk memajukan industri digital creative dan aset digital sekaligus menghidupkan kembali sektor pariwisata lokal melalui hasil karya seniman asli Indonesia,” ungkapnya.

SuperlativeSS juga ingin menjangkau audiens lebih luas dan menampilkan karya asli anak Indonesia di Times Square, New York, Amerika Serikat, dengan durasi tayang selama 1.35 menit, selama 7 hari.

“Kami ingin menyampaikan pesan yang mendalam kepada semua orang, khususnya para holder dan anggota komunitas kami yang kebanyakan berada di Amerika. Dukungan para anggota kami merupakan motivasi positif bagi kami, untuk memberikan karya terbaik serta lebih aktif lagi berpartisipasi pada ajang NFT tingkat Internasional.”

Baca Juga: Mau Bikin NFT-mu Sendiri kayak Ghozali Everyday? Begini Langkahnya

7. Aktivitas jual beli digital ini menandakan perilaku konsumen dan produsen

Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?NFT Ghozali Everyday. (newsdelivers.com)

Melihat fenomena viralnya NFT ini, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Mulawarman Samarinda, Aji Sofyan Effendi, juga turut berpendapat. Ia menilai ada dua hal yang diperlihatkan dari adanya aktivitas jual beli digital ini, yaitu perilaku konsumen dan perilaku produsen.

Keberuntungan Ghozali yang menarik perhatian konsumennya ini, masuk ke dalam kategori perilaku produsen. Ghozali menampilkan konsistensi dengan mempertahankan bentuk karyanya, menjadikan miliknya sebagai sesuatu yang unik dan menarik perhatian. Terlebih dengan konsep kejenuhan pada kemajuan saat ini yang justru menampilkan nilai artistik yang natural.

“Foto memiliki nilai artistik, dikenal menampilkan hal bagus dan indah. Sedangkan di sini dia (Ghozali) bertentangan asas-asas art marketing, dengan art modern yang saat ini terjadi,” terangnya.

Sebagai contoh, dia menggambarkan adanya pergeseran minat yang kembali berputar ke belakang meski keadaan sudah modern. Misalnya sebuah karya lukis atau foto hitam putih yang justru dibeli dengan harga jutaan Rupiah. Hal inilah yang terjadi pada Ghozali.

Perubahan perilaku produsen yang terjadi pada Ghozali tentu dibarengi dengan adanya perubahan perilaku konsumen, di mana si pembeli karya memang memiliki minat yang terbilang cukup aneh. Namun, kata Aji Sofyan, dari situlah dapat dipahami ada efek perubahan selera. Orang menilai karya Ghozali unik dan natural sehingga membelinya.

Tetapi bagaimana jika Ghozali mulai mengubah produk karyanya?

“Bisa jadi ketika karya yang disampaikan berubah, minat pembeli akan turun. Karena tidak ada kemurnian, tidak ada keunikan lagi di situ dan tidak terlihat natural lagi.”

Baca Juga: Mengenal OpenSea, Tempat Jual-Beli NFT yang Hype Abis!

8. Pasar NFT dan Kripto memiliki potensi besar untuk ditarik pajak

Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?Ilustrasi Mata Uang Kripto/Cryptocurrency. (IDN Times/Aditya Pratama)

Peneliti Bidang Ekonomi Central for Urban an Regional Studies, Erwin Octavianto, turut menanggapi kehadiran tren NFT di Tanah Air. Menurutnya masyarakat Indonesia akan berlomba-lomba mencoba peruntungan bermain platform marketplace berbasis NFT.

"Tapi harus saya ingatkan, NFT adalah produk luar. Jadi pemerintah bisa saja tidak dapat mendeteksi aliran dana ke luar masuk melalui marketplace-marketplace tersebut. Sehingga kegiatan itu menjadi kurang bermanfaat untuk negara," katanya.

Ia mengingatkan agar pemerintah ke depan harus ikut berperan mengawasi hingga mengontrol masyarakat yang mencoba berinvestasi melalui NFT.

"Kegiatan ekonomi harus diatur oleh negara, supaya bisa menstabilkan nilai tukar negara," tandas Erwin.

Sementara itu, Kepala Bidang P2 Humas Kanwil Dirjen Pajak Sumsel Babel, Riza Fahlevi, menegaskan pemilik aset digital akan tetap dikenakan kewajiban membayar pajak jika aset tersebut dikonversikan menjadi Rupiah.

Riza menilai pasar NFT dan Kripto di Sumsel, memiliki potensi besar untuk ditarik pajak. Hanya saja, pihaknya tidak akan mengecek satu per satu pengguna tiap platform digital. Wajib Pajak diharapkan taat pajak ketika mengetahui dirinya memiliki penghasilan dari platform digital.

"Kalau aset yang dimiliki baik NFT dan cryptocurrency telah dikonversikan ke Rupiah dan menjadi penghasilan, maka akan masuk dalam pajak penghasilan. Penambahan penghasilan ini yang wajib dibayarkan," ungkap Riza, Rabu (19/1/2022).

Riza menjelaskan, aturan wajib pajak di Indonesia memiliki kebijakan Self Assessment System. Setiap Wajib Pajak (WP) wajib melaporkan asetnya setiap tahun dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara mandiri. Mereka yang telah mengonversikan hasil aset digital, berkewajiban melaporkan penghasilannya.

"Jika asetnya masih di dalam marketplace OpenSea atau berbentuk Ethereum, masih bersifat mengawang-ngawang. Kantor pajak bisa menarik pajaknya jika penghasilan yang diperoleh real karena SPT tahunan kita meng-cover nilai Rupiah. Secara resmi, pemerintah belum memiliki penilaian terhadap Ethereum," jelas dia.

Dalam Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang (UU) PPh di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), uang Kripto dan NFT dapat dimasukkan kd dalam pajak penghasilan. Pasal itu menyebutkan unsur objek pajak berupa penghasilan.

Riza juga membeberkan, pajak penghasilan individu yang mendapatkan penghasilan baik di dalam negeri maupun luar negeri, akan dilacak melalui Automatic Exchange Information dan aturan PP 31 tahun 2022. Dalam PP tersebut, penghasilan dari aset digital juga diperiksa.

9. NFT rentan digunakan sebagai sarana investasi yang ilegal, bahkan pencucian uang lintas negara

Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?ilustrasi NFT (IDN Times/Aditya Pratama)

Bagi para pegiat NFT, ada beberapa hal yang juga penting untuk diwaspadai, terlebih saat ini belum ada satu pun regulasi di Indonesia yang mengatur soal NFT.

"Mulai dari perlindungan hak kekayaan intelektual, soal perpajakan hingga perlindungan data diri creator maupun investor," kata Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, Selasa (18/1/2022).

NFT rentan digunakan sebagai sarana investasi yang ilegal, bahkan pencucian uang lintas negara. Selain itu, valuasi karya yang dipasang di platform NFT memang menghasilkan kenaikan nilai yang fantastis.

"Tapi euforia ini bukankah pertanda bubble atau gelembung ekonomi? Bahkan gambar yang sebenarnya tidak memiliki keunikan atau nilai seni, valuasinya sampai triliunan Rupiah. Itu tidak rasional," ucap Bhima.

Bhima menyarankan perlunya seseorang untuk memahami risiko volatilitas. Hal ini penting agar tidak terjebak dalam Fear Of Missing Out (FOMO) atau takut kehilangan momen saat mulai berkecimpung ke dunia NFT.

"Edukasi dan literasi mengenai apa itu blockchain maupun NFT sepertinya masih rendah. Sehingga euforia ini digunakan oleh masyarakat untuk berharap keuntungan jangka pendek."

Penulis: Ayu Afria Ulita Ermalia, Anggun Puspitoningrum, Muhammad Rangga Erfizal, Fitria Madia, Muhammad Nasir, Ahmad Viqi Wahyu Rizki, Riani Rahayu, Sahrul Ramadan, Tama Wiguna, Debbie Sutrisno, Ni Ketut Wira Sanjiwani, Yurika Febrianti, Helmi. 

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya