Sejarah Kesenian Jegog Khas Jembrana Bali, Beda dengan Gamelan

Musiknya rancak dengan tempo yang cepat

Bali memang gak ada matinya ya kalau membahas soal tradisi dan budaya yang masih dipertahankan. Hal itulah yang membuat Bali seakan memiliki aura magis, sehingga wisatawan jadi rindu dan datang berkali-kali.

Bicara terkait itu, apakah kamu pernah mendengar tentang kesenian Jegog khas Kabupaten Jembrana? Kesenian tradisional ini menarik untuk diketahui, sebab sudah terkenal sampai ke mancanegara. Berikut ini sejarah kesenian Jegog di Jembrana Bali.

Baca Juga: Tak Sama Seperti Ilmu Leak, Ini Jenis-jenis Cetik di Bali

1. Definisi kesenian Jegog

Sejarah Kesenian Jegog Khas Jembrana Bali, Beda dengan GamelanGladi kotor Yayasan Suar Agung di Jepang tahun 2015. (Instagram.com/yayasan_suaragung)

Berbicara mengenai alat musik, mungkin kamu sudah sering mendengar tentang alat musik tradisional bernama gamelan. Jembrana Bali juga memiliki kesenian gamelan yang unik bernama Jegog. Kesenian musik ini menjadi khasnya kabupaten di wilayah Bali Barat tersebut. Nada-nadanya berasal dari bilah-bilah bambu besar yang dibentuk sedemikian rupa dan dipukul.

Dikutip Jembranakab.go.id, musik Jegog awalnya berupa tabuh barung yang hanya berfungsi sebagai hiburan masyarakat, ketika bergotong royong membuat atap rumah dari daun pohon rumbia. Dalam istilah Bali, bekerja bergotong royong membuat atap dari daun pohon rumbia disebut “nyucuk”. Selama bergotong royong itu, beberapa orang lainnya menabuh Jegog.

Pemberian nama Jegog ini muncul ketika pemainnya memukul bilah bambu sambil duduk jongkok di belakang alat musik tersebut. Sedangkan duduk jongkok dalam Bahasa Jembrana disebut nyelegodog.

Masyarakat Jembrana yang sering melihat para penabuh itu sering mengatainya dengan Jeg nyelegodog (Lho, duduk). Dari situlah muncul nama Jegog dan tetap lestari sampai sekarang.

2. Sejarah Jegog khas Jembrana

Kiyang Geliduh adalah seorang seniman yang menciptakan musik alat tradisional Jegog pada tahun 1912. Pada tahun 1920, temuan pria yang tinggal di Banjar Sebual, Desa Dangin Tukadaya, Kecamatan Jembrana ini kemudian dilanjutkan oleh Pan Natil dari Desa Delodbrawah.

Dikutip Sejarah Bali, Pan Natil terkenal dengan nama panggilan Kiang Jegog. Ia terus mengalirkan kesenian musik Jegog ke generasi berikutnya, hingga meluas ke sejumlah desa kawasan Jembrana.

Selama satu dasawarsa setelah generasi Kiang Jegog, musik ini telah menyebar ke Desa Poh Santen dan Mendoyo Kangin. Pada tahun 1940-an, musik tradisional ini muncul di Desa Tegal Cangkring.

3. Perbedaan Jegog dengan gamelan lain

Sejarah Kesenian Jegog Khas Jembrana Bali, Beda dengan GamelanInstagram.com/jegogghorayowana

Meskipun sama-sama disebut sebagai gamelan, namun kesenian Jegog di Jembrana ada perbedaannya. Jegog merupakan gamelan yang bentuknya besar. Cara memainkannya juga cukup berbeda dengan gamelan. Para penabuh Jegog tidak duduk bersila, melainkan berdiri, ada yang duduk di atas kursi, dan duduk di atas pinggiran bambu.

4. Karakteristik dan bahan penyusun Jegog

Sejarah Kesenian Jegog Khas Jembrana Bali, Beda dengan GamelanInstagram.com/jegogsuaragung

Bagi kamu yang belum pernah melihat penampilan kesenian Jegog di Jembrana, mungkin penasaran dengan wujud alat musik ini. Jegog sendiri merupakan sebuah alat musik berukuran yang cukup besar.

Bahan utamanya adalah batang bambu yang besar dan dibentuk sedemikian rupa. Ketika dimainkan atau ditabuh, alat musik dari Jembrana ini akan menghasilkan alunan suara yang nyaring dan merdu.

Sejarah Kesenian Jegog Khas Jembrana Bali, Beda dengan GamelanInstagram.com/jegogsuaragung

Dahulu, bagian alat musik yang berbahan bambu ini adalah resonator dari bahan dasar keseluruhan panggal buaya atau kayu bayur. Jegog sendiri memiliki ketebalan sekitar 2 centimeter dengan diameter 18 centimeter, dan panjang 300 centimeter.

5. Fungsi Jegog

Sejarah Kesenian Jegog Khas Jembrana Bali, Beda dengan GamelanPementasan Jegog di Negara, Kabupaten Jembrana tahun 1946. (KITLV/parissweethome.com via Instagram.com/sejarahbali)

Alat musik Jegog dimainkan untuk menghasilkan suara yang merdu. Jegog dijadikan sebagai pengiring tarian daerah Jembrana bernama Tari Jegog. Selain itu, pemain Jegog juga kerap memainkannya untuk mengiringi Tari Kekebyaran, Tari Makepung, dan lainnya.

Baca Juga: Pengertian Palebon, Tradisi Pembakaran Jenazah Kaum Bangsawan di Bali

6. Iringan Jegog pada pementasan

Sejarah Kesenian Jegog Khas Jembrana Bali, Beda dengan GamelanPenari dengan iringan musik jegog tahun 1938. (Tropen Museum via nstagram.com/sejarahjembrana)

Dalam perkembangannya, Jegog dimainkan dalam pementasan kesenian, sebagai pengiring upacara keagamaan, resepsi pernikahan, jamuan kenegaraan, dan kini sudah dilengkapi dengan drama tarian-tarian yang mengambil inspirasi alam serta budaya lokal.

Kesenian Jegog ini juga dipakai sebagai atraksi pertarungan Jegog. Pertarungan Jegog dalam Bahasa Bali disebut Jegog Mebarung yaitu pementasan seni Jegog dengan tabuh mebarung (Bertarung). Jegog Mebarung akan memiliki pemenang setelah pementasan selesai. Penentuan pemenangnya tidak berdasarkan pada penilaian juri atau poin khusus layaknya kegiatan audisi.

7. Lokasi penampilan kesenian Jegog

Sebagai kesenian yang menghibur banyak penonton, Jegog kerap dipertontonkan ke hadapan wisatawan di Jembrana. Biasanya mereka dapat menyaksikan pementasan yang diadakan di tempat dan waktu tertentu.

Kalau berminat menyaksikan keseruan dari penampilan para pemain Jegog, datanglah ke Desa Sangkaragung, Kota Negara, Kabupaten Jembrana. Sekaa Suar Agung merupakan satu dari grup-grup kesenian Jegog yang mengadakan penampilan di Desa Sangkaragung tersebut.

Pendirinya adalah seniman Jegog sekaligus pencipta Tari Makepung, Ketut Suwentra atau yang akrab disapa Pekak Jegog. Namun ia meninggal dunia di usia 71 tahun, Kamis 10 Mei 2018. Ia meninggal setelah menjalani perawatan selama tiga hari di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, karena kanker paru stadium empat.

Nah itu sejarah kesenian Jegog. Yuk, kalau berencana mau liburan ke Bali, mampir untuk melihat kesenian Jegog di Jembrana ya.

Topik:

  • Irma Yudistirani
  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya