Soal Kenaikan PPN Sembako dan Pendidikan, Ekonom UNUD: Sebaiknya Tunda

Dinilai tidak tepat dalam kondisi pandemik seperti saat ini

Badung, IDN Times – Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulayani Indrawati, mengakui bahwa bocornya dokumen RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan ke publik, membuat kondisi menjadi agak kikuk. Hal itu ia sampaikan pada Kamis (10/6/2021) lalu.

Draf rencana pajak itu disebut seharusnya tidak bocor sebelum Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyampaikannya ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Draf tersebut juga belum dibahas oleh pihak pemerintah dengan DPR sehingga kebijakannya dianggap belum final. Sementara itu, terkait dengan kenaikan tarif PPN, dipastikan tidak terjadi tahun ini. Hal itu disampaikan saat pertemuannya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI.

Apakah pantas pemerintah menaikkan pajak dalam kondisi pandemik COVID-19 seperti saat ini? Berikut tanggapan ekonom Universitas Udayana dan millennials di Bali.

1. Dalam kondisi pandemik daya beli masyarakat masih lemah

Soal Kenaikan PPN Sembako dan Pendidikan, Ekonom UNUD: Sebaiknya TundaPexels/RiyaKumari

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Ramantha, saat dihubungi IDN Times, menyampaikan bahwa kebijakan PPN untuk sembako sebaiknya dilakukan terhadap barang yang diimpor saja. Tujuannya agar ke depannya kebijakan ini memenuhi rasa keadilan bagi petani dalam negeri.

“Sebaiknya kebijakan itu ditunda karena saat ini kita masih membutuhkan sembako murah akibat daya beli masyarakat yang masih lemah,” jelasnya pada Selasa (22/6/2021).

2. PPN sembako dinilai tidak pantas dan tidak masuk akal

Soal Kenaikan PPN Sembako dan Pendidikan, Ekonom UNUD: Sebaiknya TundaIlustrasi warga miskin. Dok. IDN Times

Salah satu millennials di Bali, Ni Kadek Novi (27), mengomentari rencana kebijakan tersebut. Menurutnya, rencana akan dikenakannya PPN untuk bahan sembilan pokok, tidak masuk akal sehingga pemerintah perlu mengkaji lagi rencana tersebut.

Begitu pula dengan jasa pendidikan. Menurut Kadek Novi, bisa jadi sekolah swasta nantinya akan menjadi lebih mahal. Sementara jika diterapkan untuk sekolah negeri, sangat jauh dari visi bangsa yaitu berdikari adil dan makmur.

“Itu gak masuk akal ya. Dampak inflasi yang kena imbasnya tentu orang miskin. Walau bukan kondisi seperti ini sih (COVID-19), gak pantas. Masak mobil mewah ada keringanan, untuk bahan pokok gak ada?” ungkapnya.

3. Berharap pemerintah bisa menyelesaikan satu per satu masalah besar di negara ini

Soal Kenaikan PPN Sembako dan Pendidikan, Ekonom UNUD: Sebaiknya TundaIlustrasi pembagian sembako. ANTARA FOTO/Arnas Padda

Sementara itu, millennials Bali lainnya, Luh Putu Sugiari (23), mengungkapkan dalam proses merancang aturan ini, tentunya pemerintah sebagai pengambil kebijakan telah menimbang baik buruknya. Hanya saja ia tetap menyayangkan mengapa sembako, pendidikan, dan kesehatan yang dikenakan pajak? Sementara di sisi lain, pemerintah memberikan keringanan pajak untuk pembelian barang mewah seperti mobil dan perumahan.

“Kalau orang beli mobil atau rumah pasti sudah punya uang lebih untuk sekedar bertahan hidup dengan makan. Kalau sembako, pendidikan, dan kesehatan? Hampir semua orang membutuhkan itu. Kita tahu bersama, perekonomian masyarakat masih sangat terdampak pandemik. Jadi penghasilan tidak menentu, ini di luar PNS ya,” jelasnya.

Menurut Luh Putu Sugiari, dalam kondisi saat ini pengusaha saja banyak yang masih tertatih-tatih. Dampak ini dirasakan dari hulu sampai hilir. Ia berharap agar pemerintah menyelesaikan satu per satu masalah besar di negara ini. Begitu pandemik membaik, diikuti dengan membaiknya sektor perekonomian, baru kemudian mulai menerapkan kebijakan seperti ini.

“Bukannya meringankan dengan bagi-bagi sembako, malah menjadikan itu lebih mahal,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya