5 Budaya Denpasar yang Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Denpasar jangan hanya dilewatin aja. Banyak budayanya lho

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Sama seperti daerah lain di Bali, Denpasar dikenal sebagai kota yang kaya akan adat dan budaya. Masing-masing daerahnya memiliki karya budaya yang telah dilestarikan secara turun temurun.

Beberapa karya budaya di Kota Denpasar ini masuk menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional. Dengan masuknya sebagai WBTB nasional, otomatis hasil karya budaya ini akan terlindungi, terutama klaim dari negara lain. Berikut ini daftar budaya khas Denpasar yang menjadi Warisan Tak Benda Nasional.

Baca Juga: Makna Ngaben di Bali Menurut Lontar Yama Purwana Tattwa

1. Tradisi Ngaro di Banjar Madura, Desa Sanur

5 Budaya Denpasar yang Jadi Warisan Budaya Tak BendaTradisi Ngaro. (Kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Tradisi Ngaro terdaftar sebagai WBTB Nasional pada tahun 2019 dengan nomor registrasi 201901003, untuk kategori adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan. Tradisi ini dilaksanakan oleh warga Arya Madura, keturunan Arya Kuda Pinolih (Raja dari Tanah Madura) yang menetap di Banjar Madura, Sanur, maupun yang tersebar di seluruh Bali.

Tradisi ini erat kaitannya dengan keberadaan pura yang berada di tengah laut Sanur, tepatnya di Pantai Karang. Tradisi yang mulanya dilaksanakan pada Purnama Sasih Karo ini dipindah ke Purnama Sasih Kapat. Karena cuaca pada Sasih Karo tidak memungkinkan untuk melaksanakan upacara di tengah laut.

Tradisi ini menggunakan sarana upacara sesuai adat Jawa seperti tumpeng nasi, lima macam buah-buahan lokal, bubur merah putih, dan ayam panggang. Pelaksanaannya tepat di tengah laut Pantai Karang, yang diyakini sebagai lokasi Pura Dalem Tengah Segara.

Selama berlangsungnya prosesi upacara tidak menggunakan gamelan, seperti halnya upacara di Bali. Sarana upacara yang dipersembahkan nantinya akan dibagi-bagikan kepada warga yang hadir saat itu.

Baca Juga: Sejarah Tari Baris Katekok Jago, Tidak Dipentaskan Setiap Hari di Bali

2. Tari Baris China Desa Renon dan Desa Sanur

5 Budaya Denpasar yang Jadi Warisan Budaya Tak BendaTari Baris China. (YouTube.com/Bayu Mahardika)

Tari Baris China Renon dan Sanur terdaftar sebagai WTB dengan nomor registrasi 201800745 pada tahun 2018, untuk kategori seni pertunjukan. Tari Baris China merupakan tarian sakral yang terdapat di Desa Renon dan Desa Sanur.

Tari Baris China ini awalnya diciptakan untuk mengiringi gamelan sakral dari Renon yang diberi nama Gong Beri. Penarinya akan kesurupan atau kerauhan ketika menari. Selama itu terjadi, penari yang kesurupan akan berbicara menggunakan Bahasa China. Kemudian oleh masyarakat Desa Renon, tarian ini diberi nama Tari Baris China.

Tari baris ini sangat disakralkan oleh masyarakat Desa Adat Renon, dan dijadikan sebagai Sesuhunan desa setempat. Tari baris ini hanya dipentaskan ketika ada upacara-upacara tertentu di pura Desa Renon, maupun beberapa pura lainnya.

Selain Desa Renon, Tari Baris China juga ada di Desa Sanur. Bentuk tarian dan pakaiannya memiliki kemiripan, karena diyakini ada hubungan.

3. Tradisi Ngerebong di Desa Kesiman

5 Budaya Denpasar yang Jadi Warisan Budaya Tak BendaTradisi Ngerebong di Kesiman. (YouTube.com/Bali Classic Channel)

Tradisi Ngerebong terdaftar sebagai WBTB pada tahun 2018, dengan nomor registrasi 201800747 untuk kategori adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan. Tradisi Ngerebong dilaksanakan setiap 210 hari, tepatnya pada Redite (Minggu) Pon Medangsia.

Tradisi ini merupakan bentuk ritual untuk meruwat alam makrokosmos dan mikrokosmos. Selain itu, Tradisi Ngerebong adalah peringatan kejayaan pemimpin (Raja) Kesiman pada era tahun 1860-an, yang menjadi pengendali politik untuk kawasan Bali dan Lombok.

Tradisi ini dilaksanakan di Pura Agung Petilan dengan pengider Bhuwana yang menggunakan simbol barong, rangda, dan penari keris. Biasanya akan banyak warga yang kesurupan atau kerauhan. Mereka akan mengurek atau menusukkan ujung keris ke tubuhnya. Kejadian ini biasanya menjadi daya tarik tersendiri bagi warga yang hadir.

Baca Juga: 7 Mantra Penangkal Leak, Bisa Digunakan Sehari-hari

4. Tari Legong Binoh dari Desa Ubung

5 Budaya Denpasar yang Jadi Warisan Budaya Tak BendaTari Legong Binoh. (Warisanbudaya.kemdikbud.go.id)

Tari Legong Binoh terdaftar sebagai WBTB pada tahun 2019 dengan nomor registrasi 201901004 untuk kategori seni pertunjukan. Tari Legong Binoh berasal dari Banjar Binoh Kaja, Desa Ubung. Tarian ini sudah berkembang sejak 100 tahun lalu.

Tari Legong memang tidak selalu menggunakan vokal atau gending. Namun untuk Tari Legong Binoh, hampir selalu menggunakan vokal atau gending baik untuk adegan pesiat (Berkelahi) maupun atetangisan (Sedih).

Tari Legong Binoh sangat disakralkan, dan selalu diupacarai setiap 6 bulan sekali bertepatan dengan hari Saniscara (Sabtu) Wuku Wayang, atau di Bali sering disebut sebagai Hari Tumpek Wayang. Tari Legong Binoh juga sering dipentaskan di pura sekitar Desa Ubung maupun Kota Denpasar.

5. Kesenian Genggong Pegok Desa Sesetan

5 Budaya Denpasar yang Jadi Warisan Budaya Tak BendaKesenian Genggong Pegok. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Kesenian Genggong terdaftar sebagai WBTB pada tahun 2020 dengan nomor registrasi 202001189 untuk kategori seni pertunjukan. Genggong adalah alat musik tiup atau sering disebut dengan harpa mulut. Kesenian Genggong termasuk kesenian kuno yang kembali direkontruksi di Banjar Pegok, Desa Sesetan.

Genggong di Banjar Pegok mulai dikenal sekitar tahun 1930-an oleh seorang seniman yang bernama I Ketut Regen, atau sering disebut dipanggil Kak Danjur. Namun kesenian ini tenggelam karena kemunculan kesenian-kesenian lainnya yang lebih digemari oleh remaja saat itu.

Kesenian Genggong kembali aktif setelah melakukan pementasan di arena Pesta Kesenian Bali ke-41 pada tahun 2019. Alat Genggong yang digunakan terbuat dari bambu berukuran panjang sekitar 18 hingga 20 centimeter, dengan lebar 1,5 hingga 2 centimeter.

Cara membunyikannya adalah menempelkan genggong pada bibir, kemudian digetarkan melalui tarikan tali. Untuk mendapatkan suara nada yang diinginkan, harus menggunakan metode resonansi tenggorokan atau rongga mulut.

Kesenian dan tradisi adat serta budaya yang adiluhung sangat perlu dilindungi. Jangan sampai kesenian atau tradisi ini menjadi punah dimakan waktu, atau bahkan diklaim secara sepihak oleh negara lain.

Nantinya, setiap WBTB Nasional bisa dusulkan ke UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) untuk menjadi warisan dunia.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya