Bedanya Peribadatan Agama Buddha dan Khonghucu, Sering Salah Kaprah

Jangan dikaburkan ya nilai ajarannya

Denpasar, IDN Times – Ada yang pernah menganggap bahwa ajaran agama Buddha sama dengan Khonghucu, atau Vihara sama dengan Kelenteng? Anggapan itu sepertinya perlu diluruskan. Lantaran keduanya ternyata memiliki perbedaan yang sangat jauh.

Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Provinsi Bali, Andinata, menjelaskan asal mula perkembangan kedua agama, yang ternyata berbeda. Berikut ini uraiannya:

1. Banyak kerancuan cara peribadatan umat Konghucu dan Buddha, hingga menimbulkan polemik di masyarakat

Bedanya Peribadatan Agama Buddha dan Khonghucu, Sering Salah KaprahANTARA FOTO/Risky Andrianto

Menurut Adinata, masih banyak orang Tionghoa yang menyebut dirinya Buddha, namun bersembahyang secara Khonghucu dan mengatasnamakan hal itu sebagai tradisi. Padahal itu merupakan ajaran Khonghucu sejak ribuan tahun yang lalu. Hal inilah yang dianggapnya banyak menimbulkan kerancuan di masyarakat, hingga menimbulkan polemik.

“Kalau Buddha sendiri kan pertama asalnya dari India, kalau Khonghucu kan dari Tiongkok. Yang kedua ajaran-ajarannya pun banyak perbedaan. Orang Khonghucu lebih banyak belajar laku bhakti kepada orangtua. Kemudian setelah meninggal pun mereka disembahyangin. Kalau Buddha kan sudah putus hubungan itu ketika kita meninggal. Sudah selesai urusannya karena punya karma masing-masing,” jelas Adinata, Rabu (19/2).

Ia menilai, pemeluk agama Buddha yang murni memakasi patung Buddha sebagai simbolnya, bukan dengan patung dewa-dewa Khonghucu. Begitu pula penghaturan sembahyang yang mereka gunakan. Di mana pemeluk Khonghucu menghatur daging, sedangkan dalam agama Buddha tidak. Kondisi ini, diakuinya masih banyak dilakukan oleh warga Tiongkok yang melakukan persembahyangan Khonghucu, namun mengaku Buddha.

Selain itu, Kelenteng yang ada simbol Patung Buddha disebutnya sebagai Vihara. Padahal bentuk dalamnya Kelenteng sendiri tidak berubah. Pada dasarnya, Kelenteng dan Vihara itu dua tempat yang berbeda. Kelenteng adalah tempat peribadatan umat Konghucu (Tionghoa), sedangkan Vihara adalah tempat peribadatan umat Buddha.

2. Kini banyak pemeluk Buddha yang juga merayakan Imlek (Tahun Baru Tiongkok). Padahal sudah ada larangan yang tercantum dalam surat edaran dari Walubi

Bedanya Peribadatan Agama Buddha dan Khonghucu, Sering Salah KaprahIDN Times/Aji

Adinata mengungkapkan, dulu ada surat edaran dari Walubi (Perwakilan Umat Buddha Indonesia), bahwa para pemeluk agama Buddha dilarang merayakan Imlek. Kondisi ini justru berbeda di masa sekarang.

“Tidak membolehkan umat Buddha melaksanakan Tahun Baru Imlek di Vihara. Tapi setelah sekarang, justru berusaha melaksanakannya lebih besar lagi. Jadi nilai-nilai spiritualnya hilang, seolah-olah itu jadinya perayaan hura-hura saja,” kata Adinata.

Pihaknya khawatir dengan kondisi ini, karena akan mengaburkan keimanan umat, sementara sudah jelas-jelas ada perbedaan hari raya. Hal ini pernah terjadi ketika warga Tionghoa yang memeluk agama Kristen melaksanakan Misa, dengan menyebutnya Misa Imlek. 

“Kan tidak ada urusan dengan Imlek lagi. Malah mengadakan Misa. Karena umatnya saja yang banyak Tionghonya yang masih melaksanakan ritual ini, Khonghucu. Padahal itu kalau dari segi ibadah jauh. Kami yang Khonghucu berupaya meluruskan,” terangnya.

Pihaknya tidak ingin nantinya muncul kontradiksi, bagi umat yang akan mendalami ajaran ini. Terutama kaum muda yang menjalankan keimanannya.

3. Macam-macam hari raya Agama Konghucu

Bedanya Peribadatan Agama Buddha dan Khonghucu, Sering Salah KaprahPertunjukan barongsai di Kelenteng Guang De Miao (Dok.IDN Times/Istimewa)

Agama Khonghucu memiliki 15 hari raya. Berdasarkan Surat Keputusan Munas Matakin No. 006/Munas XVII/Matakin/2014, hari raya Agama Konghucu terdiri dari:

1 bulan I (Zheng Yue): Sembahyang Tahun Baru Kongzili/Yinli, Xin Zheng, atau Chun Jie
4 bulan I (Zheng Yue): Sembahyang Menyambut Malaikat Dapur Turun (Ying Zao Jun Xia Jiang)
8/9 bulan I (Zheng Yue): Sembahyang Besar kepada Tuhan YME (Jing Tian Gong)
15 bulan I (Zheng Yue): Sembahyang Syukur Shang Yuan Jie/Yuan Xiao Jie, atau Cap Go Me
18 bulan II (Er Yue): Sembahyang Hari Wafat Nabi Kongzi (Zhi Sheng Ji Chen)
4 atau 5 April: Sembahyang Hari Sadranan (Qing Ming Jie)
5 bulan V (Wu Yue): Sembahyang Duan Yang Jie/Duan Wu Jie, atau Bai Chuan
15 bulan VII (Qi Yue): Sembahyang Arwah Leluhur (Zhong Yuan Jie)
29 bulan VII - (Qi Yue): Sembahyang Arwah Umum (Jing He Ping/Jing Hao Peng)
15 bulan VIII (Ba Yue): Sembahyang Syukur kepada Tuhan YME dan kepada Malaikat Bumi (Fu De Zheng Shen) pada saat pertengahan Musim Gugur (Zhong Qiu Jie)
27 bulan VIII (Ba Yue): Sembahyang Hari Lahir Nabi Kongzi (Zhi Sheng Dan)
15 bulan X (Shi Yue): Sembahyang Syukur Akhir Panen kepada Tuhan YME dan kepada Malaikat Bumi (Fu De Zheng Shen) pada awal Musim Dingin (Xia Yuan Jie)
21 atau 22 Desember: Sembahyang Hari Genta Rohani dan Wafatnya Mengzi (Dong Zhi Jie)
24 bulan XII (Shi Er Yue): Sembahyang Hari Persaudaraan; Mengantar Malaikat Dapur Naik (Song Zao Jun Shang Tian, atau Er Si Sheng An)
29 atau 30 bulan XII (Shi Er Yue): Sembahyang Tutup Tahun (Chu Xi).
 

4. Dua ekor naga menjadi ornamen bangunan yang identik dengan Agama Khonghucu

Bedanya Peribadatan Agama Buddha dan Khonghucu, Sering Salah KaprahPixabay/Pexels

Ada beberapa ornamen bangunan yang identik dengan Agama Khonghucu, di antaranya dua ekor naga di atap kelenteng. Naga tersebut merupakan simbol penjaga Nabi Khonghucu ketika lahir.

Selain itu ada juga Kilin, yaitu hewan yang menyerupai rusa tapi berkepala naga. Dalam kisahnya, Kilin tersebut mengeluarkan Kitab Kumala. Hewan ini yang juga menjadi pertanda kelahiran Nabi Khonghucu yang mewartakan kebijakan dan agama.

Baca Juga: 4 Pesan Bijak Tetua Bali yang Tidak Boleh Kamu Lupakan

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya