Pemedal Agung Klungkung Bali, Tidak Ada yang Berani Membuka Pintunya

Generasi muda jangan lupakan sejarah untuk #MenjagaIndonesia

Klungkung, IDN Times - Menjulang kokoh dan indah, mungkin itu yang terlihat ketika pertama kali melihat bangunan Pemedal Agung di area objek Kerta Gosa, Kabupaten Klungkung. Bangunan berupa gapura dan gerbang kerajaan itu, merupakan satu-satunya sisa kejayaan Kerajaan Klungkung dan menjadi saksi bisu dari Perang Puputan titik darah penghabisan Klungkung tahun 1908 silam.

Ketika perang itu terjadi, hampir seluruh keluarga kerajaan, hingga putra mahkota yang masih anak-anak berkorban demi mempertahankan kedaulatan Klungkung dari penjajahan Belanda. Meski tempat ini dirawat oleh masyarakat, tetapi jarang banget kisahnya diangkat ke permukaan. Bahkan bisa jadi, generasi muda tidak ada yang tahu tentang kisah kelam di balik Pemedal Agung ini.

1. Pemedal Agung dibangun sekitar abad ke-17

Pemedal Agung Klungkung Bali, Tidak Ada yang Berani Membuka PintunyaIDN Times/Wayan Antara

Penglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semara Putra, mengungkapkan Pemedal Agung dibangun sekitar abad ke-17. Bangunan itu merupakan gerbang utama untuk masuk ke Puri Semarajaya, yang menjadi pusat Pemerintahan Kerajaan Klungkung kala itu.

Bangunan itu menghadap ke utara. Memiliki ornamen khas Klungkung, dan terbuat dari batu bata dan batu padas, yang direkatkan menggunakan kapur pamor. Bangunan itu tidak mampu dihancurkan oleh Belanda pasca perang Puputan Klungkung tahun 1908. Padahal hampir semua Puri Kerajaan Klungkung saat itu dihancurkan oleh penjajah.

2. Penjajah Belanda seolah berada di lautan ketika mau merobohkan Pemedal Agung

Pemedal Agung Klungkung Bali, Tidak Ada yang Berani Membuka PintunyaIlustrasi Ombak (IDN Times/Sunariyah)

Konon, saat kolonial mau menghancurkan Pemedal Agung dan berdiri di sekitar bangunan itu, para penjajah merasa berada di lautan. Sehingga kolonial tidak berani menghancurkan bangunan itu. Hingga saat ini, hanya Pemedal Agung dan bangunan Kerta Gosa saja yang masih tersisa, dan tidak dihancurkan oleh Belanda pasca Perang Puputan 1908.

Karena nilai historis itu pula, tidak ada pihak yang sampai sekarang tidak berani merenovasi, atau bahkan membuka kuri (Pintu) di Pemedal Agung.

"Bangunan Pemedal Agung itu, dari dulu hingga saat ini masih original. Belum ada yang direnovasi," ungkap Ida Dalem Semara Putra.

Baca Juga: Peninggalan Gua Hasil Romusha Jepang di Klungkung, Dipenuhi Hal Mistis

3. Kerajaan Klungkung tidak mau tunduk dan membuat kesal penjajah Belanda

Pemedal Agung Klungkung Bali, Tidak Ada yang Berani Membuka PintunyaIDN Times/Wayan Antara

Klungkung, sebagai pusat kerajaan di Bali pada masanya, selalu membuat kolonial Belanda kesal. Kerajaan Klungkung tidak pernah mau tunduk dan mengakui kedudukan kolonial Belanda. Bahkan pada tahun 1849 atau masa Ida I Dewa Istri Kanya, Kerajaan Klungkung berani menggempur pasukan kolonial yang berujung pada tewasnya Mayor Jenderal yang paling disegani oleh Belanda, Andreas Victor (AV) Michiels.

Peran Puputan Klungkung tanggal 28 April 1908 silam bermula dari patroli keamanan kolonial di wilayah Kerajaan Klungkung, sejak 13-16 April 1908. Para keluarga kerajaan dan rakyat tidak terima. Karena kolonial dianggap melanggar kedaulatan kerajaan. Tanpa ada perasaan takut, Kerajaan Klungkung tak segan menyerang pasukan patroli Belanda di Desa Gelgel dan menewaskan pemimpinnya, Letnan Haremaker.

Tidak terima atas sikap Klungkung, Belanda memberikan ultimatum Kerajaan Klungkung segera tunduk.

"Tapi ultimatum itu tidak pernah digubris, bahkan pihak Klungkung terus melawan," cerita Ida Dalem Semaraputra.

Baca Juga: Kisah Superhero Perempuan di Klungkung, Pembunuh Jenderal AV Michiels

4. Halaman depan Pemedal Agung menjadi saksi bisu pertempuran habis-habisan rakyat dan anggota kerajaan

Pemedal Agung Klungkung Bali, Tidak Ada yang Berani Membuka PintunyaDok.IDN Times/Istimewa

Tanggal 21 April 1908 sampai enam hari berikutnya, Belanda memborbardir Kerajaan Klungkung. Rakyat yang hanya bersenjata keris dan tombak terus memberikan perlawanan. Hingga puncaknya tanggal 28 April 1908, Belanda berhasil menembus pertahanan Kerajaan Klungkung dan merangsek masuk ke dalam istana. Tepatnya di depan Pemedal Agung. Semua rakyat berpakaian putih mengorbankan jiwa raga untuk puputan (Bertempur habis-habisan) di depan istana kerajaan.

"Tidak hanya rakyat, keluarga kerajaan hingga putra mahkota saat itu yang masih anak-anak, Ida I Dewa Agung Gede Agung ikut keluar istana untuk bertempur dan gugur bersama kerabat kerajaan lainnya," ungkap Ida Dalem Semaraputra.

Saat itulah sang raja Dewa Agung Jambe II melaksanakan dharmaning ksatria, yaitu kewajiban tertinggi seorang kesatria sejati. Ia keluar istana, ikut pertempuran dan gugur bersama rakyatnya di depan depan Pemedal Agung.

"Pemedal Agung merupakan saksi bisu perang Puputan Klungkung. Pada masanya, menunjukkan sikap masyarakat Bali, yang menempatkan harga diri dan kehormatan di atas segala-galanya," tambahnya.

Baca Juga: Kesaksian Rai, Perempuan yang 17 Tahun Bawa Panji I Gusti Ngurah Rai

5. Sampai sekarang belum ada yang berani membuka pintu Pemedal Agung

Pemedal Agung Klungkung Bali, Tidak Ada yang Berani Membuka PintunyaIDN Times/Wayan Antara

Meskipun belum pernah direnovasi, hingga saat ini Pemedal Agung masih sangat terawat. Mengingat bangunan ini disakralkan oleh masyarakat, dan menjadi tempat persembahyangan. Bahkan belum ada yang berani membuka pintu Pemedal Agung sampai sekarang.

"Biasanya ada masyarakat yang bersembahyang di Pemedal Agung. Selain untuk memohon keselamatan, ini juga sebagai penghormatan masyarakat ke pendahulunya yang berjuang mempertahankan Klungkung," kata Ida Dalem Semaraputra.

Keberadaan Pemedal Agung ini diharapkan generasi muda tidak pernah lupa dengan sejarahnya. Mereka harus mewariskan tekad dan sikap para pendahulunya dalam mengisi kemerdekaan.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya