TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ubah Mindset, Penjualan Costum Case HP Gambar Budaya Bali Makin Laris

Usaha milik pengusaha muda di Denpasar lho ini semeton

Costum case. (instagram@sora.case.id)

Denpasar, IDNTimes - Pandemik COVID-19 telah menghantam perekonomian Bali. Para pengusaha harus berusaha keras dan mencari jalan agar tetap bisa bertahan. Begitu pula yang dirasakan oleh Intan Prabasari bersama suaminya, Wisnu Segarayanta yang tinggal di Denpasar. Sebelum pandemik, usaha pembuatan custom case handphone (HP) sora.case.id yang mereka jalankan sempat mengalami kemajuan yang sangat signifikan.

Belakangan, pendapatannya menurun tajam, terlebih costum case hp bukanlah termasuk kebutuhan primer masyarakat. Saat ini daya beli masyarakat turun dan mereka lebih fokus memenuhi kebutuhan pokok. Namun pasangan suami istri ini tidak mau menyerah. Mereka mengubah cara pandang sehingga perlahan penjualannya kembali normal. Lalu apa strategi yang mereka gunakan?

Baca Juga: 5 Camilan Produksi UKM Tabanan, Cocok Sebagai Teman Ngopi

1. Usaha sora.case.id awalnya dibuka karena melihat potensi pasar

Koleksi costum case HP dari sora.case.id (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Sebelum menceritakan strateginya, pemilik sora.case.id, Intan, saat diwawancarai pada Jumat (13/7/2021), mengatakan bahwa usaha pembuatan costum case hp ini dirintis bersama suaminya pada akhir tahun 2018. "Awalnya karena melihat potensi pasar. Hampir setiap orang punya hp dan tentunya ingin melindungi hp-nya dengan case keren. Jadi kami ambil peluang usaha ini. Kebetulan suami juga bisa desain photoshop," ujarnya.

Lewat penjualan online di instagram, facebook, dan WhatsApp (WA), penjualan case hp dari sora.case.id berhasil mengundang daya tarik masyarakat. Penjualan saat itu rata-rata 900 sampai 1.000 pcs dengan omzet sebanyak Rp40 juta hingga Rp50 juta per bulan.

2. Ubah mindset untuk meningkatkan penjualan di tengah pandemik

Koleksi costum case HP dari sora.case.id (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Intan mengakui bahwa usahanya memang menjadi salah satu yang terkena dampak pandemik COVID-19. "Dulu dalam sebulan paling banyak terjual 100 case saja dengan omzet Rp10 juta. Turun drastis hingga 70 persen," ujarnya.

Pada awalnya, Intan dan suaminya bingung. Mereka sadar bahwa usaha yang mereka tekuni bukanlah kebutuhan pokok, tetapi lebih kepada kebutuhan tersier. "Di awal pandemik kita punya mindset bahwa penjualan pasti menurun karena daya beli masyarakat turun dan banyak yang tidak punya uang," ujarnya.

Belakangan Intan menyadari ternyata mindset tersebut salah sehingga ia dan suami mengubah taktik marketingnya. "Kalau awalnya mindset kita masyarakat banyak yang tidak punya uang, kita lihat sebaliknya. Banyak masyarakat di Bali yang masih bekerja. Karena itu, kita gencarkan marketingnya. Mulai dari online, sampai sistem COD atau bayar di tempat. Khususnya bagi bapak dan ibu yang tidak biasa belanja online, kami tawarkan kemudahan bayar di tempat," ujar Intan.

Berita Terkini Lainnya