Menguak Sejarah: Ketika 96 Orang Bali Melawan Ratusan Pasukan Belanda

Tokoh perjuangan ini sangat dikagumi warga Bali. Siapa dia?

Menyebut kata pahlawan di Bali, maka yang terbesiti di pikiran kita adalah I Gusti Ngurah Rai. Ya, kegigihannya dalam berjuang melawan penjajah membuat namanya diabadikan, dan selalu mendapat tempat yang istimewa di hati masyarakat Pulau Dewata.

I Gusti Ngurah Rai, lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung pada tanggal 3 Januari 1917. Ia gugur pada usia 29 tahun.

1. Ketika 96 pejuang Bali menghadapi 300 lebih pasukan Belanda dengan persenjataan modern

Menguak Sejarah: Ketika 96 Orang Bali Melawan Ratusan Pasukan Belandawikipedia.org

Baca Juga: Bangga! 13 Tradisi Bali Masuk Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2018

I Gusti Ngurah Rai dikenal sebagai sosok yang gigih berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Ia bahkan rela kehilangan nyawa demi Negaranya tercinta. Seperti yang dituturkan oleh Wayan Sudarta, penyusun buku I Gusti Ngurah Rai Pahlawan Nasional: Sisi-Sisi Humanis dalam Perang Kemerdekaan Indonesia di Bali.

Ia menuturkan, Perang Puputan Margarana merupakan salah satu perjuangan yang paling heroik di Bali. Bagaimana tidak, dengan kondisi pasukan yang tak berimbang, Ngurah Rai tetap berjuang hingga gugur di medan juang.

Puputan merupakan bahasa Bali yang berarti penghabisan. Rana berarti peperangan, dan Marga merupakan nama sebuah Desa yang terletak di Tabanan. Perang ini terjadi pada tanggal 20 November antara Pasukan Indonesia yang dipimpin Ngurah Rai melawan penjajah Belanda.

"Perang ini sampai titik darah penghabisan yang terjadi di Desa Marga," ucapnya.

Dalam catatannya, Sudarta mengatakan pertempuran tersebut sungguh sangat tidak seimbang. Pasukan Ngurah Rai hanya berjumlah 96 orang, sementara pasukan Belanda lebih dari 300 orang yang juga didukung dengan persenjataan modern di zamannya.

"96 pejuang gugur dalam perang tersebut, termasuk Pak Rai. Namun, di pihak Belanda meninggal 350 pasukan lebih," katanya.

2. Inilah Surat Sakti Ngurah Rai

Menguak Sejarah: Ketika 96 Orang Bali Melawan Ratusan Pasukan BelandaIDN Times/Imam Rosidin

Sebelum Perang Puputan Margarana, pihak Belanda pernah meminta Ngurah Rai untuk bertemu dan berunding. Hal tersebut disampaikan oleh Batalyon Infateri Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) Gajah Merah, JBT Konig melalui sebuah surat yang isinya mengajak Ngurah Rai bertemu dan berunding di Desa Plaga.

Namun, permintaan tersebut langsung dibalas dengan surat yang sangat tegas oleh Ngurah Rai. Berikutnya, surat ini yang dikenal dengan Surat Sakti. Berikut isinya:

Soerat telah kami terima dengan selamat. Dengan singkat kami sampaikan djawaban sebagai berikoet:

Tentang keamanan di Bali adalah oeroesan kami. Semendjak pendaratan tentera toean, poelau mendjadi tidak aman. Boekti telah njata, tidak dapat dipoengkiri lagi.

Lihatlah, penderitaan rakjat menghebat. Mengantjam keselamatan rakjat bersama. Tambah2 kekatjauan ekonomi mendjirat leher rakjat. Keamanan terganggoe, karena toean memperkosa kehendak rakjat jang telah menjatakan kemerdekaannja.

Soal peroendingan kami serahkan kepada kebijaksanaan pemimpin2 kita di Djawa. Bali boekan tempatnja peroendingan diplomatic. Dan saja boekan kompromis. Saja atas nama rakjat hanja menghendaki lenjapnja Belanda dari poelau Bali atau kami sanggoep dan berdjandji bertempoer teroes sampai tjita2 kita tertjapai.

Selama Toean tinggal di Bali, poelau Bali tetap mendjadi belanga pertoempahan darah, antara kita dan pihak toean. Sekian, harap mendjadikan makloem adanja. Sekali merdeka, tetap merdeka

a/n. DEWAN PERJOANGAN BALI. Pemimpin: (I Goesti Ngoerah Rai).

Surat tersebut inti isinya adalah Bali bukan tempatnya untuk bernegosiasi. Artinya, rakyat Bali akan terus melakukan perlawanan jika Belanda tetap saja masih berada di Pulau Dewata. Mendapat surat balasan seperti itu, tentu membuat KNIL semakin geram.

3. Belanda tiba setelah Jepang menyerah

Menguak Sejarah: Ketika 96 Orang Bali Melawan Ratusan Pasukan Belandawikipedia.org

Baca Juga: Tradisi Unik di Karangasem, 5 Adab Megibung yang Tak Boleh Dilanggar

Sebelum Belanda kembali, Bali sebenarnya masih dikuasai oleh Jepang. Saat itu, pihak Jepang masih menempati tempat-tempat strategis di Bali. Untuk mengusir Jepang, Ngurah Rai melakukan sejumlah serangan seperti yang terjadi pada tanggal 13 Desember 1945 pukul 24.00, di bawah komando Resimen TKR Sunda Kecil.

Gerakan tersebut maksudnya adalah ingin melucuti dan mengambil persenjataan yang dimiliki oleh Jepang. Pasalnya, Jepang saat itu sudah dalam keadaan menyerah kepada Sekutu.

Namun bukannya menyerah, Jepang semakin menguatkan kesiapsiagaannya. Bahkan beberapa kali mampu memukul mundur serangan-serangan yang dilancarkan pasukan Ngurah Rai.

Setelah itu, Ngurah Rai lantas berinisiatif meminta bantuan amunisi dan senjata kepada Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berada di Jogjakarta. Ia di Jawa tepat pada tanggal 1 Januari hingga 4 April 1946.

Setelah bantuan didapat, Ngurah Rai kembali ke Bali dan tiba pada tanggal 5 April 1946. Ternyata saat itu Jepang sudah menyerah dan Belanda telah kembali untuk melakukan penjajahan. "Pasukan Belanda ini mendarat di Sanur," katanya.

Sekembalinya dari Jawa, pasukan Ngurah Rai ternyata tercerai berai. Setelah itu, ia mengadakan rapat dan bersepakat mendirikan DPRI (Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia) Sunda Kecil yang berkedudukan di Munduk Malang, Desa Dalang, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan.

DPRI Sunda Kecil merupakan gabungan antara militer dengan pemuda yang sering ikut berjuang atau yang dikenal dengan sebutan Tentara Rakyat. Pembentukan ini sesuai dengan arahan dari markas besar Tentara Republik Indonesia (TRI) yang dulunya bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Mulai dari sinilah pertempuran di Bali mengenyahkan Belanda semakin menggebu-gebu. Sampai Belanda kewalahan menghadapi pejuang di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya