Menyambangi Konservasi Penyu di Pulau Serangan Pasca Reklamasi 1996

Penyu-penyu di sini bisa dipesan untuk keperluan adat lho

Sejak tahun 1995, Pulau Serangan, Denpasar, dikenal sebagai habitat dan tempat bertelurnya penyu. Namun sekitar tahun 1996 saat direklamasi, penyu mulai menghilang dari pulau yang dulunya terpisah dengan Bali ini.

Berawal dari itu, beberapa penduduk lokal dan komunitas lokal berinisiatif untuk mengembalikan penyu, dengan mendirikan Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu (PPKP) Serangan pada 2006.

1. Penyu mulai menghilang dari Serangan setelah direklamasi

Menyambangi Konservasi Penyu di Pulau Serangan Pasca Reklamasi 1996IDN Times/Imam Rosidin

Baca Juga: 3 Siamang Hasil Sitaan di Bali Bakal Dipulangkan ke Sumatera

Dari cerita I Made Sukanta, pengelola PPKP, dulunya Pulau Serangan merupakan tempat penyu untuk bertelur dan menetaskan tukik. Namun setelah direklamasi oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) pada tahun 1996, pesisir pantai menjadi hilang. Proyek reklamasinya sendiri berakhir pada tahun 1998. Sejak saat itu, penyu-penyu tersebut tak lagi kembali untuk bertelur.

Sukanta melanjutkan, Pulau Serangan menjadi habitat alami tiga jenis penyu. Yakni penyu sisik (eretmochelys imbricata), penyu lekang (lepidochelys olivacea), dan penyu hijau (chelonia midas). Sayangnya, penyu-penyu tersebut populasinya terus menurun.

Bahkan kini termasuk sebagai satwa laut yang terancam punah. Penyebabnya, adalah maraknya penangkapan dan penjualan liar. Ditambah semakin minimnya pesisir pantai sebagai habitat asalnya. Selain itu, sampah plastik di laut juga menjadi penyebab menurunnya populasi penyu.

"Kini sudah mulai ada perubahan. Masyarakat juga mulai sadar untuk ikut melestarikan populasi penyu. Pantai-pantai di Bali juga mulai banyak penyu yang kembali bertelur," katanya, Rabu (17/10) sore.

2. Menetaskan telur kemudian melepasliarkan

Menyambangi Konservasi Penyu di Pulau Serangan Pasca Reklamasi 1996Gundukan tersebut berisi telur-telur penyu, dan dibiarkan menetas secara alami. (IDN Times/Imam Rosidin)

PPKP yang didirikan tahun 2006 ini memiliki tujuan untuk mengembalikan Pulau Serangan sebagai tempat bertelurnya penyu. Mereka juga bergerak di bidang penetasan telur penyu. Caranya dengan mengambil penyu, lalu dibiarkan menetas di tempat konservasi.

Namun, jika dirasa kondisi pesisir pantai tempat bertelurnya tersebut mendukung, maka telur tersebut dibiarkan menetas di alam liar.

"Biasanya kami mendapat laporan dari masyarakat kalau ada penyu yang sedang bertelur. Kami lalu mendatanginya dan melakukan penilaian. Jika tempatnya tak mendukung, maka kami ambil telur penyunya," jelasnya.

3. Tempat ini juga menyediakan penyu untuk upacara adat lho. Dipakai untuk apa ya?

Menyambangi Konservasi Penyu di Pulau Serangan Pasca Reklamasi 1996Lokasi penangkaran penyu di Pulau Serangan, Denpasar. (IDN Times/Imam Rosidin)

Baca Juga: Pendaftaran CPNS Denpasar Ditutup, 510 Pelamar Tak Lolos Verifikasi

Selain memberdayakan dan konservasi, PPKP ternyata juga menyediakan penyu untuk keperluan upacara adat di Bali. Caranya, masyarakat harus mengajukan surat rekomendasi ke Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali.

Lalu, mengajukan lagi surat izin ke Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. Dari dua surat rekomendasi tersebut, PPKP baru bisa menyediakan penyu untuk keperluan adat.

"Tiap tahunnya kami memang mengembangbiakkan penyu untuk keperluan upacara adat. Ini sebagai cara untuk mengawasi dan mengerem penangkapan liar," terangnya.

Jenis penyu yang dipakai untuk upacara adat adalah penyu sisik (eretmochelys imbricata) dan penyu lekang (lepidochelys olivacea). Dari Januari-Oktober 2018, ada 39 ekor yang dipakai untuk upacara. Sedangkan penyu hijau (chelonia midas) tidak diperbolehkan karena populasinya sangat sedikit.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya