Sejarah Tradisi Ngerebong Bali, Sudah Ada Sejak 1937

Wisatawan paling menantikan ngurek atau menusukkan keris

Bukan Bali rasanya jika tidak memiliki banyak tradisi yang unik. Satu di antaranya upacara atau Tradisi Ngerebong dari Desa Adat Kesiman, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.

Ngerebong dilaksanakan setiap 210 hari sekali di Pura Agung Petilan, tepatnya pada hari Minggu, Redite Pon, wuku Medangsia atau delapan hari setelah Hari Raya Kuningan.

Berikut sejarah Tradisi Ngerebong yang dikutip dari jurnal berjudul "Upacara Ngerebong di Pura Agung Petilan Desa Adat Kesiman" karya Ni Made Odi Tresna Oktavianti tahun 2021.

Baca Juga: 5 Fakta Gong Luwang, Gamelan Sakral Desa Kesiut Tabanan

Baca Juga: 10 Penyakit Umum dan Cara Mengobati Menurut Lontar Cukildaki

1. Sejarah Pura Agung Petilan

Sejarah Tradisi Ngerebong Bali, Sudah Ada Sejak 1937Tradisi Ngerebong dari Desa Adat Kesiman, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Sebelum membahas Ngerebong, ada baiknya mengetahui sejarah dari Pura Agung Petilan, tempat pelaksanaannya upacara ini. Pura ini juga sering disebut dengan nama Pura Pengerebongan, yaitu pura kahyangan yang disungsung oleh seluruh warga Desa Adat Kesiman.

Petilan berasal dari kata 'tila' yang berarti menanam biji atau benih. Sedangkan Pura Agung Petilan memiliki makna sebagai tempat suci yang besar sebagai tempat seorang raja menanam benih berupa konsep maupun ide. Pura Agung Petilan juga dirancang sebagai usaha untuk menyelamatkan sistem kerajaan jika suatu saat sistem kerajaannya sudah tidak dipakai lagi.

Berdirinya Pura Agung Petilan erat kaitannya dengan keberadaan Pura Dalem Muter yang berada di Jalan Soka, pinggir timur Sungai Ayung. Pada masa Kiai Pemayun memimpin warga Arya Bang Pinatih, ia turut melanjutkan upacara yang diadakan oleh pemimpin sebelumnya di Pura Dalem Muter.

Namun karena seringnya Sungai Ayung meluap, Kiai Pemayun kemudian membuat tempat penyawangan dari Pura Dalem Muter di tempat baru yang kemudian diberi nama Pailehan. Karena di lokasi yang baru ini juga melaksanakan prosesi piodalan di Pura Dalem Muter, maka tempat ini kemudian diberi nama petilan.

Secara perlahan, pura ini ditata dan disempurnakan sampai akhirnya tempat ini dinamakan Pura Agung Petilan.

2. Sejarah Tradisi Ngerebong

Sejarah Tradisi Ngerebong Bali, Sudah Ada Sejak 1937Pelaksanaan upacara Ngerebong di Pura Agung Petilan, Desa Adat Kesiman. (Instagram.com/mngsuantaraa)

Pada saat Pura Agung Petilan rampung didirikan pada tahun 1937, I Gusti Ngurah Made Kesiman atau yang biasa disebut dengan nama Ida Bhatara Punggawa Kesiman ini memublikasikan secara akbar dan mematenkan pelaksanaan Upacara Ngerebong di pura tersebut. Seperti diketahui, I Gusti Ngurah Made Kesiman kala itu menjabat sebagai Kepala Distrik Kesiman.

Pelaksanaan upacaranya saat itu berjalan seperti piodalan di Pura Agung Petilan dengan konsep dewa-dewa yang ditata bagai dewa atau tata dewa. Pelaksanaan ini dilakukan di wantilan pura yang pada saat itu masih belum jadi, hanya beratapkan klangsah (daun kelapa yang dirangkai sedemikian rupa) dan tiangnya berupa Pohon Waru.

3. Makna Tradisi Ngerebong

Sejarah Tradisi Ngerebong Bali, Sudah Ada Sejak 1937Pelaksanaan upacara Ngerebong di Pura Agung Petilan, Desa Adat Kesiman. (Instagram.com/mngsuantaraa)

Ngerebong berasal dari kata 'ngereh' dan 'bong'. Ngereh adalah upacara atau ritual suci untuk memohon agar roh suci tetap bersemayam di tapakan Barong dan Rangda. Sedangkan kata 'bong' adalah simbol pratiwi sebagai penyatuan.

Ngerebong adalah prosesi magis sebagai penyatuan akasa dan pratiwi. Ngerebong juga disebut berasal dari kata 'ngarebuang' yang bermakna upacara untuk menetralisir dan membersihkan alam semesta (penyudhamalaan). Penyudhamalaan ini diwujudkan dalam bentuk Barong berbulu putih dan Barong berbulu goak (gagak) berwarna hitam. Ada juga yang menyebutkan Ngerebong adalah kegiatan berputar.

4. Upacara Tradisi Ngerebong tidak dipimpin oleh Jro Mangku Gede maupun Sulinggih

Sejarah Tradisi Ngerebong Bali, Sudah Ada Sejak 1937Pelaksanaan upacara Ngerebong di Pura Agung Petilan, Desa Adat Kesiman. (Instagram.com/puradalemkesiman)

Secara umum, pelaksanaan upacara keagamaan di Bali biasanya dipimpin oleh seorang pemangku (Mangku Gede, pemangku yang dituakan) atau seorang sulinggih. Namun Upacara Ngerebong ini berbeda. Upacaranya dipimpin oleh seorang Panglurah atau Penyarikan (sekretaris) yang sering disebut nama Prakulit. Prakulit adalah pemangku yang memakai kampuh (saput) poleng (berwarna hitam dan putih).

Pembedaan ini mengikuti bisama (sabda) para leluhurnya. Prakulit juga yang akan melantunkan mantra atau sesontengan khusus pada saat mengiringi Upacara Ngerebong.

5. Pelaksaanaan Tradisi Ngerebong melewati tiga tahapan

Sejarah Tradisi Ngerebong Bali, Sudah Ada Sejak 1937Pelaksanaan prosesi mendak Cepuk Poleng Papetet Kesiman. (Instagram.com/mngsuantaraa)

Upacara Ngerebong dilaksanakan pada sore hari sekitar pukul 16.00 Wita. Upacara yang juga disebut sebagai "Ngereh Lemah" ini terdiri dari tiga tahapan yaitu:

  • Ngilen Ngereh adalah prosesi memohon roh suci untuk turun dan bersemayam di tapakan Barong serta Rangda sebagai prosesi penyatuan akasa udara atau langit dan pratiwi tanah atau pertiwi. Juru pundut (yang menarikan) tapakan Barong dan Rangda lalu menyiapkan perlengkapannya. Kemudian melanjutkan upacara nuwur juru pundut yang dipimpin oleh penyarikan batur. Setelah juru pundut kerauhan (kerasukan) atau ketapak, barulah dilakukan nedunang tapakan Rangda dan disatukan pada juru pundut. Prosesi penyatuan inilah yang disebut dengan Ngereh Ba Ung atau Ngerebong, di mana tapakan sebagai simbol Ba (akasa) dan juru pundut sebagai simbol Ung (pratiwi). Sedangkan pada prosesi nuwur sebelumnya disebut dengan ngerehang
  • Setelah itu, baru lanjut ke prosesi Ngilen Ngerebong. Barong dan Rangda menari disertai para pepatih (pengawal) yang melakukan ngurek atau ngunying, yaitu menusukkan keris atau senjata tajam ke tubuhnya. Prosesi ini dilakukan dengan mengelilingi Gulungan Panyugjug yang ada di Panggungan Madya Mandala, tepatnya depan Kori Agung atau timur wantilan. Prosesi ini dilakukan sebanyak tiga kali dengan gerakan prasawia atau berlawanan dengan arah jarum jam. Ida Sesuhunan yang berwujud Barong dan Rangda diatur sedemikian rupa sesuai urutan yang telah ditetapkan. Prosesi ini diiringi tetabuhan oleh kelompok baleganjur dari Banjar Kebonkuri. Selama berlangsungnya Ngilen Ngerebong atau Pangider Bhuwana ini, ada prosesi Tabuh Rah atau sabung ayam di dalam wantilan sebagai simbol penetralisir bhuta kala
  • Ketiga adalah prosesi Nuur Prakulit yang berlangsung di Utama Mandala bersamaan dengan prosesi Ngilen Ngerebong. Pada tahapan ini juga terdapat prosesi nedunang sebuah sarana untuk Ngerebong yang disebut dengan Cepuk Poleng Papetet Kesiman. Bentuk dari sarana ini panjang seperti badan ular dan berwarna poleng atau hitam putih. Ujung Cepuk Poleng Papetet Kesiman ini diikatkan pada leher Ratu Mangku Bumi. Cepuk Poleng Papetet Kesiman digunakan sebagai sarana untuk menetralisir alam semesta agar mendapatkan keharmonisan dan kesejahteraan. Cepuk Poleng Papatet Kesiman ini akan berputar seperti halnya Ida Sesuhunan selama Ngilen Ngerebong.

Upacara Ngerebong tidak hanya diikuti oleh warga Desa Adat Kesiman saja. Ada juga dari Desa Sanur, Tohpati, Bekul, Pamogan, dan Sawangan. Hal ini ada kaitannya dengan kekuasaan wilayah Puri Kesiman pada zaman dulu.

Upacara Ngerebong memiliki daya tarik tersendiri. Selain aura gaib dan kesakralannya, wisatawan juga menantikan prosesi ngurek untuk objek foto atau video.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya