KPK Gelar OTT di Kemendikbud Tapi Kasusnya Diserahkan ke Polri

OTT terkait pemberian THR dari rektor UNJ ke Kemendikbud

Jakarta, IDN Times - Di tengah hiruk pikuk penanganan pandemik COVID-19, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja dalam senyap untuk memproses koruptor. Salah satu caranya pada Rabu (20/5) kemarin, penyidik KPK bekerja sama dengan pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di institusi yang dipimpin oleh Menteri Nadiem Makarim itu. 

Deputi Penindakan Brigjen (Pol) Karyoto mengatakan KPK bisa menggelar operasi senyap itu berkat adanya informasi dari pihak Itjen Kemendikbud. 

"Informasi yang diperoleh KPK perihal dugaan akan adanya penyerahan sejumlah uang yang diduga dari pihak Rektor UNJ kepada para pejabat di Kemendikbud dalam rangka Hari Idulfitri," kata Karyoto melalui keterangan tertulis pada Kamis (21/5). 

Dari OTT itu, penyidik komisi antirasuah berhasil menyita barang bukti berupa uang senilai US$1.200 atau setara Rp17,6 juta dan Rp27,5 juta. Duit itu diperoleh dari Kepala Bagian Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor. 

Namun, uniknya, setelah penyidik komisi antirasuah memeriksa tujuh orang baik dari pihak UNJ dan Kemendikbud, KPK memutuskan untuk melimpahkan kasusnya ke pihak kepolisian. Lho, mengapa OTT komisi antirasuah justru dilimpahkan ke Mabes Polri?

1. KPK menilai individu yang diduga pemberi dan penerima gratifikasi bukan penyelenggara negara

KPK Gelar OTT di Kemendikbud Tapi Kasusnya Diserahkan ke Polri(Wakapolda DI Yogyakarta Brigjen Pol Karyoto) Istimewa

Operasi senyap kali ini terkesan janggal, sebab dilakukan oleh KPK, tetapi tindak lanjutnya diteruskan oleh pihak kepolisian. Menurut Karyoto, usai memeriksa tujuh orang baik dari pihak Kemendikbud dan UNJ, belum ditemukan unsur pelaku penyelenggara negara. 

"Sehingga selanjutnya dengan mengingat kewenangan, tugas pokok dan fungsi KPK maka KPK melalui unit koordinasi dan supervisi penindakan menyerahkan kasus tersebut kepada kepolisian RI," kata pria yang pernah menduduki posisi sebagai Wakapolda DI Yogyakarta itu melalui keterangan tertulis pada malam ini. 

Bila ditangani oleh KPK, maka usai 1X24 jam operasi senyap, maka sudah ada individu yang ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi, dalam OTT ini, belum diketahui status hukum dari orang-orang yang dimintai keterangan oleh komisi antirasuah. 

Baca Juga: Firli Bahuri Usahakan Gaji Pegawai KPK Tak Turun Meski Beralih ke PNS

2. Rektor UNJ merupakan penyelenggara negara dan pernah lapor LHKPN ke KPK

KPK Gelar OTT di Kemendikbud Tapi Kasusnya Diserahkan ke Polri(Dr. Komarudin ketika dilantik menjadi Rektor UNJ pada 26 September 2019) www.unj.ac.id

Bila komisi antirasuah menilai tidak ada penyelenggara negara yang bisa diproses, maka seharusnya rektor UNJ, Dr. Komarudin statusnya bisa dinaikan menjadi tersangka. Berdasarkan kronologi yang dirilis oleh KPK, Komarudin pada (13/5) diduga meminta kepada para dekan fakultas dan lembaga di UNJ untuk mengumpulkan uang THR masing-masing Rp5 juta melalui kepala bagian kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor. 

Duit THR itu rencananya akan diserahkan oleh Komarudin kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti dan beberapa staf di Kemendikbud. Pada (19/5) terkumpul dana sebesar Rp55 juta dari 8 fakultas, dua lembaga penelitian dan pascasarjana. 

Pada (20/5) atau hari OTT, Dwi membawa duit senilai Rp37 juta ke Kemendikbud. Selanjutnya di sana, duit itu dibagi-bagikan ke beberapa pegawai. 

Bila melihat kronologinya maka Komarudin bisa ditetapkan sebagai tersangka. Ia juga merupakan penyelenggara negara karena pernah melaporkan harta kekayaan ke KPK pada Desember 2019 lalu. Berdasarkan data di LHKPN, Komarudin memiliki harta total mencapai Rp2,3 miliar. 

3. KPK mengimbau agar penyelenggara negara tidak korupsi

KPK Gelar OTT di Kemendikbud Tapi Kasusnya Diserahkan ke PolriIDN Times/Sukma Shakti

Di bagian akhir, komisi antirasuah kembali mengingatkan agar tidak melakukan korupsi dengan cara menerima uang yang tidak sah seperti gratifikasi. Apalagi saat ini Indonesia tengah dalam situasi prihatin akibat dilanda pandemik COVID-19. 

Dalam catatan IDN Times, ini merupakan operasi senyap ketiga yang dilakukan oleh KPK di bawah kepemimpinan Komjen (Pol) Firli Bahuri. Operasi senyap sebelumnya yang dilakukan terhadap salah satu komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sempat membuat gaduh karena ikut menyeret parpol penguasa yakni PDI Perjuangan. 

Baca Juga: Nasi Goreng Hambar ala KPK di Kasus Nurhadi dan Harun Masiku

Topik:

Berita Terkini Lainnya