Rahasia Pengusaha Mi di Bali Tak Pernah PHK Karyawan saat Pandemik

Apakah kalian juga punya bisnis keluarga?

Denpasar, IDN Times – Pandemik COVID-19 tak selamanya membawa dampak buruk kepada perekonomian. Adakalanya malah mendorong pelaku usaha untuk menemukan cara baru dalam mengembangkan bisnisnya.

Apabila beberapa usaha gulung tikar, berbeda dengan pebisnis kuliner asal Surabaya yang membuka gerai di Bali. Pemilik Mie Mapan, Steven Sanjaya (51), mengaku tidak pernah merumahkan karyawannya selama pandemik. Dengan kebijakan pembatasan yang diberlakukan saat itu, mereka malah bisa survive. Apa rahasianya ya?

Baca Juga: Cerita 3 Personel Polda Bali Jalankan Misi PBB di Afrika Tengah

1. Usaha itu awalnya untuk membantu perekonomian keluarga

Rahasia Pengusaha Mi di Bali Tak Pernah PHK Karyawan saat PandemikSteven Sanjaya, pengusaha Mie Mapan asal Surabaya. (Dok.IDN Times/Eko)

Steven Sanjaya menyampaikan bahwa usaha mi ini awalnya dirintis oleh sang ibu, Heni atau Ting Yeksin (81) di kompleks perumahan pada tahun 1992. Saat itu sang ibu berjualan mi dengan resepnya sendiri untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Lokasi perumahan di Rungkut, Surabaya yang sekaligus dijadikan tempat usaha tersebut, merupakan rumah yang baru diangsur oleh keluarganya. Mereka berpindah tempat tinggal dari salah satu gang di kampung dengan mengambil kredit perumahan. Saat itu keluarganya berkeinginan kuat untuk memiliki penghidupan yang lebih baik dan maju. Usaha jualan mi tersebut kemudian berkembang tahun demi tahun dan mulai memiliki cabang di berbagai kota.

“Di garasi perumahan itu. Ya kita jualan di sana. Awalnya seperti itu, dimulai di Surabaya, di Rungkut Mapan. Awal-awal buka gak ada nama, baru tahun 1995 ada nama,” ungkapnya.

2. Ingin mengenalkan ke Asia dan tanpa pengawet

Rahasia Pengusaha Mi di Bali Tak Pernah PHK Karyawan saat PandemikBisnis Mie Mapan mulai merambah pasar Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Usaha keluarga yang digelutinya ini sudah 30 tahun berdiri dan memiliki 22 cabang di berbagai kota, di antaranya di Malang, Kediri, Sidoarjo, Gresik, Jakarta, dan Bali. Cabang pertamanya dibuka setelah 15 tahun berdiri, yakni tahun 2007 di Surabaya. Dari berbagai cabang tersebut, tidak memengaruhi cita rasa masakannya. Namun ia hanya memberikan sentuhan berbeda pada konsep lokasinya saja.

Tidak dipungkiri keberadaannya di Pulau Dewata sendiri, selain untuk mengembangkan bisnisnya juga sebagai pengenalan kepada wisatawan kelas menengah dan keluarga. Selain pelanggan lokal, juga mulai terlihat beberapa wisatawan asing yang mencoba hidangannya.

Berbagai varian spesial yang sengaja ia hadirkan untuk menarik pelanggan di Bali, di antaranya mi otot dan mi babat.

“Dalam mengenalkan Mie Mapan, goal kami ke Asia juga. Mi kita ini tanpa pengawet,” jelasnya.

3. Terapkan strategi online saat pandemik

Rahasia Pengusaha Mi di Bali Tak Pernah PHK Karyawan saat PandemikBisnis Mie Mapan mulai merambah pasar Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Sementara itu, Ting Yeksin di usianya yang senja, saat ini tidak banyak terlibat langsung dalam bisnis kuliner yang dirintisnya. Steven bersyukur usaha yang dirintis sang ibu tetap berkembang meski pandemik. Bahkan ia tidak sampai merumahkan pekerjanya yang mencapai 400 orang tersebut.

“Nggak terlibat langsung. Ya cuma ngecek-ngecek,” ungkapnya.

Beberapa strategi bisnis coba mulai ia aplikasikan saat tahun-tahun pandemik. Mulai dari berjualan online dan dalam bentuk frozen

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya