Asal Usul Nama Denpasar, Ada Campur Tangan Belanda

Orang Bali sendiri belum tentu tahu lho

Kota Denpasar merupakan pusat pemerintahannya Provinsi Bali. Namanya saja pusat pemerintahan, maka area perkantorannya lebih mendominasi. Berbeda dengan area lainnya seperti Ubud di Kabupaten Gianyar, dan Kuta di Kabupaten Badung, yang lebih terkenal sebagai pusat tujuan wisata.

Meskipun demikian, bukan berarti Denpasar tidak memiliki daerah tujuan wisata yang mengundang daya tarik wisatawan domestik (Wisdom) maupun mancanegara (Wisman).

Hotel pertama di Bali yang dibangun sebagai tempat peristirahatan para pelancong, khususnya dari Eropa, justru berada di Denpasar. Kala itu, sebagai pengembangan Kota Denpasar ke arah pembangunan pariwisata, Pemerintah Pusat melakukan perluasan dan modernisasi Pelabuhan Udara Tuban dan pendirian Hotel Bali Beach di Sanur. Ada keinginan pemerintah untuk mengubah kehidupan masyarakat Bali, khususnya penduduk Kota Denpasar, dari petani tradisional ke arah modernisasi. 

Tetapi tahukah kamu, siapa orang yang pertama kali membuat nama Denpasar? Biar gak penasaran, simak ulasannya berikut ini:

Baca Juga: Ini Dia Gubernur Bali Pertama, Sutedja yang Hilang Jadi Korban Politik

1. Nama sebutan Denpasar pertama kali muncul pada tanggal 24 November 1906

Asal Usul Nama Denpasar, Ada Campur Tangan BelandaTentara KNIL di depan puri setelah menguasai kerajaan Badung 1906. (KITLV yang diambil dari Buku Puputan Badung tahun 1977 karya AA Alit Konta)

Berdasarkan catatan dalam buku berjudul Sejarah Kota Denpasar 1945-1979 yang disusun oleh AA Gde Putra Agung, I Gde Parimartha, Ida Bagus Gde Budharta, dan Ida Bagus Rama, nama Denpasar pertama kali muncul dari peristiwa Puputan Badung, yang puncaknya terjadi di sekitar Puri Denpasar. Jadi ada kaitannya dengan peristiwa itu.

Pada buku yang diterbitkan tahun 1986 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional dalam Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, disebutkan bahwa orang Belanda yang ikut dalam pertempuran itu menyebutkan nama tempat di sekitar puri yang menjadi tempat pertempuran, termasuk di wilayah Pemecutan, dengan nama Denpasar.

Nama Denpasar kemudian berkembang sebagai nama pusat pemerintahan kolonial. Selain itu, juga dijadikan tempat pemerintahan sementara dan langsung dihuni oleh Assisten Residen Swartz yang membawahi wilayah Afdeeling Zuid (Selatan) Bali. Hanya saja, sebutan Denpasar sebagai nama sebuah kota, untuk pertama kalinya diberitakan oleh M Van Geuns yang datang pada tanggal 24 November 1906.

Dalam laporan perjalanannya, M Van Geuns menuliskan Denpasar sebagai sebuah kota untuk sementara waktu, dan menjadi tempat pemukiman rumah-rumah penduduk dengan kondisi jalan yang kurang menunjang. Berdasarkan informasi itu, maka Denpasar lahir sebagai sebuah nama kota pada tanggal 24 November 1906.

Denpasar sebagai ibu kota belum dikenal dalam masa kerajaan. Kala itu, masyarakat masih menyebutnya dengan nama Badung. Mulanya Denpasar hanyalah sebagai nama istana raja yang memerintah Kerajaan Badung setelah tahun 1861. Istana itu dibangun oleh I Gusti Gde Pemecutan dan berada di sebelah utara Pasar Badung.

Baca Juga: Kisah Ketut Tantri, Perempuan Viking yang Jatuh Cinta Pada Bali

2. Kuta dulunya masih bagian dari Denpasar, dan sengaja dikembangkan sebagai area pariwisata

Asal Usul Nama Denpasar, Ada Campur Tangan BelandaIlustrasi Pantai Kuta. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Pembangunan dalam rangka pemekaran Kota Denpasar (Dari Badung) baru dimulai setelah tahun 1958. Yakni ketika Denpasar dijadikan sebagai ibu kota Provinsi Bali dan Bali dipisahkan dari Provinsi Nusa Tenggara. Wilayah Denpasar Barat tetap menjadi pusat kegiatan perekonomian dengan pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar dan pertokoan.

Sedangkan wilayah Denpasar Timur dikembangkan sebagai wilayah pendidikan, yang pembangunannya dimulai setelah pemulihan kedaulatan Republik Indonesia (RI). Sampai tahun 1970-an, Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) masih dipusatkan di wilayah tersebut. Namun menjelang akhir tahun 1970an, pemerintah daerah mulai mendirikan sekolah di seluruh wilayah Denpasar.

Lalu, untuk wilayah Denpasar Selatan yang meliputi bekas Kecamatan Kuta dan bekas Kecamatan Kesiman bagian Selatan berkembang menjadi tempat-tempat hiburan, rekreasi, serta pusat pengembangan wilayah pariwisata. Sarana dan prasarana pariwisata dibangun seperti hotel-hotel, restoran, dan tempat-tempat rekreasi lainnya.

Pembangunan sarana pariwisata di Denpasar memang terbatas. Karena berdasarkan rencana induk pengembangan Kota Denpasar, pusat pariwisata diarahkan ke arah selatan yang saat itu meliputi wilayah yang membentang dari Sanur, Nusa Dua, dan Pantai Kuta. Dulu, Denpasar terdiri dari tiga kecamatan di antaranya Kota, Kesiman, dan Kuta.

Setelah tahun 1979, tepatnya ketika Kota Denpasar dijadikan sebagai kota madya, barulah diubah namanya menjadi Kecamatan Kota yang hampir seluruh wilayahnya menjadi Kecamatan Denpasar Barat, Kecamatan Kesiman jadi Denpasar Timur, dan Kuta menjadi Denpasar Selatan.

3. Pemerintah kolonial Belanda telah mengatur pembagian wilayah tinggal penduduk di Denpasar

Asal Usul Nama Denpasar, Ada Campur Tangan BelandaIDN Times/Imam Rosidin

Apa yang terjadi setelah Puputan Badung, ternyata berkaitan pula dengan pembagian area tinggal penduduk di Denpasar. Pemerintah kolonial Belanda membuat kebijakan dalam penempatan orang-orang asing (Bukan orang Bali) di Kota Denpasar. Sebelah barat bekas Puri Denpasar, diberikan kepada orang-orang China yang kemudian membangun pusat-pusat perbelanjaan.

Sementara di sekitar Pasar Badung ditempatkan orang-orang Arab sebagai pedagang-pedagang untuk mengimbangi aktivitas China. Pemerintah kolonial yang menyediakan pemukiman baru, yang disebut Kampung Jawa, untuk orang-orang Jawa, Madura, Sasak, dan orang Islam lainnya. Pada tahun 1960-an, Kampung Jawa kemudian diubah menjadi Kampung Wanasari.

Ketika itu, Denpasar mempunyai beberapa wilayah pantai seperti Sanur, Tanjung, Kedonganan, Kuta, sampai dengan Pantai Seseh. Penduduk di area tersebut lebih banyak bekerja sebagai nelayan. Kawasan Sanur dan Kuta semakin terkenal. Sehingga pemerintah menjadikan kedua tempat itu sebagai pusat-pusat pembangunan sarana kepariwisataan.

Perkembangan yang cepat sebagai akibat dari perkembangan dunia kepariwisataan, secara tidak langsung telah menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk baik dari desa-desa ke Kota Denpasar (Urbanisasi), maupun perpindahan dari daerah luar Bali ke Denpasar.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya