Sering Tanpa Pembeli, Pemilik Toko di Legian Pilih Tak Pernah Tutup
Wajah Legian dan Kuta kini jauh semakin berbeda
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Badung, IDN Times - Satu setengah tahun sudah lamanya perekonomian di Bali anjlok, terutama di pusat-pusat pariwisata. Ratusan toko di sekitar Seminyak, Legian, dan area Kuta lainnya tutup dan over kontrak. Bahkan ada rumah makan yang bagian pagarnya sampai berkarat. Kondisi jalan yang lengang dan sangat sepi ini belum pernah terjadi, sebelum akhirnya pandemik melanda.
Namun ternyata di tengah sulitnya kondisi ini dan banyak yang menyerah, Komang memilih untuk tetap bertahan. Apapun yang terjadi, sejak awal pandemik hingga saat ini, belum pernah sekalipun dia menutup tokonya. Perempuan asal Kabupaten Buleleng yang tinggal di Kota Denpasar ini hanya berpegang pada satu keyakinan, dia berserah semuanya pada Tuhan.
"Sehari-hari tanpa pembeli sudah sering. Tapi saya yakin saja dan tetap buka. Mebanten (Menghaturkan sesajen) juga tetap. Saya berserah pada Tuhan," ungkap Komang, Minggu (15/8/2021).
Baca Juga: Pengusaha Muda di Denpasar Harus Putar Otak Hadapi PPKM Darurat
1. Mendapatkan satu atau dua pembeli saja sudah bersyukur
Sepanjang jalan di Seminyak, Legian Kaja, Kabupaten Badung, dari puluhan hanya ada sekitar empat toko yang masih buka. Satu di antaranya milik Komang bernama Rejeki Shop. Toko tersebut menjual berbagai jenis pakaian dan tas antik. Komang termasuk satu dari sedikit pemilik toko yang memilih tetap buka sejak pandemik COVID-19.
"Minggu pun saya buka," tuturnya.
Pilihan Komang untuk tetap buka tidak semata karena faktor ekonomi.
"Bayangkan kalau saya tinggal di rumah saja, sementara anak-anak sudah besar dan mandiri, bisa stres nanti. Nah, kalau di sini, setidaknya saya samblil refreshing. Bisa bersih-bersih toko dan barang-barang di sini. Coba lihat, saya buka setiap hari saja, plafon masih dibobol tikus. Bayangkan bagaimana kondisinya kalau ini saya biarkan tutup setahun," ucap Komang yang suaminya juga bekerja di sektor pariwisata.
Komang menyadari, pilihannya untuk tetap buka berarti harus siap mental apabila dalam beberapa hari tidak ada satu pun pembeli. Karenanya, dengan membuka toko, dia memandangnya lebih untuk refreshing dan tetap berkegiatan, sekaligus untuk memastikan kondisi barang jualannya.
"Kalau dulu sebelum pandemik, sehari dapat satu pembeli, itu sudah bingung. Sekarang bawa santai aja. Syukur-syukur bisa muter. Dapat satu pembeli, itu uangnya untuk bawa ke pasar besok," katanya.