Hati-hati! Ini 5 Cara Hindari Ancaman Peretasan Berbasis Teknologi
Buat kamu yang sering kerja dengan cara online
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pandemik COVID-19 mendorong terjadinya peningkatan risiko penipuan berbasis teknologi. Hal ini didasari pada beberapa hal, termasuk banyaknya pekerja yang beraktivitas dari luar kantor menggunakan teknologi. Hal tersebut juga meningkatkan risiko keamanan siber dengan traffic yang berkali-kali lipat.
Selain itu, stimulus bisnis berjumlah triliunan rupiah yang dikeluarkan untuk memutar kembali roda perekonomian di berbagai negara, dinilai dapat menimbulkan banyak celah untuk terjadinya fraud.
Berdasarkan penelusuran Cybernews, pencarian terkait hacking, scamming, dan berbagai bentuk kejahatan siber lainnya meningkat pesat sejak Maret-Mei 2020. Sejalan dengan data tersebut, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga mencatat kenaikan serangan siber selama pandemik di Indonesia. Bahkan jumlahnya hingga hampir enam kali lipat.
Menurut Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani dalam rilis yang diterima IDN Times mengungkapkan bahwa berbagai indikasi menunjukkan penipuan siber memiliki risiko untuk terus meningkat beberapa bulan mendatang. Bahkan saat memasuki fase new normal ini. Karenanya diperlukan beberapa langkah agar perusahaan dapat menghadapi ancaman gelombang peretasan berikutnya.
“Meskipun sejak sebelum pandemik ancaman peretasan siber sudah terasa nyata. Saat ini manajemen perusahaan perlu dua kali lipat lebih waspada dan memprioritaskan pembangunan sistem perlindungan yang memadai untuk menghindari ancaman kerugian yang lebih besar,” jelasnya.
Nah berikut lima langkah yang akan membantu membendung risiko peretasan yang dihadapi perusahaan.
1. Tentukan siapa yang akan memimpin inisiatif keamanan siber di perusahaan
Perusahaan perlu menunjuk ahli anti-peretasan untuk memimpin tim. Orang tersebut harus memiliki akuntabilitas untuk semua program anti-peretasan terkait pandemik.