[OPINI] Alasan Usang Amerika Mendukung Israel

Hentikan genosida Israel di Palestina!

Amerika Serikat (AS) menetapkan Israel sebagai Major non NATO ally atau 'Sekutu Besar Bukan Nato' bersama Korea Selatan, Jepang, Mesir, dan Australia, pada tahun 1988. Maka tak heran, jika AS habis-habisan memberikan dukungan terhadap Israel dalam serangan  pasca peristiwa 7 Oktober 2023 di Jalur Gaza. Walaupun dukungan tersebut ditentang keras oleh rakyat Amerika dan belakangan juga ditolak oleh sebagian anggota Kongres, dukungan diplomatik, militer, dan ekonomi justru semakin masif diberikan oleh pemerintah AS kepada Israel.

Washington memberikan perlindungan diplomatik kepada Israel, salah satunya lewat penggunaan hak veto terhadap resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza. Tuntutan tersebut ditolak oleh Robert Wood, perwakilan AS untuk PBB, dengan alasan gencatan senjata akan memperluas aksi teroris Hamas di Gaza. Dukungan diplomatik ini bukan pertama kalinya. AS telah menggunakan hak veto terhadap puluhan resolusi DK PBB yang kritis kepada Israel sejak 1972. Alih-alih mencegah semakin tingginya korban sipil di Gaza, AS justru memimpin resolusi DK PBB dengan nomor 2722 untuk menuntut Angkatan Bersenjata Yaman, Houthi, menghentikan serangan mereka di Laut Merah. Kepentingan ekonomi sekutu AS lebih penting daripada nyawa manusia di Jalur Gaza.

Israel adalah negara dengan penerima bantuan militer terbesar dari AS. Selain akses ke persenjataan unggulan, AS juga memberikan keleluasan akses terhadap lembaga intelijen. Konsensus bantuan keamanan ini semakin dipertinggi sejak tahun 1980-an saat kepemimpinan Ronald Reagan. Pembiayaan militer AS mencakup 16 persen dari anggaran pertahanan militer Israel.

Dilansir dari New York Times pada Oktober 2023, AS telah memasok stok senjata berupa peluru artileri 155mm yang dapat membunuh dalam radius 100 hingga 300 meter di enam titik wilayah Israel, dan bantuan amunisi senilai sekitar 2 miliar dolar AS. Media Time pada November 2023 merilism bahwa dalam operasi militer Israel di Jalur Gaza, AS telah mengirim rudal pertahanan udara Iron Dome, bom berdiameter kecil dan 1800 kit Joint Direct Attack Munition (JDAM), jet tempur F-35, helikopter angkat berat CH-53, dan tanker pengisian bahan bakar udara KC-46. Menurut Laporan Handicap International yang diterbitkan pada 6 Desember 2023, terdapat lebih dari 12.000 bom, mulai dari 150kg-1000kg, yang dijatuhkan ke pemukiman padat penduduk di Jalur Gaza oleh Israel.

AS memiliki sebutan 'Sang Dermawan Besar' bagi Israel. Negara tersebut dapat menerima bantuan ekonomi AS dengan dan/atau tanpa syarat. Dalam catatan USNews Oktober 10 2023, Pascaperang Dunia II, bantuan ekonomi dan militer AS terhadap Israel mencapai 260 miliar dolar AS. Dari tahun 2003-2020, Israel berada di peringkat ketiga penerima dana bantuan AS setelah Irak dan Afghanistan.The Conversation pada Oktober 2023, menyebut hanya dalam satu minggu, filantropi Yahudi di AS dapat mengumpulkan dana hingga 10 juta dollar AS pasca serangan 7 Oktober untuk membantu Israel. Time pada November 2023 juga melaporkan, bahwa pemerintahan Joe Biden telah meminta dana tambahan 14,3 miliar dolar AS kepada Kongres. Dikutip dari APNews bulan November 2023, permintaan Biden disetujui oleh Kongres melalui penerbitan Undang-Undang Alokasi Tambahan Keamanan Israel. Komitmen pemberian dana darurat tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa Israel butuh bantuan untuk 'mempertahankan diri' dari serangan Hamas.

Dukungan ini menganulir pada satu pertanyaan mendasar, apa alasan AS memberikan dukungan yang terbilang 'istimewa' terhadap Israel walaupun berisiko merusak politik dalam negeri dan memperburuk posisi AS di kancah internasional?

"Kalau Amerika Serikat harus memilih memihak kemana berdasarkan alasan moral semata, negara itu harus berpihak kepada bangsa Palestina, bukan kepada Israel," tulis John J Mearsheimer dan Stephen M. Walt dalam bukunya yang berjudul Dahsyatnya Lobi Israel. Buku ini menganalisis bagaimana kelompok pro Israel di AS menciptakan kekacauan di Timur Tengah, merusak Israel itu sendiri, dan mengancam perdamaian dunia. Walaupun diterbitkan pada tahun 2007 silam, tulisan Mearsheimer dan Walt tersebut sangat layak untuk dibaca hari ini agar bisa menyikapi kolonialisme Israel di Palestina dengan bijak. Bahwa siapa pun yang menolak pendudukan Israel di Palestina bukan semata-mata perihal sikap anti-semit. Namun lebih daripada itu, pendudukan ilegal dan serangan Israel terhadap Bangsa Palestina adalah bentuk genosida modern dan perampasan kemerdekaan suatu bangsa yang telah berlangsung hampir satu abad lamanya.

1. Israel berperan penting dalam membatasi perluasan pengaruh komunisme di Timur Tengah

[OPINI] Alasan Usang Amerika Mendukung IsraelPresiden AS Joe Biden dan PM Israel Benjamin Netanyahu. (dok. X @POTUS)

Mearsheimer dan Walt melihat adanya keyakinan teguh oleh Amerika bahwa Israel dapat menghambat pengaruh Uni Soviet ke negara-negara Arab pada masa Perang Dingin. AS dan Uni Soviet memiliki kepentingan strategis yang sama terkait ekspansi minyak dan kendali atas komoditas di Timur Tengah. Israel membantu AS dalam melakukan spionase untuk mengetahui rahasia intelijen Soviet. Misalnya, pada tahun 1956 mata-mata Israel telah memberikan salinan 'pembicaraan rahasia' Perdana Menteri Soviet, Nikita S Khruschev, yang menyebutkan kesalahan Stalin kepada Amerika. Negara Paman Sam juga diberikan akses oleh Israel ke Pesawat Mig21, dan perlengkapan perang buatan Soviet yang direbut pada Perang Enam Hari 1967 dan 1973. Moskow dipermalukan oleh Israel dengan mengalahkan sekutu Soviet, seperti Mesir dan Suria, dalam perang tersebut. Kekalahan ini telah merusak reputasi Soviet dan menaikkan prestise Amerika sebagai rival di kawasan. Nilai strategis Israel dari 1967-1989 tampak jelas sebagai ujung tombak Amerika menahan ekspansi Soviet di Timur Tengah.

Barangkali alasan strategis dukungan AS terhadap Israel tersebut benar, namun bukan berarti tidak dapat dibantah. Mearsheimer dan Walt menilai kemitraan AS-Israel yang terus meningkat telah membebani ekonomi dan merugikan Amerika, serta justru lebih menguntungkan pihak Israel.

Hubungan Mesir-Soviet mengalami titik balik ketika Israel menyerang pangkalan militer Mesir di Gaza pada Februari 1955. Presiden Mesir, Gamal Abdel Nasser, kemudian membeli senjata secara besar-besaran kepada Soviet melalui kesepakatan Ceko-Mesir, dan menutup perundingan rahasia untuk perdamaian dengan Israel. Saat Perang Yom Kippur tahun 1973, Mesir menerapkan sanksi embargo dan pengurangan produksi minyak yang menyebabkan AS harus mengeluarkan anggaran sebesar 48,5 miliar dolar karena menghadapi krisis minyak. Sanksi tersebut merupakan respon agresif atas keputusan Pemerintah Richard Nixon yang memberikan bantuan dana darurat kepada Israel sebesar 2,2 miliar dolar selama perang tersebut.

Selain beban ekonomi, peran Israel dalam membatasi pengaruh Soviet di Timur Tengah tidak cukup signifikan. Dukungan AS terhadap pendudukan ilegal Israel di Gaza, Tepi Barat, Sinai, dan Dataran Tinggi Golan pada 1967 telah membuat beberapa rezim di Timur Tengah mendekat dan menjalin hubungan akrab dengan Uni Soviet. Harry Shaw dalam Mearsheimer dan Walt mencatat bahwa di tahun 1980, sebagian petinggi Israel secara terang-terangan menolak kontak senjata antara Israel dengan pasukan darat Soviet yang sedang menuju ke Teluk Persia untuk menguasai akses minyak di sana. Jelas, tindakan Israel tersebut adalah bentuk ketidaksetiakawanan terhadap Amerika dan menguntungkan posisi Uni Soviet.

Sebagaimana ditulis Arnold Krammer (1974) The Forgotten Friendship: Israel and the Soviet Bloc 1947-53, Soviet adalah 'kawan lama' Israel. Pada Mei 1947, Soviet memberikan dukungan diplomatik untuk pendirian negara Yahudi-Israel yang diwakili oleh Andrei Gromyko, Menteri Luar Negeri Soviet. Pada September 1948, Kremlin memberikan akomodasi amunisi, satu unit brigade tempur Czech, dan tempat pelatihan khusus di Cekoslowakia bagi paramiliter Yahudi Hagana atas saran Pemimpin Komunis Shmuel Mikunis yang dekat dengan Ehud Avril. Motif Soviet memberikan bantuan tersebut untuk menarik Israel ke Blok Timur, secara tidak langsung mengusir orang Yahudi yang berpotensi membangkang terhadap kebijakan Hungaria dan Rumania dengan memasukkan mereka ke unit tentara, dan orang-orang yang terusir akan melakukan imigrasi ke Israel serta diambil propertinya oleh Soviet didasarkan pada UU Ntirnberg 1935 Nazi Jerman. Laporan The Jerussalem Institute for Strategy and Security (2018) menunjukkan, bahwa pascaUni Soviet runtuh pada 1991, sebagai sahabat dekat dan sudah menjadi sikap umum, Rusia bertindak sebagai mediator antara Barat dan Israel.

Peran Israel terhadap pembatasan pengaruh komunis di Timur Tengah diragukan nilai strategisnya, karena Israel jelas mendahulukan kepentingannya dengan bertindak seperti sekutu yang tidak setia dan berpijak pada dua kaki. Kesimpulan ini sesuai dengan pernyataan Henry Kissinger dalam Mearsheimer dan Walt yang mengatakan "Kekuatan Israel tidak mencegah penyebaran komunisme di dunia Arab. Fungsinya cuma mempertahankan kelangsungan hidup Israel."

2. Sekutu dalam menumpas teroris

[OPINI] Alasan Usang Amerika Mendukung IsraelPuluhan ribu infrastruktur hancur sejak serangan brutal Israel yang membombardir wilayah Palestina pada 7 Oktober 2023. (twitter.com/UNRWA)

Pakar Hubungan Internasional, Mearsheimer dan Walt, juga menyebut pembenaran strategis dukungan AS ke Israel karena dua negara ini memiliki kesamaan kepentingan dalam 'perang global melawan teror'. Israel diberi sumber daya sebanyak-banyaknya tanpa syarat oleh AS, agar dapat 'menghukum' rezim otoriter yang mensponsori aksi teroris dan poros kejahatan di Timur Tengah. Misalnya, perang melawan kelompok yang teridentifikasi sebagai teroris seperti Al Qaeda, Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam, serta negara yang dinilai telah mendanai kelompok teror seperti Afghanistan, Irak, Iran, Sudan, Libya, dan Suriah.

Padahal dalam analisis Mearsheimer dan Walt, jusru dukungan AS terhadap Israel telah menciptakan poros dunia Arab yang anti Amerika dan memperluas kelompok ekstrimis di Timur Tengah. Kelompok resisten Arab membenci Amerika bukan karena AS mengusung nilai-nilai sekuler, namun alasan utamanya dan paling umum adalah adanya ketidaksetujuan atas kebijakan politik luar negeri AS yang berpihak pada Israel. Dukungan AS terhadap Israel telah menimbulkan kerugian dan bencana bagi Amerika itu sendiri.

Al Qaeda merupakan kelompok teroris yang paling diburu oleh intelijen Amerika pascaserangan 11 September 2001. Menurut Benjamin dan Simon dalam Mearsheimer dan Walt, penyebab serangan tersebut sebagai balas dendam atas persekongkolan Israel-Amerika yang menciptakan pertumpahan darah di Palestina dan Irak. Persekongkolan ini disebut 'persekutuan Perang Salib Zionis' dalam fatwa bin Laden 1996. Melansir Newsweek November 2023, viral di TikTok dokumen 'Surat untuk Amerika' yang ditulis oleh Osama bin Laden pada tahun 2002. Surat ini sudah pernah diterbitkan oleh media AS The Guardian dan New York Times, namun telah dihapus pascaviral. Dalam surat tersebut, bin Laden mengawali tulisannya yang membeberkan alasan Al Qaeda menyerang Gedung Pentagon dalam serangan 911, karena Amerika mendukung pendudukan ilegal Yahudi di Palestina, bukan semata-semata karena moral anti Barat. Jewish Telegraphic Agency pada November 2023 menyebut surat tersebut sebagai sikap teroris yang anti semit.

Berbeda dari Al Qaeda, Hizbullah tidak menyerang kepentingan pokok keamanan Amerika. Namun kedua kelompok militan ini memiliki tujuan aksi teror yang sama, murni menyerang Israel. Ahli Sejarah Universitas Hebrew, Moshe Maoz, dalam Mearsheimer dan Walt, mengamati serangan Hizbullah kepada tentara Amerika di Lebanon tidak lepas dari sikap anti Israel. Pendapat Maoz diperkuat oleh Patrick Seale, Pakar Masalah Timur Tengah, yang menyatakan Hizbullah adalah resistensi lokal yang bertujuan menyerang Israel.

Saat esklasi serangan Israel ke Gaza semakin masif pada bulan Oktober 2023, Hizbullah menyerang pangkalan militer AS di ladang gas Canoco, timur laut Deir Ezzor di Suriah Timur. Kelompok bersenjata yang terhubung dengan Tehran turut melakukan serangan terhadap pangkalan militer AS di Kharab Al Jir, Suria, dan Irak Barat. ABC News pada November 2023 melaporkan pertempuran IDF dan Hizbullan di perbatasan Lebanon-Israel merupakan gejolak kekerasan terbesar semenjak tahun 2006. Pemimpin Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah, telah memberikan peringatan bahwa pengeboman Israel yang didukung AS di Jalur Gaza akan meningkatkan tensi konflik regional.

Begitu pula yang dilakukan angkatan bersenjata Houthi Yaman yang menyerang kapal dagang AS dan sekutunya di Laut Merah dan Bab el-Mandeb, tidak lepas dari serangan Israel kepada penduduk Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Houthi melakukan aksi penyanderaan, penghancuran, dan pembatasan lintas kapal dagang AS. Serangan ini merugikan dan mengganggu perekonomian global, terutama AS dan negara-negara sekutunya. AS kemudian mengirimkan pasukan angkatan laut, Navy SEALs, untuk melawan Houthi melalui Operation Prosperity Guardian. Operasi ini berhasil merampas senjata butan Iran yang akan dikirim ke Yaman. Melansir The Guardian Januari 2024), dua kapal Navy SEALS dinyatakan hilang dalam operasi tersebut. Akibat insiden ini, Pemerintahan Biden berencana mengaktifkan kembali status Houthi sebagai teroris global, yang sebelumnya pernah dicabut pada tahun 2021. Implikasi pengaktifan status teroris Houthi adalah Yaman akan mengalami kesulitan dalam menerima bantuan internasional ke depannya.

Masalah terorisme di Timur Tengah berpangkal pada genosida Israel di Palestina yang berdampak pada krisis regional. Maka, keputusan AS untuk menggandeng Israel sebagai mitra strategis melawan teroris adalah keputusan yang cacat, karena dapat membahayakan politik dalam dan luar negeri AS itu sendiri.

3. Sebagai negara lemah, Israel butuh bantuan AS

[OPINI] Alasan Usang Amerika Mendukung IsraelIlustrasi Genosida (unsplash.com/Patrick Perkins)

Para pemimpin Israel bersikeras mempertahankan citra Israel sebagai negara lemah yang dikepung oleh musuh-musuh kuat di kawasan Timur Tengah, selayaknya raksasa Goliath Arab mengepung Daud Yahudi. Menurut pengamatan Mearsheimer dan Walt, citra ini berbanding terbalik dengan fakta yang sebenarnya. Kekuatan militer Israel paling unggul di Timur Tengah. Angkatan perang konvensionalnya jauh lebih baik dan lebih unggul daripada angkatan perang negara-negara tetangganya, dan Israel merupakan satu-satunya negara di kawasan yang memiliki senjata nuklir. Israel secara militer selalu lebih kuat daripada lawan-lawan bangsa Arabnya.

Julian Borger, kolumnis The Guardian, mencatat Israel telah mengembangkan senjata nuklir secara rahasia sejak tahun 1950-an. Namun AS dan Inggris hanya menutup mata. Israel berhasil merakit persenjataan nuklir bawah tanah, diperkirakan mencapai 80 hulu ledak di tahun 2014, setara dengan nuklir India dan Pakistan. Israel menjalankan operasi klandestin pembuatan senjata nuklir dengan menarik ilmuwan nuklir top AS, Arthur Biehl. Pengembangan senjata tersebut juga tidak lepas dari peran Presiden Prancis, Pierre Mendès France, yang menjual bahan-bahan material pembuatan nuklir ke Israel pada Desember 1954, dan mengirim insinyur Prancis ke Demona. Pada tahun 1968, Direktur CIA, Richard Helms, mengatakan kepada Presiden Johnson bahwa Israel memang berhasil membangun senjata nuklir. Mantan Ketua Knesset, Parlemen Israel, Avraham Burg, membenarkan kepemilikan negara Israel atas senjata nuklir. Israel juga enggan menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir [NPT] 1968, yang memperkuat tuduhan Israel memiliki senjata nuklir.

Sulit untuk dapat memprediksi negara-negara musuh berpeluang menghancurkan atau menaklukkan Israel. Negara-negara Liga Arab telah menyepakati perjanjian perdamaian dengan Israel yang diinisiasi oleh Arab Saudi dalam konferensi tingkat tinggi Arab pada Maret 2002. Prakarsa perdamaian ini mendapatkan dukungan secara penuh dan bulat. Sementara itu, Hamas dan Hizbullah terus menolak eksistensi dan terus mengganggu Israel. Namun, Mearsheimer dan Walt, menilai kelompok ini tidak memiliki kemampuan mengambil alih kekuasaan Israel. Sekalipun, Iran berhasil membuat senjata nuklir dan akan menjadi rival yang cukup kuat di kawasan untuk bertempur dengan Israel, Iran tidak dapat menyerang Israel tanpa menghancurkan negaranya sendiri.

Jumlah penduduk dan sumber daya Israel dan dunia Arab tidak dapat dipertimbangkan, mengingat kekuatan militer Israel yang unggul. Kata Mearsheimer dan Walt, negara-negara Arab sangat tidak efektif dalam menerjemahkan sumber daya laten ke dalam kekuatan militer, sementara Israel, sebaliknya, harus diacungi jempol dalam hal ini.

Kekuatan militer tersebut dapat dilihat saat perang kemerdekaan Israel yang berjalan dalam dua tahap konflik. Pertama,  perang kecil antara kelompok bersenjata Yahudi dan kelompok Palestina pada 29 November 1947 hingga 14 Mei 1948. Mearsheimer dan Walt, melihat kemenangan zionis atas perang ini tidak adil. Karena meskipun jumlah penduduk Yahudi jauh lebih sedikit daripada penduduk Arab Palestina, tetapi satuan-satuan tempur Yahudi memiliki sumber daya manusia yang jauh lebih besar dan siap di medan perang, mempunyai persenjataan lengkap, lebih terorganisir dan terlatih, dibanding kelompok bersenjata Palestina yang kekuatannya belum pulih secara total akibat kekalahan dalam pemberontakan 1936-1939 melawan kolonial Inggris. Yigal Yadin, Komandan Militer Senior dalam Perang 1948 dan Kepala Staf Kedua IDF, dalam Mearsheimer dan Walt, mengatakan kalau bukan karena kehadiran Inggris di Palestina sampai Mei 1948, tentara Yahudi pasti dapat menumpas perlawanan Palestina hanya dalam satu bulan.

Tahap kedua perang kemerdekaan Israel disebut perang internasional antara Israel dengan lima negara Arab (Suriah, Mesir, Lebanon, Yordania, dan Irak), dimulai pada 15 Mei 1948 hingga 7 Januari 1949. Bagi Bangsa Palestina, perang ini menandai awal terjadinya rangkaian peristiwa An-Nakba bermakna malapetaka atau bencana. Berdasarkan catatan Morris dalam Mearsheimer dan Walt, Israel mengerahkan 35.000 tentara menghadapi pasukan 25.000-30.000 tentara Arab pada awal dimulainya perang dengan kode 'Operasi Dani' di pertengahan Mei 1948. Memasuki bulan Juli, pasukan IDF ditingkatkan hingga 65.000 tentara, dan di bulan Desember mencapai 90.000 tentara. Gabungan angkatan bersenjata Israel selalu jauh lebih besar daripada angkatan bersenjata Arab di tahap mana pun. Persenjataan Israel juga jauh lebih lengkap daripada pasukan Arab, kecuali selama dua puluh lima hari pertama (15 Mei sampai 10 Juni 1948). Hemat kata, brigade militer zionis jauh lebih perkasa dan berhasil memenangkan perang melawan tentara Arab di semua tahap, kendati jumlah penduduk negara-negara Arab jauh lebih banyak.

Shlomo Ben Ami, Ahli Sejarah sekaligus Mantan Menteri Luar Negeri Israel, memandang kekalahan Arab disebabkan oleh kurangnya persiapan dan buruknya koordinasi, tentara-tentara Arab diterjunkan ke medan perang karena desakan rakyat dan kepentingan merebut wilayah-wilayah dalam persekutuan Arab untuk diklaim menjadi wilayahnya. Misalnya, dalam serangan Oktober 1973 terhadap Israel, Mesir berharap dapat merebut sebagian wilayah Semenanjung Sinai, sementara Suriah berkeinginan untuk merebut kembali Dataran Tinggi Golan, bukan semata-mata melawan agar Bangsa Palestina merdeka.

Bencana Besar atau catastrophic telah terjadi kembali di Plaestina. Serangan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah memasuki lebih dari 100 hari. Berdasarkan laporan Washington Post, per 15 Januari 2024, serangan tersebut telah menewaskan 24.100 korban jiwa dan 60.834 lainnya mengalami luka-luka. Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan dua per tiga dari para korban, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Laporan UNICEF menunjukkan 46 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza adalah anak-anak. Berdasarkan reportase Aljazeera pada November 2023, tentara Israel telah membunuh rata-rata 100 anak-anak setiap hari dalam serangan tersebut. The Guardian pada Oktober 2023 merilis setidaknya 1,1 juta penduduk di Gaza Utara telah bermigrasi ke Gaza selatan, dan terdapat 400.000 jiwa turut berpindah bahkan sebelum serangan bom IDF dilancarkan ke Jalur Gaza.

Genosida Israel di Gaza telah menciptakan krisis di berbagai sektor. Reutes pada November 2023 melaporkan serangan Israel di Jalur Gaza telah menghancurkan lebih dari 222.000 unit rumah. Sebanyak 625.000 siswa tidak dapat mengakses pendidikan karena lebih dari 279 atau 51 persen dari total fasilitas pendidikan telah rusak. Selain itu, 70 persen warga Gaza tidak memiliki akses terhadap air bersih yang berdampak pada krisis sanitasi. Pabrik desalinasi air laut di Khan Younis, Gaza Selatan, hanya dapat berfungsi 5 persen dari kapasitasnya. Karena infrastruktur banyak yang rusak, warga Gaza kesulitan untuk memasak dan mendapatkan pangan layak. IDF juga membatasi truk-truk bantuan kemanusiaan yang akan masuk ke Jalur Gaza, akibatnya kelaparan semakin meningkat. Krisis bahan bakar berdampak pada terbatasnya layanan telekomunikasi dan beberapa wilayah Gaza terpaksa memadamkan listrik untuk memprioritaskan kebutuhan listrik di rumah sakit. Kemiskinan akan meningkat di Gaza dengan perkiraan 20-50 persen. 

Fakta di atas menggambarkan bagaimana IDF melakukan tindakan terorisme terhadap warga Jalur Gaza. Mearsheimer dan Walt memaknai terorisme pada hakikatnya merupakan taktik menyerang sasaran-saran musuh tanpa pandang bulu, terutama warga sipil, dengan tujuan menebar rasa takut, menjatuhkan moral, dan memancing reaksi-reaksi kontraproduktif dari pihak lawan. Kaum zionis menggunakan taktik terorisme.

Mearsheimer dan Walt mempertegas dalam bukunya, jika mendukung pihak yang lemah adalah merupakan alasan utama, Amerika Serikat seharusnya mendukung lawan-lawan Israel.

4. Israel lebih demokratis dibanding Arab yang otoriter

[OPINI] Alasan Usang Amerika Mendukung IsraelPara pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri Netanyahu dan pembebasan lebih dari 200 warga Israel yang disandera oleh Hamas. (Ammar Awad/Reuters)

Pendukung Israel mengampanyekan negara itu sebagai satu-satunya negara demokratis di Timur Tengah, dikelilingi negara-negara otoriter yang dipimpin seorang diktator. Tetapi Mearsheimer dan Walt tidak setuju apabila alasan tersebut menjadi landasan Amerika memberikan dukungan 'istimewa' terhadap Israel, mengingat banyak negara pengusung demokrasi di dunia, namun hanya Israel yang diberikan bantuan berlimpah tanpa syarat. Amerika merupakan negara yang menganut demokrasi liberal, mengakui semua ras, agama, etnis, dengan pemenuhan hak yang setara. Nilai demokrasi tersebut tidak dianut oleh konstitusi Israel yang justru menekankan nilai-nilai apartheid.

Status demokrasi Israel tidak sempurna dan patut diragukan karena mengimplementasikan kebijakan diskriminatif dan rasis anti Arab. Tahun 1992, komite Knesset menghapus pasal dalam UUD Israel yang memandatkan persamaan hak bagi warga Israel, tidak terbatas pada jenis kelamin, agama, kebangsaan, ras, kelompok etnik, negara asal atau faktor-faktor lain yang tidak relevan. Warga Israel keturunan Arab kemudian melakukan sejumlah upaya untuk mengamandemenkan UUD dengan menambahkan ungkapan tentang persamaan hak di mata hukum. Tentu, upaya ini ditolak oleh kelompok Yahudi Israel. Konstitusi yang rasis tersebut berbeda sekali dengan Amerika yang menjamin martabat dan kemerdekaan manusia sesuai Bill of Rights AS.

Israel juga merupakan negara patriarki, yakni menuntut perempuan Israel agar menjadi mesin pencetak anak. David ben Gurion, Perdana Menteri pertama Israel, dalam Mearsheimer dan Walt mengumumkan agar perempuan Yahudi mana pun yang, kecuali karena keadaannya sendiri, tidak melahirkan sekurangnya empat anak yang sehat bagi negeri ini, dianggap melakukan pembangkangan seperti pemuda yang menghindar dari wajib militer. Tujuan ben Gurion mewajibkan perempuan Israel memiliki banyak anak adalah untuk membatasi peningkatan populasi Arab Palestina di wilayah Israel. Bagaimanapun, warga Yahudi harus menjadi penduduk mayoritas daripada muslim Arab.

Kemunduran demokrasi Israel telah berlangsung bahkan sebelum serangan di Jalur Gaza berlangsung sejak 7 Oktober 2023. Tahun 2022, Komisi Penyelidikan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR), terdiri dari tiga anggota tim Navanethem Pillay (Afrika Selatan), Miloon Kothari (India), dan Christopher Sidoti (Australia), menemukan bahwa Israel telah melakukan pelanggaran hukum internasional melalui kebijakan aneksasi ilegal secara parmanen di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Israel dan Yerussalem Timur. Tentara Israel melakukan pembongkaran rumah, penghancuran properti, pemindahan penduduk secara paksa, pengambilalihan lahan untuk eksploitasi tanah dan monopoli sumber daya alam. Motivasi penyitaan tanah ditujukan memenuhi kepentingan militer, namun sejatinya untuk membangun dan memperluas pemukiman Yahudi. Pendudukan ilegal Israel tersebut berakibat pada erosi hak-hak ekonomi, sosial, dan politik, warga Palestina utamanya kepada perempuan dan anak-anak.

Media Israel Haaretz pada Januari 2024 melaporkan, Pemerintah Israel telah membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat, pengetatan pengawasan terhadap sipil, distribusi penggunaan senjata meluas, dan Pemerintah Netanyahu memperlemah peradilan atas perang. Pada 5 November 2023, warga sipil Israel melakukan demonstrasi di depan rumah Netanyahu, Yerussalem Tengah, agar Bibi mundur dari kabinetnya karena buruknya penanganan korupsi dalam negeri, gagalnya pembebasan sandera, dan penghentian perang di Jalur Gaza. Walaupun demikian, pemakzulan Netanyahu tidak lagi menjadi prioritas utama. Kelompok oposisi dalam Pemerintahan Israel kini bersatu dengan Bibi untuk menumpas Hamas.

John Mearsheimer dalam wawancara Middle East Eye Desember 2023 lalu menegaskan, justru IDF bukan Hamas yang membunuh sebagian besar warga sipil Israel di acara Festival Supernova, Re'im Kibbutz, Israel Selatan, pada 7 Oktober 2023. Pembunuhan ini didasarkan pada Protokol Hannibal, IDF membunuh warga sipil Israel agar mereka tidak menjadi sandera Hamas. Haaretz  juga merilis fakta, bahwa IDF telah melakukan penembakan terhadap warga sipil Israel. Media Haaretz pada Desember 2023 juga melaporkan tentara Israel membunuh tiga warga Israel, Samer Fuad El-Talalka, Yotam Haim, dan Alon Shamrizsandera, yang merupakan sandera Hamas. Ketiga sandera tersebut ditembak di Shujaiyeh, Gaza Utara. Haaretz pada Januari 2024 juga mengklaim, bahwa IDF kembali membunuh perempuan Israel, Avihu Mori, di perbatasan Gaza.

Afrika Selatan mengajukan permohonan proses hukum terhadap Israel, yang diduga melanggar Konvensi Genosida ke Mahkamah Pengadilan Internasional (ICJ) pada 29 Desember 2023. ICJ menuntut Israel agar berhenti melanjutkan dan mengendalikan operasi militer di Jalur Gaza, mencegah berlangsungnya genosida, menghentikan pembunuhan, pengusiran, pemindahan penduduk secara paksa, dan tindakan mencegah kelahiran.

Alasan kesamaan sebagai pengusung negara demokrasi, dengan fakta-fakta tersebut di atas menjadi lemah. Israel adalah negara kolonialis yang merampas hak-hak rakyat Palestina dan telah melakukan kejahatan genosida di Jalur Gaza.

5. Alasan moral yang hipokrit

[OPINI] Alasan Usang Amerika Mendukung Israelilustrasi truk bantuan ke Gaza (twitter.com/@UNRWA)

Alasan moral dukungan AS terhadap Israel yang santer terdengar di kalangan publik yaitu 'mendukung Israel adalah kehendak Tuhan'. Alasan ini getol disuarakan oleh Zionis Kristen yang berhaluan politik Kristen Kanan. Kelompok tersebut dipandang sebagai 'mitra junior' yang penting dalam orbit gerakan pro Israel di komunitas Yahudi Amerika. Zionisme Kristen berangkat dari teori dispensasionalisme, yang menekankan bahwa dunia akan mengalami periode penderitaan buruk sampai kedatangan kembali Kristus. Teori ini lahir di Inggris pada abad ke-19 oleh Pendeta Anglikan Louis Way dan John Nelson Darby. Sedangkan di Amerika, teori dispensasionalisme dipopulerkan oleh ahli teologi Protestan, Dwight Moody dan William E.Blackstone pada akhir abad 19 hingga awal abad 20.

Dikutip dalam buku Mearsheimer dan Walt, kaum dispensasionalisme menafsirkan penguasaan Israel terhadap Yerussalem dan Tepi Barat (Partai Likud Israel menyebutnya Yudea dan Samaria) sebagai pemenuhan nubuat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan "tanda-tanda" ini mendorong mereka serta penginjil-penginjil Kristen lain untuk mengusahakan agar Amerika Serikat berada di "pihak yang benar", seperti tersurat dalam kitab suci Kristiani ketika akhir zaman tiba. Zionis Kristen menentang solusi dua negara atau bentuk konsesi teritorial manapun kepada bangsa Palestina.

Kelompok politik sayap kanan Israel yang berhaluan garis keras (hawkish) berhubungan erat dengan gerakan Kristen Kanan Amerika, karena memiliki semangat ekspansionis yang sama untuk menciptakan Israel Raya. Abraham Foxman, Direktur Eksekutif American Jewish Commitee, dalam Mearsheimer dan Walt, memberikan pandangan bahwa persekutuan Kristen Kanan dengan kelompok Yahudi adalah pragmatis. Menurutnya, Zionis Kristen melulu berbicara akhir zaman, tetapi Israel bergantung pada keseimbangan (kekuatan Amerika) hari ini.

Satu kelompok Zionis Kristen di Amerika adalah Christian United for Israel (CUFI), didirikan oleh John Hagee. CUFI disebut sebagai American Israel Public Affairs Committee, sebuah kelompok Yahudi Amerika, versi Kristen. Hagee menekankan dukungan terhadap Israel karena negara tersebut diciptakan oleh upaya Tuhan, sedangkan negara lain didirikan oleh upaya manusia.

Hagee membangun kerja sama antara Zionis Kristen dan kelompok Yahudi Amerika berdasarkan kesamaan reliugisitas. Namun, komitmen teologis ini cukup hipokrit. Dalam Jerussalem Countdown karya Hagee, ia menulis bahwa Bangsa Yahudi memiliki segalanya, kecuali kehidupan spritual (bermakna Bangsa Yahudi tidak taat terhadap Tuhan). Sikap anti-Semit merupakan akibat "pemberontakan bangsa Yahudi [terhadap Tuhan]" ... sehingga Bangsa Yahudi Israel secara keseluruhan akan mengaku bahwa Ia (Yesus) adalah Tuhan.

Sami Awad, seorang Kristen Palestina dari Betlehem sekaligus Direktur Holy Land Trust, dalam Truthout, menyatakan Zionisme Kristen menganut ideologi berbasis kolonialis yang mengedepankan tren revisionis untuk mempromosikan rasisme, apartheid, penindasan, dan monopoli sumber daya alam, menggunakan pendekatan teologi Kristen fundamentalis. Menurutnya, ideologi kolonialis tersebut justru bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus yang mengutamakan kedamaian.

Mearsheimer dan Walt, mengatakan barangkali kaum Zionis Kristen percaya nubuat dalam kitab suci mereka yang membenarkan penguasaan Bangsa Yahudi atas seluruh wilayah Palestina, tetapi prinsip-prinsip Kristen yang lain, misalnya sebuah perintah Kristus untuk mencintai sesamamu seperti mencintai diri sendiri, bertentangan sekali dengan sikap Israel kepada rakyat Palestina.

6. Menuntut Amerika agar berhenti mendukung genosida Israel di Jalur Gaza

[OPINI] Alasan Usang Amerika Mendukung Israelilustrasi konflik Israel-Palestina (pixabay.com/Hosnysalah)

Gerakan pembebasan Palestina di seluruh dunia tidak terkecuali di Amerika dan Israel, telah berlangsung sejak Oktober 2023. Aksi solidaritas ini tidak lepas dari tuntutan warga dunia agar menghentikan dukungan Amerika terhadap serangan Israel di Palestina. Bahkan, juga terjadi gelombang demonstrasi besar-besaran rakyat Israel untuk memakzulkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, karena buruknya kondisi politik dalam negeri dan tidak kunjung redanya serangan Israel di Gaza. Sebagai negara adidaya, AS memiliki peran penting dalam menghentikan genosida Israel di Jalur Gaza dengan berhenti mendukung Israel baik secara militer, ekonomi, dan diplomatik. AS berkewajiban membantu Israel apabila negara tersebut berada dalam kondisi yang berbahaya dan tidak mampu menghalau musuh. Israel perlu mandiri dari bantuan AS demi kepentingan Israel, Palestina, dan Amerika sendiri. 

Mearsheimer dan Walt memberikan solusi agar dapat memulihkan kerusakan-kerusakan akibat kebijakan yang diterapkan AS di  Timur Tengah meliputi Identifikasi kepentingan-kepentingan Amerika di Timur Tengah; Menyusun garis besar strategi untuk mengamankan kepentingan-kepentingan tersebut; Mengembangkan hubungan baru dengan Israel; Mengakhiri konflik Palestina Israel melalui solusi dua negara; Mengubah lobi menjadi kekuatan yang konstruktif.

Ufiya Amirah Photo Community Writer Ufiya Amirah

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya