Makna Tumpek Landep di Bali, Bukan Upacara Kendaraan

Rahajeng Tumpek Landep teman-teman

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Tumpek Landep dirayakan 210 hari sekali atau pada Sabtu, Saniscara Kliwon Wuku Landep, atau 14 hari setelah Hari Raya Saraswati. Umat Hindu di Bail akan memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam wujudnya (manifestasi) sebagai Dewa Siwa atau Sang Hyang Siwa Pasupati di hari raya ini.

Umat melakukan puji syukur atas berkah yang telah diberikan oleh Dewa. Berikut ini makna Tumpek Landep di Bali.

Baca Juga: 5 Fakta Nglisah, Tradisi Membersihkan Keris Ki Baru Gajah

Baca Juga: Sejarah 6 Pura di Area Pura Agung Besakih Bali

1. Makna Tumpek Landep di Bali

Makna Tumpek Landep di Bali, Bukan Upacara KendaraanI Kadek Satria SAG MPdH (dok. I Kadek Satria)

Dosen Program Studi Agama Hindu di Universitas Hindu Indonesia (Unhi), I Kadek Satria SAG MPdH, mengatakan pengertian tumpek adalah akhir dari panca wara yaitu kliwon. Sedangkan saniscara adalah akhir dari sapta wara. Akhir inilah yang disebut sebagai puncak.

Puncak yang dimaksud adalah kondisi di mana umat harus mengingat bagaimana perjuangannya hingga mencapai puncak. Karena selama perjalanan itu pasti menggunakan banyak piranti untuk mencapainya.

Pada titik itulah umat merunduk untuk memuja, sambil melihat ke bawah selama sebulan yang telah ia lalui. Umat memerlukan manah (Perasaan), akal, dan budi yang tajam untuk menjalankannya. Sehingga inilah yang umat Hindu mohonkan kepada Sang Penguasa Ketajaman yaitu Sang Hyang Siwa Pasupati.

Baca Juga: Makna Melukat, Ritual yang Pernah Dijalani Pevita Pearce

2. Mengasah ketajaman secara jasmani dan rohani

Makna Tumpek Landep di Bali, Bukan Upacara KendaraanFoto hanya ilustrasi. (unsplash.com/Greg Rakozy)

Ketua Pasraman Pasir Ukir Buleleng ini menjelaskan, dalam kehidupan ini ada dua ketajaman pikiran yang mesti diasah. Yaitu ketajaman menuju jalan sekala atau jasmani, dan ketajaman menuju niskala atau rohani.

Ketajaman ini memerlukan pengasahan agar benar-benar tajam. Jadi Tumpek Landep dijadikan sebagai momen umat Hindu untuk memohon ketajaman tersebut, agar berguna dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya.

3. Sarana yang digunakan untuk upacara Tumpek Landep

Makna Tumpek Landep di Bali, Bukan Upacara Kendaraansarana upacara Tumpek Landep (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Dalam tutur yang terdapat dalam Lontar Empu lutuk, sarana upacara atau bebantenan adalah alat bagi umat untuk melakukan komunikasi kepada Sang Pencipta. Terkait dengan Hari Tumpek Landep, maka ada sarana yang harus dipersembahkan untuk melakukan komunikasi aktif kepada Sang Pencipta. Yaitu mempersembahkan Banten Pasupati. Isinya adalah:

  • Dua buah taledan
  • Raka-raka (pisang, salak, jeruk, manggis, papaya, manga, tebu, tape, pelas,buah-buahan, jajan uli dan jajan gina)
  • Daging ayam biying (merah) mepanggang
  • Sebuah sampian metangga dari daun andong bang
  • Sebuah Penyeneng dari daun andong bang
  • Sampyan Pelaus dari daun andong bang
  • Dua buah tumpeng berwarna abang (merah)
  • Nasi soda dua buah berwarna abang
  • Sebuah ceper perangkatan tempat rerasmen pada soda
  • Sebuah kojong rangkat
  • Coblong berisi asaban cendana, majegau, dan base
  • Canang.

Seluruh sarana tersebut harus dirangkai (Ditanding) dengan penuh ketulusan untuk memohon ketajaman sekala dan niskala.

Kadek Satria menyebutkan keliru jika pemujaan Tumpek Landep dilakukan pada semua benda yang terbuat dari besi. Kunci utama yang sesungguhnya adalah pemujaan kepada Sang Hyang Siwa Pasupati di Sanggah Kemulan. Kenapa?

"Karena Sang Hyang Siwa bersifat purusha dan pradhan. Inilah cikal bakal dari kemulan dan taksu. Purusha kita puja pada kemulan, dan Pradhana kita puja pada taksu yang memberikan kita penguatan atas kehidupan ini."

4. Persembahan diberikan sebagai simbol anugerah dari Sang Hyang Siwa Pasupati

Makna Tumpek Landep di Bali, Bukan Upacara Kendaraanilustrasi Dewa Siwa. (Unsplash.com/satish nagapuri)

Seluruh persembahan di atas merupakan simbol anugerah dari Sang Hyang Siwa Pasupati, atau yang disebut juga dengan nama Panca Amertha. Yaitu:

  • Amertha Sanjiwani, disimbolkan dengan pisang (kebiuhdayan) agar umat memiliki sifat yang bijaksana
  • Amertha Kamandalu, disimbolkan dengan buah salak agar selalu dianugerahkan kesehatan fisik, mental, dan budi
  • Amertha Kundalini, disimbolkan dengan buah yang berwarna kuning seperti mangga, papaya agar mendapat kemakmuran, kesejahteraan, dan nutug tuwuh
  • Amertha pawitra, disimbolkan dengan buah manggis, agar senantiasa memiliki hati yang ikhlas dan jujur untuk menuju ketingkat kesucian
  • Amertha maha mertha, disimbolkan dengan buah jeruk dengan macamnya (samagama), agar senantiasa memiliki batin yang suci untuk menyatu ke hadapan Sang Hyang Widhi melalui sembah bhakti.

"Setelah melakukan pemujaan, sebaiknya umat nunas (Mengambil) lungsuran atau sarin amertha yang kita mohonkan sebagai penguat jasmani dan rohani. Penguat jasmani adalah bahwa segala makanan itu memberikan kesehatan jasmani, dan makanan tersebut sebagai simbol anugerah yang diyakini mampu memberikan ketajaman pada rohani kita karena menerima anugerah dari Sang Hyang Siwa Pasupati," ungkap pria yang juga sering memberikan dharma wacana tersebut.

5. Membuatkan upacara untuk kendaraan bermotor

Makna Tumpek Landep di Bali, Bukan Upacara Kendaraanupacara untuk kendaraan bermotor di Bali (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Namun Hari Raya Tumpek Landep menjadi fenomena di Bali. Sebab hampir seluruh umat Hindu di Bali membuatkan upacara untuk kendaraan bermotor. Kadek Satria menyatakan hal tersebut kurang tepat.

Sebab menurutnya, kendaraan bermotor dapat diartikan sebagai simbol kemakmuran. Sehingga sebaiknya dibuatkan upacara pada saat Tumpek Kuningan atau Hari Raya Kuningan.

“Pemujaan kepada Dewa Mahadewa sebagai simbol dan manifestasi kemakmuran dilakukan di Tumpek Kuningan, yang sering disimbolkan dengan warna kuning dan melambangkan kesejahteraan. Sedangkan Tumpek Landep adalah pemujaan kepada Sang Hyang Siwa Pasupati yang identik dengan warna merah, ketajaman, kecerdasan. Makanya disebut dengan landeping idep,” ungkap Kadek Satria ketika dihubungi via telepon, Rabu (6/4/2022) lalu.

Menguatkan pemujaan di Hari Raya Tumpek Landep sangat diperlukan, sehingga ketajaman sekala dan niskala bisa diperoleh oleh umat Hindu. Beberapa pura melakukan upacara piodalan selama Tumpek Landep seperti Pura Ida Ratu Pande di kawasan Pura Besakih, Pura Cedok Waru Kuta, Pura Karang Boma Nusa Dua, Pura Muthering Jagat Dhalem Sidakarya, dan beberapa Pura Penataran Pande.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya