5 Tradisi Hari Raya Kuningan di Bali, Ada Bagi-Bagi Uang

Tradisinya unik-unik ya #Bali

Umat Hindu di Bali sebentar lagi akan merayakan Kuningan yang jatuh pada Sabtu Kliwon, Wuku Kuningan. Sama seperti Galungan, Hari Raya Kuningan juga terdapat beberapa tradisi-tradisi unik yang dilaksanakan oleh masyarakat Bali. Tradisi ini diwariskan oleh leluhur yang wajib dilestarikan.

Masing-masing daerah memiliki tata cara pelaksanaan Kuningan yang berbeda-beda antara satu desa dengan lainnya. Secara umum, tradisi ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur umat Hindu terhadap Ida Sesuhunan, Leluhur, dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Berikut ini tradisi unik Hari Raya Kuningan di Bali.

Baca Juga: Bedanya Hari Raya Kuningan dan Galungan di Bali

1. Mekotekan di Kabupaten Badung

5 Tradisi Hari Raya Kuningan di Bali, Ada Bagi-Bagi UangTradisi Mekotekan di Desa Munggu, Mengwi, Badung. (YouTube.com/Detu Bali)

Dikutip dari Jurnal Pelestarian Tradisi Mekotek Desa Adat Munggu, Universitas Pendidikan Ganesha tahun 2021, Tradisi Mekotek awalnya diadakan oleh masyarakat untuk menyambut prajurit Kerajaan Mengwi di Kabupaten Badung, yang berhasil meraih kemenangan melawan Kerajaan Blambangan.

Pada tahun 1915, tradisi ini pernah dihentikan oleh Pemerintahan Belanda. Namun kala itu terjadi wabah penyakit dan hama, yang membuat seluruh hasil panen masyarakat rusak atau gagal panen.

Karena itu, Tradisi Mekotek kembali dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Munggu, Mengwi, setiap 210 hari sekali hingga sekarang. Pelaksanaannya jatuh setiap hari Sabtu Kliwon, Wuku Kuningan, atau bertepatan dengan Hari Raya Kuningan.

Setiap peserta membawa kayu pulet sepanjang sekitar 2,5 meter. Masyarakat akan mengelilingi area wilayah Desa Adat Munggu, yang diakhiri dengan menabrakkan dan menyatukan kayu pulet tersebut hingga membentuk seperti gunung.

Pada saat menyatukan kayu ini terdengarlah bunyi tek, tek, tek sehingga namanya menjadi Mekotekan. Tradisi ini berfungsi untuk menetralisir kekuatan negatif di wilayah Desa Adat Munggu. Diharapkan dengan pelaksanaan tradisi ini, masyarakat desa dijauhkan dari wabah penyakit dan hama.

Baca Juga: 10 Lagu Religi Hindu, Cocok untuk Galungan dan Kuningan

2. Tradisi Mesuryak di Kabupaten Tabanan

5 Tradisi Hari Raya Kuningan di Bali, Ada Bagi-Bagi UangWarga berebut uang yang dilemparkan ke udara. (YouTube.com/Rai Sugiana)

Desa Bongan Gede di Kabupaten Tabanan memiliki tradisi unik yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat selama Hari Raya Kuningan. Sejumlah orang akan melemparkan uang ke udara, kemudian masyarakat lain merebutnya sambil mesuryak atau berteriak bersama-sama dalam suasana gembira.

Dikutip dari laman situs Bongan.desa.id, makna dari tradisi ini adalah memberikan bekal dan mengantarkan roh leluhur yang selama 10 hari turun ke dunia untuk kembali ke Swarga Loka (surga) secara suka cita.

Zaman dahulu, masyarakat menggunakan beras dan uang. Namun kini lebih memilih menggunakan uang kertas dan receh yang nilainya beragam sesuai kemampuan serta tulus ikhlas.

Tradisi ini dimulai pukul 09.00 Wita, yang diawali persembahyangan ke pura keluarga maupun Pura Khayangan Tiga di desa setempat. Kemudian tradisi ini dilakukan secara bergilir dari satu rumah ke rumah lainnya. Biasanya yang melempar uang adalah orang yang dituakan dalam keluarga tersebut. Tradisi ini akan berakhir pada pukul 12.00 Wita.

3. Perang Jempana atau Dewa Masraman dari Kabupaten Klungkung

5 Tradisi Hari Raya Kuningan di Bali, Ada Bagi-Bagi UangTradisi Dewa Masraman atau Perang Jempana. (YouTube.com/ RUPA BALI)

Tradisi ini ada di Banjar Panti Timbrah, Desa Paksebali, Kabupaten Klungkung. Tradisi yang dilaksanakan untuk mengungkapkan kebahagiaan ini sudah ada di zaman Kerajaan Klungkung. Kala itu, Raja Klungkung menerima kedatangan rombongan yang terdiri dari sekitar 18 kepala keluarga dari Desa Adat Timbrah, Kabupaten Karangasem.

Rombongan ini diizinkan tinggal di Desa Paksebali, yang kemudian membentuk banjar di tempat tersebut. Selama di desa tersebut, mereka meneruskan tradisi Dewa Masraman yang sebelumnya dilaksanakan secara rutin di Desa Adat Timbrah. Makanya tradisi ini terus lestari di Desa Paksebali sampai sekarang.

Selama pelaksanaan tradisi ini, masyarakat akan mengusung jempana atau joli yang merupakan tempat atau linggih Ida Sesuhunan. Satu jempana diusung oleh dua orang pemuda. Tujuh jempana dibawa ke sungai untuk melakukan pneyucian, baik untuk masyarakat maupun lingkungan setempat.

Setelah tiba di jaba tengah Pura Panti Timbrah, jempana tersebut akan disambut oleh Tari Baris yang memegang keris. Jempana-jempana ini kemudian diarak, seolah-olah seperti terjadi peperangan di area tersebut.

Tradisi ini merupakan simbol ungkapan kebahagiaan masyarakat dan ucapan rasa syukur atas berkah yang diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta para Dewata. Mesraman sendiri berasal dari kata mesra yang memiliki makna bersenang-senang.

4. Tradisi Ngerebeg di Kabupaten Bangli

5 Tradisi Hari Raya Kuningan di Bali, Ada Bagi-Bagi UangWarga kesurupan (kerauhan) saat prosesi Ngerebeg di Kota Bangli. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Kabupaten Bangli memiliki tradisi unik yang dilaksanakan setiap Kuningan bernama Ngerebeg. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Kawan dan Cempaga. Biasanya dilaksanakan pada sore hari mulai pukul 17.00 Wita, yang dipusatkan di Catus Pata Patung Tri Murti sebelah utara Pasar Kidul, Bangli.

Menurut situs Disparbud.banglikab.go.id, tradisi ini diikuti oleh Ida Sesuhunan dari empat banjar adat. Yaitu Ida Sesuhunan Pura Dalem Purwa Banjar Adat Kawan, Ida Sesuhunan Pura Dalem Penunggekan Banjar Adat Blungbang, Ida Sesuhunan Pura Dalem Pengringsingan Banjar Adat Geria, dan Ida Sesuhunan Pura Dalem Gede Selaungan Banjar Adat Pande, Desa Adat Cempaga.

Seluruh Ida Sesuhunan ini berkumpul di Catus Pata Patung Tri Murti, yang diiringi oleh masyarakat dari masing-masing banjar. Ida Sesuhunan Banjar Adat Kawan mengambil posisi sebelah barat, Ida Sesuhunan Banjar Adat Geria di sebelah timur, Ida Sesuhunan Banjar Adat Blungbang di sebelah selatan, dan Ida Sesuhunan Banjar Adat Pande di sebelah utara.

Setelah tiba di Catus Pata, Ida Sesuhunan dipersembahkan beberapa sarana upacara, diikuti dengan persembahyangan bersama masyarakat yang hadir saat itu. Selesai upacara, Ida Sesuhunan kembali ke pura masing-masing dengan mengelilingi area banjar masing-masing.

Tradisi ini memiliki tujuan untuk memohon agar Sang Hyang Catus Pata turun ke dunia untuk menyejahterakan umatnya. Selain itu, tradisi ini juga bertujuan untuk menjauhkan masyarakat Desa Adat Kawan dari gangguan wabah penyakit dan kekuatan negatif lainnya.

5. Tradisi Ngelawang di hampir seluruh wilayah Bali

5 Tradisi Hari Raya Kuningan di Bali, Ada Bagi-Bagi UangTradisi Ngelawang di salah satu desa di Bali. (YouTube.com/R Entertainment!)

Hampir seluruh kabupaten/kota di Bali menjalankan Tradisi Ngelawang. Tradisi ini ada yang dilaksanakan secara sakral, dan ada pula hanya sebagai hiburan masyarakat setempat.

Bedanya, Tradisi Ngelawang yang sakral akan menggunakan Ida Sesuhunan berupa barong atau rangda untuk berkeliling di dalam wilayah desa, diikuti oleh masyarakat dan iringan gamelan baleganjur. Hal ini untuk memohon keselamatan masyarakat dan menetralisir kekuatan-kekuatan negatif yang ada di desa tersebut.

Sedangkan Tradisi Ngelawang untuk hiburan biasanya menggunakan barong atau rangda yang tidak disakralkan. Barong dan rangda ini diusung oleh anak-anak atau remaja dengan berkeliling ke setiap area banjar atau desa. Mereka akan berhenti di beberapa titik atau rumah masyarakat untuk menari barong dan rangda. Nantinya masyarakat yang tinggal di rumah tersebut akan memberikan 'upah' kepada mereka.

Tradisi Ngelawang biasanya diisi dengan keseruan-keseruan, seperti barong yang mengejar dan menangkap anak-anak. Aksi kejar-kejaran ini seakan-akan menjadi aksi yang ditunggu-tunggu dalam pelaksanaan Ngelawang.

Jika ingin melihatnya secara langsung tradisi unik Hari Raya Kuningan, kamu bisa mengunjungi beberapa tempat yang telah disebutkan di atas. Sebaiknya kamu memakai pakaian adat Bali ya selama menonton prosesi tradisi tersebut. Jangan lupa bertanya ke masyarakat setempat tentang larangan-larangan selama menyaksikan tradisi tersebut.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya