Masjid dan Al Qur'an Ini Jadi Bukti Persaudaraan Islam-Hindu di Bali

Kita bersaudara kawan

Kampung Bugis di Kelurahan Serangan, Denpasar merupakan satu dari sekian bukti sejarah masuknya peradaban Islam di Pulau Bali. Beberapa situs peninggalan para tokoh yang menyebarkan ajaran Islam di Bali masih terawat dan diabadikan di Kampung Bugis sampai sekarang. Satu di antaranya Al Qur'an kuno.

Berikut ini fakta-fakta Al Qur'an, masjid tertua kedua di Bali, kisah kebudayaan Islam, serta situs-situs peninggalan para tokoh agama sebagai bukti masuknya peradaban Islam di Kelurahan Serangan:

1. Al Qur'an kuno di Pulau Serangan ditulis tangan, dan sampulnya terbuat dari kulit unta

Masjid dan Al Qur'an Ini Jadi Bukti Persaudaraan Islam-Hindu di BaliIDN Times/Hisyamudin Keleten Kelin

Al Qur'an jadi situs peninggalan bersejarah masuknya peradaban Islam di Kampung Bugis, Serangan. Sampulnya terbuat dari kulit unta. Al Qur'an ini memiliki panjang 40 centimeter dan lebar 20 centimeter, isinya ditulis tangan di atas kertas yang berserat.

Konon, para tokoh Islam Bugis dari Ujung Pandang yang kini berubah nama menjadi Makassar, Ibu Kotanya Sulawesi Selatan ini yang membawa masuk Al Qur'an tersebut ke Pulau Serangan. Mereka kabur dari Sulawesi pada zaman penjajahan kolonial belanda (VOC) abad ke-17.

Berdasarkan kisah yang diceritakan oleh cucu para tokoh Islam Bugis, Muhammad Syukur (40), Al Qur'an tersebut merupakan warisan dari Datoknya bernama Marzuki (Almarhum). Datok Marzuki termasuk keturunan yang ke sekian mendapatkan warisan Alquran dari Arab Saudi itu.

"Saya keturunan kelima. Bapak saya dapat warisan dari Datok (Kakek). Kakek saya punya kakek yang melakukan penyebaran pertama kali. Al Qur'an ini dibawa dari Sulawesi, berasal dari Arab Saudi, diperkirakan ditulis di Kota Mekkah. Kita semua dari Sulawesi. Dulu kakek-kakek kita yang membawa Al Qur'an ini ke sini. Datok Marzuki itu dapat warisan dari datoknya," kata Syukur saat diwawancara beberapa waktu in di kediamannya, Kampung Bugis, Serangan, Denpasar.

2. Al Qur'an ini dulunya sering dipakai tadarus di malam bulan suci Ramadan

Masjid dan Al Qur'an Ini Jadi Bukti Persaudaraan Islam-Hindu di BaliIDN Times/Hisyamudin Keleten Kelin

Dulu Al Qur'an ini sering dipakai tadarus ketika memasuki bulan suci Ramadan. Karena pada zaman itu, lanjut Syukur, orang-orang masih sulit mendapatkan Al Qur'an untuk mengkhatamkan 30 juz Al Qur'an.

Dalam perkembangannya, Al Qur'an ini tidak lagi digunakan untuk tadarus. Selain karena kondisinya semakin lapuk, juga karena ada sumbangan Al Qur'an ke masjid dari Pemerintah Bali.

"Berhenti pakai untuk tadarus itu tepatnya saya kurang tahu persis. Tapi yang jelas setelah pemukiman sudah mulai bagus dengan kondisi masjid pun sudah mulai bagus, juga karena adanya campur tangan pemerintah karena banyaknya sumbangan Al Qur'an yang datang. Sehingga kita tidak pakai Al Qur'an ini lagi. Takutnya rusak karena dibawa ke mana-mana, jadi disimpan sama datok saya biar terawat," jelasnya.

3. Al Qur'an kuno diarak keliling kampung setiap tahunnya melalui tradisi bernama megelicikan

Masjid dan Al Qur'an Ini Jadi Bukti Persaudaraan Islam-Hindu di BaliIDN Times/Hisyamudin Keleten Kelin

Meski setiap lembarannya sudah lepas dan tidak rapi, namun Al Qur'an itu tetap dibiarkan begitu saja. Al Qur'an ini dibungkus pakai kain putih dan disimpan di dalam boks kaca Rumah Muhammad Syukur, lingkungan Masjid As Syuhada Kampung Bugis, Serangan, Denpasar. Setiap tahun, warga Kampung Bugis di Serangan juga melakukan tradisi pengarakan Al Qur'an tersebut untuk keliling kampung.

Kenapa masyarakat Bugis harus mengaraknya? Konon, kala itu warga di kampung Islam Bugis kena musibah diserang oleh penyakit. Mereka masih memercayai Al Qur'an bisa menyembuhkan penyakit, dan entah kebetulan wabah penyakit itu hilang. Akhirnya saat itu diputuskan agar Al Qur'an diarak keliling kampung.

Tradisi mengarak Al Qur'an mengelilingi kampung Bugis itu masih dilestarikan sampai sekarang. Tradisi itu mereka namakan megelicikan Al Qur'an.

"Kita dulu itu pernah jaya karena Al Qur'an dan datok-datok kita itu kuat dengan ibadahnya. Al Qur'an ini sekarang isinya sudah banyak yang terlepas dan tercecer, mungkin saking banyak orang pegang jadinya terlepas. Baru-baru ini, sebelum Ramadan ada dari Dinas Kebudayaan, mereka menyusun kembali tapi banyak yang lepas dan hilang. Kalau kertas isinya ini berserat, ada yang bilang pelepah pisang, ada yang bilang dari jati, saya kurang tahu persis," ujarnya.

4. Al Qur'an kuno ini pernah diminta untuk dimuseumkan, dan mau dibeli

Masjid dan Al Qur'an Ini Jadi Bukti Persaudaraan Islam-Hindu di BaliIDN Times/Hisyamudin Keleten Kelin

Al Qur'an tua berkulit unta ini sering kali dipamerkan di Jakarta melalui event pameran penelitian. Bahkan pernah diminta untuk dimuseumkan di Jakarta, sampai ada tawaran ingin membelinya.

"Ada tawaran mau disimpan di museum di Jakarta, tapi datok saya gak mau disimpan di museum. Sempat dibawa ke Jakarta sampai tiga kali dipamerkan di Jakarta. Pernah juga yang saya dengar itu ada penawaran mau dibeli tapi saya kurang tahu persis itu," kata Syukur.

5. Rumah panggung khas Bugis masih berdiri kokoh di perkampungan ini

Masjid dan Al Qur'an Ini Jadi Bukti Persaudaraan Islam-Hindu di BaliIDN Times/Hisyamudin Keleten Kelin

Selain Al Qur'an kuno, situs peninggalan lain di kampung yang memiliki lebih dari 100 kepala keluarga (KK) ini yaitu rumah panggung khas Bugis.

Dulunya, semua warga kampung Bugis Serangan masih memiliki rumah panggung bercorak khas Bugis. Tapi rumah panggung tersebut tersisa satu saja yang masih berdiri kokoh di depan Masjid As Syuhada.

"Dulu di sini semua rumah panggung, sekarang tinggal satu, pemiliknya Haji Anwar. Beliau salah satu keturunan dari lima kelompok yang menyebarkan Islam ke sini," kata Syukur.

6. Ada makam Syeikh Haji Mu'min di kampung tersebut. Ia adalah satu dari lima kelompok Bugis yang pertama kali menyebarkan Islam di Serangan

Masjid dan Al Qur'an Ini Jadi Bukti Persaudaraan Islam-Hindu di BaliIDN Times/Hisyamudin Keleten Kelin

Makam atau kuburan tua Syeikh Haji Mu'min juga termasuk bukti sejarah masuknya peradaban Islam di Bali. Tanggal wafat yang dibubuhkan di kuburan tua ini ditulis memakai huruf Arab.

Syeikh Haji Mu'min merupakan tokoh Islam Bugis dari lima kelompok asal Sulawesi yang pertama kali menyebarkan Islam di kampung Bugis Serangan.

"Menurut Datok saya itu ada tuan Guru (Syeikh Haji Mu'min), kita sebut Datok mertua yang menyebarkan Islam bersama lima kelompok. Ada kuburannya di sana. Di kuburan itu tanggal meninggalnya itu juga ditulis pakai bahasa Arab," tutur Syukur.

7. Masjid As Syuhada di Serangan jadi bukti adanya persaudaraan antara Islam dan Hindu di Bali

Masjid dan Al Qur'an Ini Jadi Bukti Persaudaraan Islam-Hindu di Balidenpasarkota.go.id

Masjid As Syuhada ini termasuk peninggalan kampung Bugis di Serangan, dan sudah mengalami renovasi. Masjid ini juga jadi bukti sejarah adanya kedekatan persaudaraan antara umat Hindu dengan umat muslim di Serangan.

Masjid ini merupakan masjid tertua kedua di Pulau Bali yang dibangun pada masa kejayaan Majapahit. Masjid ini adalah pemberian Raja Puri Pemecutan, Badung, yang berkuasa kala itu agar orang-orang Bugis memiliki tempat beribadah.

Alkisah sekitar abad ke-17, lima kelompok yang dipimpin oleh Syeikh Haji Mukmin berlayar dari Sulawesi menggunakan kapal tua (Perahu pinisi). Mereka kabur dari daerah asalnya karena menolak aturan dalam Perjanjian Bongaya yang melarang warga lokal memiliki kapal-kapal besar. Perjanjian itu ditandatangani oleh Sultan Hasanuddin dari Gowa, Sulawesi dan Laksamana Cornelis Speelman, perwakilan dari Belanda. Praktik monopoli Verenigde Ost Indische Compagnie (VOC), organisasi dagang milik kerajaan Belanda inilah yang membuat orang-orang Bugis memilih keluar dari daerahnya.

Syeikh Haji Mukmin bersama empat orang lainnya itu kemudian berlabuh di dermaga Pulau Serangan yang terletak di selatan pulau Bali ini. Sayangnya, pelabuhan itu sekarang sudah tidak ada lagi.

Singkat cerita, para tokoh Islam Bugis dari Sulawesi tersebut disambut baik oleh pihak kerajaan Puri Pemecutan, Badung. Mereka diizinkan menetap di kawasan hutan bakau dan mendirikan sebuah masjid (Masjid As Syuhada) karena orang-orang Bugis pernah membantu Raja Pemecutan berperang dalam konflik melawan Kerajaan Mengwi.

"Kakek-kakek kita itu dulu adalah pelayar dari Sulawesi. Baik berdagang rempah-rempah maupun nelayan. Di sebelah utara Serangan itu dulu ada dermaga. Peradaban Islam ini pun berkembang, sehingga kita dekat dengan umat Hindu di Bali. Sampai-sampai kita dekat dengan Raja dari Badung, dan memberi kita bangun masjid," ujarnya mengisahkan.

8. Berharap kampung Bugis dikembangkan menjadi wisata religi

Masjid dan Al Qur'an Ini Jadi Bukti Persaudaraan Islam-Hindu di BaliIDN Times/Hisyamudin Keleten Kelin

Melihat banyaknya situs peninggalan bersejarah peradaban Islam ini, Syukur berharap kampung Bugis di Serangan bisa dikembangkan sebagai wisata religi. Sebab sejak dulu sampai sekarang banyak orang yang berziarah ke kampung ini untuk melihat Al Qur'an tua, dan situs-situs sejarah peradaban Islam di kampung Bugis. Apalagi kampung Bugis Serangan ini ada nilai-nilai budayanya.

"Dari dulu banyak yang berziarah ke sini. Rencananya kita mau bikin rumah tua ini jadi wisata religi, di dalamnya kita simpan Alquran tua ini juga. Jadi ada situs-situs tua bersejarah ini banyak wisatawan bisa mengunjungi dan mengetahui peradaban Islam dan lainnya. Selain Alquran juga ada rumah panggung tua, ada kuburan tua dan ada Masjid As Syuhada," ujarnya.

Baca Juga: 5 Potret Masjid Al Hikmah Khas Bali di Denpasar, Unik Banget!

Topik:

  • Irma Yudistirani
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya