Facebook Paling Dominan Dijadikan Bukti Pelaporan UU ITE

Pasal 27 Ayat 3 UU ITE sering dipakai sebagai dasar hukum

Revisi Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) secara resmi disahkan kurang dari setahun lalu, tepatnya 5 Desember 2023. Sebulan kemudian setelah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), undang-undang ini diteken Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada 2 Januari 2024. Itu artinya revisi kedua UU ITE resmi berlaku.

Meskipun sudah revisi yang kedua kali, regulasi ini belum dapat memberikan kepastian dan keadilan hukum, terutama untuk para korban. Pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE kerap digunakan sebagai dasar pelaporan. Berdasarkan pemantauan SAFEnet, tren kriminalisasi daring hingga 2023 terus bertambah dengan digunakannya pasal-pasal karet dalam UU ITE.

1. Daniel dan AP dijerat pasal karet UU ITE

Facebook Paling Dominan Dijadikan Bukti Pelaporan UU ITEAktivis lingkungan Karimunjawa Daniel Frits Maurits Tangkilisan (kanan) memeluk ibunya Marjorie Tangkilisan (kiri) seusai sidang vonis kasus UU ITE terkait unggahan media sosial tentang pencemaran limbah tambak udang Karimunjawa di Pengadilan Negeri Jepara, Jawa Tengah, Kamis (4/4/2024). (ANTARA FOTO/Aji Styawan)

Daniel Frits Maurits Tangkilisan adalah aktivis lingkungan dari Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, yang menolak tambak udang karena limbah di sana merusak lingkungan hidup di pesisir Karimunjawa. Sejak 1 Juni 2023, ia menjadi tersangka karena dinilai melanggar Pasal 28 Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang UU ITE. 

Daniel dilaporkan oleh pihak yang mengaku mewakili Kelompok Masyarakat Jepara. Pada 4 April 2024, Daniel divonis bersalah oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jepara dengan hukuman penjara selama 7 bulan dan denda Rp5 juta atau subsider 1 bulan. Kini Daniel dan kuasa hukumnya berupaya mengajukan banding.

Kasus berikutnya setelah revisi kedua UU ITE (UU Nomor 1 Tahun 2024), dialami oleh perempuan berinisial AP. Ia menjadi tersangka kasus UU ITE setelah membongkar perselingkuhan suaminya--dokter Tentara Nasional Indonesia (TNI) Udayana Bali--di Instagram pada 2023. Perempuan yang disebutkan dalam Instagram tersebut melaporkan balik AP dengan Pasal 32 Ayat 1 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 UU ITE juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sempat ditahan bersama anaknya, kini penahanan AP ditangguhkan. Ia telah didampingi oleh kuasa hukum.

2. Pasal yang sering digunakan para pelapor

Facebook Paling Dominan Dijadikan Bukti Pelaporan UU ITEfoto hanya ilustrasi (pexels.com/Anete Lusina)

Berdasarkan kasus yang dihimpun SAFEnet dalam Laporan Situasi Hak-hak Digital Indonesia Tahun 2023, 48 kasus atau sebanyak 42,11 persen para pelapor menggunakan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE. Pasal ini biasanya juga dilapisi dengan 310-311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pencemaran nama baik sebanyak 3 kasus (2,63 persen).

Urutan kedua adalah Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan jumlah pelaporan sebanyak 28 kasus (24,56 persen). Beberapa kasus juga dilapisi dengan Pasal 156A KUHP terkait penodaan agama sebanyak 1 kasus atau 0,88 persen. Sisanya adalah pelaporan menggunakan Pasal 27 Ayat 1 UU ITE sebanyak 6 kasus (5,26 persen), Pasal 14-15 UU No 1 Tahun 1946 mengenai berita bohong sebanyak 3 kasus (2,63 persen), dan Pasal 45 Ayat 3 UU ITE terkait ancaman penyebaran informasi elektronik bermuatan ancaman kekerasan sebanyak 2 kasus (1,75 persen). Penggunaan UU ITE tanpa penjelasan pasal dalam laporan polisi juga tercatat tinggi dengan angka 21 kasus (18,42 persen).

SAFEnet juga mencatat siapa saja pihak yang menggunakan pasal-pasal tersebut sebagai landasan pelaporan. Pengguna Pasal 27 Ayat 3 UU ITE paling banyak adalah pejabat publik (8 kasus), perusahaan/ pengusaha (8 kasus), dan organisasi/institusi (6 kasus). Satu contoh kasus penggunaan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE yang dilaporkan oleh pejabat publik adalah Saverius Suryanto atau Rio.

Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, melaporkan jurnalis media lokal ini karena dituduh melakukan penghinaan lewat foto-foto di Facebook. Foto itu menampilkan wajah Edi ditimpa gambar kaki, dan diberi tanduk di kepala. Foto ini juga disertai pernyataan kritikan terhadap Edi, yang dianggap mengabaikan hak kelompok warga di Desa Macang Tanggar untuk mendapatkan sertifikasi tanah.

3. Bukti paling banyak didapatkan dari media sosial

Facebook Paling Dominan Dijadikan Bukti Pelaporan UU ITEfoto hanya ilustrasi (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Platform yang paling banyak digunakan sebagai bahan pelaporan ke polisi selama tahun 2023 didominasi media sosial (medsos) sebanyak 64 laporan (56,14 persen), disusul oleh pemberitaan/siaran pers 9 laporan 7,9 persen), aplikasi percakapan sebanayak 7 laporan (6,14 persen), dan seterusnya. Tak sedikit korban pelanggaran pidana ini dilaporkan balik dengan UU ITE setelah mereka melapor polisi.

Safenet juga mencatat Facebook menjadi platform yang paling dominan digunakan sebagai barang bukti UU ITE oleh pelapor. Yaitu 20 kasus sepanjang tahun 2023. Sementara WhatsApp dan Instagram berada di urutan keenam yaitu 7 kasus atau 6,14 persen. Berikut ini 5 daftar platform yang dijadikan sebagai bukti pelaporan sepanjang 2023:

  • Facebook: 20 kasus (17,54)
  • TikTok: 14 kasus (12,28 persen)
  • YouTube: 12 kasus (10,53 persen)
  • Pemberitaan: 9 kasus (7,89 persen)
  • Twitter: 8 kasus (7,02 persen)

Praktik kriminalisasi ini juga ditandai dengan adanya ketimpangan relasi kuasa antara pelapor dan terlapor. Tahun 2023 kembali menunjukkan dengan jelas indikasi hal tersebut. Warga menjadi kelompok paling banyak dilaporkan dengan jumlah 41 terlapor. Posisi kedua adalaah pembuat konten berjumlah 21 terlapor, mahasiswa sebanyak 11 terlapor karena dituduh telah melanggar UU ITE dan regulasi lain yang bermasalah. Posisi keempat adalah politisi dengan jumlah 9 terlapor, dan posisi kelima merupakan pesohor sebanyak 7 terlapor.

Sementara itu organisasi/institusi, pejabat publik, dan pengusaha/perusahaan merupakan tiga besar latar belakang para pembuat laporan kepolisian. Masing-masing 28 pelapor, 15 pelapor, dan 13 pelapor. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan relasi kuasa antara pelapor dan terlapor yang terlihat dengan jelas. 

resoaksi Photo Community Writer resoaksi

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya