[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?

Evaluasi itu bagian dari lesson learned

Pagi itu, pintu gerbang masuk Kepolisian Sektor (Polsek) Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, ditutup selama kegiatan apel. Namun Aipda Sofyan Didu justru berjibaku menghalangi Agus Sujatno yang memaksa masuk dan menerobos barisan apel. Ia mundur begitu Agus Sujatno mengacungkan senjata tajam (sajam). Tak lama setelah itu, terdengar suara ledakan keras dari arah depan pintu masuk Polsek Astana Anyar pukul 08.20 WIB, Rabu (7/12/2022). Agus Sujatno dan Aipda Sofyan meninggal di lokasi, sementara sepuluh personel lainnya terluka. Atas peristiwa ini, Aipda Sofyan naik pangkat menjadi Aiptu Anumerta setelah melindungi para personel lainnya.

Denpasar, IDN Times - Delapan Desember 2022, Komandan Satuan Brigade Mobile Kepolisian Daerah (Dansat Brimob Polda) Jabar, Kombes Yuri Karsono, menyatakan Agus Sujatno alias Agus Muslim datang sambil mencangkel ransel di dada dan punggungnya. Kedua tas itu berisi bom panci. Namun yang meledak pada 7 Desember 2022 adalah komponen bom panci di punggungnya. Sedangkan ransel di depannya terpental.

Bom panci itu berisi paku, baterai, hingga residu Triacetone Triperoxide (TATP). Daya ledaknya sendiri masih dikaji oleh Unit Penjinak Bom dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri. Ini bukan pertama kalinya Agus Sujatno melakukan aksi. Ia perakit bom panci di Cicendo, Kota Bandung, pada tahun 2017. Dalam kasus tersebut, pria berusia 34 tahun ini divonis penjara 4 tahun di LP Nusakambangan, dan bebas 2021.

Banyak pihak mulai mempertanyakan tanggung jawab Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) selama menjalankan program deradikalisasi dan koordinasinya dengan intelijen terhadap jaringan terorisme. Sebab Agus Sujatno adalah eks narapidana terorisme (napiter). Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) juga bakalan memanggil BNPT terkait hal ini.

"Kenapa terjadi lagi? Itu kan dia pernah ketangkap kasus yang sama, tapi kok keluar penjara masih ini (melakukan tindakan teror) lagi. Nah, ini makanya kita akan panggil," kata Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Nazaruddin Dek Gak, melansir ANTARA, Jumat (9/12/2022).

Menurut BNPT, institusinya sudah bekerja maksimal melakukan pencegahan, dan pengusutan sampai tidak ada lagi tempat untuk ideologi kekerasan serta intoleran. BNPT juga menyatakan terus-menerus mengevaluasi program-program deradikalisasi yang mereka bentuk.

"BNPT sesuai perundang-undangan melakukan pencegahan mulai dari kesiapsiagaan nasional sampai deradikalisasi. Kita sudah semaksimal mungkin melakukan pencegahan," ungkap Sekretaris Utama BNPT, Dedi Sambowo, saat dikonfirmasi di Kawasan Terpadu Nusantara (KTN) Turen, Kamis (8/12/2022).

Dedi mengatakan, BNPT telah meningkatkan program deradikalisasi. Termasuk meresmikan KTN di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur; Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah; Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat; Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah; dan di Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dinilai efektif untuk deradikalisasi.

"Sesuai instruksi dari Kemenpolhukam, bahwa kegiatan KTN ini efektif untuk deradikalisasi. Nanti akan ditambah KTN di Banten, Lampung, Aceh yang akan dilakukan secara bertahap" paparnya.

Gak hanya KTN, Dedi menyebutkan BNPT sudah menjalankan program deradikalisasi lainnya, yaitu Warung NKRI. Program ini ditujukan untuk masyarakat, organisasi, akademisi, sampai perguruan tinggi.

"Warung NKRI yang kita buat di seluruh Indonesia, mulai Papua, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, NTB, Bali," terangnya.

Tapi persoalan peristiwa di Polsek Astana Anyar, tanggapan Dedi sangat diplomatis dan tidak spesifik: BNPT akan meningkatkan pengawasan pada eks napiter. Nama Agus Sujatno pun tercatat sebelumnya di BNPT dan seluruh instansi lain yang terlibat program deradikalisasi.

"Kita kan berkolaborasi dengan TNI, Polri, Pemerintah Daerah, kemudian organisasi-organisasi yang tidak memiliki paham kekerasan. Maka kita bekerja sama meniadakan paham-paham tersebut.

Negara kita terdiri dari berbagai suku bangsa, sehingga tidak boleh ada paham-paham di luar Pancasila."

Program deradikalisasi ini sudah berjalan 10 tahun sejak tahun 2012. BNPT terus menyampaikan programnya berjalan efektif. Efektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ada pengaruhnya, manjur, dapat membawa hasil; berhasil guna. Sedangkan pengertian deradikalisasi adalah praktik mendorong penganut ideologi agama atau politik yang radikal untuk mengadopsi pandangan yang lebih moderat. Kalau merujuk pada pengertian tersebut, deradikalisasi itu upaya untuk mendorong seseorang agar selalu menghindarkan diri dari perilaku ekstrem atau radikal. Mengartikan deradikalisasi ini saja begitu sulit, dan jadinya wajar apabila muncul persepsi publik yang mempertanyakan "Apakah program-program BNPT ini manjur?" Toh, eks napiter Agus Sujatno yang baru keluar LP Nusakambangan tahun lalu meledakkan diri di Polsek Astana Anyar.

Artikel kolaborasi hyperlocal IDN Times yang tersebar di 13 provinsi ini akan menyajikan hasil liputannya, dengan tema "Rapor Program Deradikalisasi".

Baca Juga: Penyintas Bom Bali: Berisiko Lepas Napi Terorisme Rapor Merah

Baca Juga: Bali Saksi Bom Bunuh Diri, Namun Tak Ada Deradikalisasi

1. Mengenal apa itu BNPT, fungsi, tugas, dan beberapa catatan untuk program deradikalisasi

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?IDN Times/Vanny El Rahman

BNPT adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK) yang berdiri tahun 2002 pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kedudukannya setara menteri dan memiliki tugas utama pemberantasan terorisme di Indonesia. Pembentukan ini kemudian diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Perpres diubah lagi dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2012. Jadi secara struktural, BNPT bertanggung jawab kepada presiden.

Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010, BNPT berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dalam menjalankan fungsi serta tugasnya. Pasal 2 Ayat 1 menyebutkan, BNPT mempunyai tugas:

a. Menyusun kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme
b. Mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme
c. Melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme dengan membentuk satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.

Bidang penanggulangan terorisme yang dimaksud di atas meliputi pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional. Hal ini tercantum dalam Pasal 2 Ayat 2 Perpres 46 Tahun 2010. Sehingga lembaga negara ini bertanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan program deradikalisasi. Program ini pertama kali efektif berjalan pada tahun 2012. Sekarang, perhatikan infografis berikut ini.

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Infografis 1 Perkembangan Global Terrorism Index periode 2011-2022. (IDN Times/Sukma Shakti)

Pusat kajian Anggaran Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mempublikasi Akuntabilitas Budget Issue Brief Vol 02, Edisi 13, Juli 2022 yang bisa diakses oleh publik melalui situs berkas.dpr.go.id. Dari kajian itu, Komisi III DPR RI mengeluarkan hasil laporan Institute for Economics & Peace tahun 2022, bahwa Global Terrorism Index (GTI) Indonesia berada pada urutan ke-24 dari 163 negara dengan skor 5,500 (kategori medium).

Pengukuran ini menggunakan empat indikator di antaranya jumlah total insiden, kematian, cedera, dan jumlah total sandera yang disebabkan oleh teroris pada tahun tertentu. Skor tersebut meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 5,384 (kategori medium).

Sementara di tingkat ASEAN, Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar (7,830), Filipina (6,790), dan Thailand (5,723). Namun posisi Indonesia masih jauh di atas rata-rata dunia, ASEAN, maupun ASEAN+2. Bahkan posisinya semakin melebar dari 2011 hingga 2021 (Infografis 1). Kajian ini menyimpulkan, penanggulangan terorisme masih menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi Indonesia.

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Infografis 2 Global Terrorism Index dan Indeks Potensi Radikalisme periode 2011-2022. (IDN Times/Sukma Shakti)

Hasil survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan potensi radikalisme menurun dari skor 55,12 tahun 2017 menjadi skor 14 di tahun 2020 (Infografis 2). Data ini dijadikan ukuran keberhasilan program kontraradikalisasi dan deradikalisasi pemerintah.

Faktanya, pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar adalah eks napiter. Wakil Presiden (Wapres), Ma'ruf Amin, berujar berhasil atau tidaknya mengembalikan seseorang yang terkena radikalisasi itu memerlukan proses panjang. Sehingga ia meminta program deradikalisasi dievaluasi, dan metodenya terus diperbarui agar peristiwa di Bandung tidak terulang lagi. Seluruh lembaga dan instansi harus terus dilibatkan dalam menanggulangi radikalisme.

"Pembaruan deradikalisasi seperti apa? Sumber dia jadi radikal itu apa? Dia harus benar-benar ketika melakukan deradikalisasi membalikkan, mencuci pemikirannya melalui dasar-dasar, landasan-landasan dan kalau perlu dalil-dalil bisa mengubah pandangannya, mem-brainwash kembali, menormalisasi. Saya kira itu," kata Ma'ruf di Jakarta dalam rekamannya yang diterima IDN Times, Jumat (9/12/2022).

Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), Noor Huda Ismail, juga sepakat deradikalisasi harus dievaluasi, melibatkan banyak pihak, dan tidak saling menyalahkan orang lain. Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar, dalam kunjungannya ke keluarga Aiptu Anumerta Sofyan menyatakan 1.290 orang telah mengikuti program deradikalisasi. Dari angka itu, 8 persen di antaranya menolak deradikalisasi dan menjadi residivis, mengutip dari ANTARA, Kamis (8/12/2022). Noor menilai, angka 8 persen itu tinggi.

Semua kasus harus dipelajari dulu. Seluruh pihak yang sudah bekerja sama dengan BNPT perlu dilibatkan agar semuanya tahu, dan mencari letak kegagalan itu. Kalau melihat ada hal yang salah, itu tidak perlu ditutupi. Sebab evaluasi adalah bagian dari lesson learned (melakukan perbaikan demi kerja tim yang lebih baik, bukan saling menunjuk kesalahan orang).

"Ini yang perlu dievaluasi. Mengevaluasi secara terbuka, kepala dingin. Ini kesempatan mereka untuk intellectual humility (rendah hati secara intelektual), kerendahan hati untuk semuanya. Jangan nyalahin semuanya. Kalau saling menyalahkan, ya senang malah terorisnya. Karena Negara sendiri gak mungkin bisa menangani ini. Jadi bukan hanya BNPT yang salah. Yang salah sebelumnya itu juga ada. Apakah semua salah? Kan tidak juga," kata Noor kepada IDN Times, Sabtu (9/12/2022) sore.

Kedua, namanya radikalisasi itu bukan atas keputusan pribadi, melainkan lahir dari sebuah relasional. Noor sejak tahun 2008, setiap menjalankan program untuk narapidana teroris di yayasannya selalu fokus pada relasi sosial. Jadi yang ia dekati pertama kali adalah masyarakatnya, RT, RW, keluarga, dan baru masuk ke narapidana teroris. Masalah mau melanjutkan program atau tidak, itu bukan keputusan sendiri, melainkan harus berdiskusi dengan pasangannya.

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Ahmad Zainul Hamdi. (Dok.pribadi/Ahmad Zainul Hamdi)

Berbicara tentang program deradikalisasi, menurut Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Ahmad Zainul Hamdi, berarti sasarannya adalah orang-orang yang sudah terkena radikalisme baik itu dalam kategori napiter, atau mungkin bukan napiter karena belum melakukan tindakan kejahatan tapi sudah terpapar oleh ideologi radikal.

Karena untuk menjadi seorang teroris ada beberapa tahap. Mungkin dia bukan pelakunya langsung melainkan orang yang merekrut tenaga-tenaga atau individu yang siap untuk menjadi jihadis di lapangan, atau orang yang berfungsi untuk membantu pendanaan. Mereka yang melakukan rekrutmen dan membantu pendanaan ini lebih sulit terdeteksi, daripada orang yang secara langsung akan maupun telah melakukan tindakan kejahatan terorisme.

Maksud dari orang yang secara langsung akan maupun telah melakukan tindakan kejahatan terorisme, Ahmad menyontohkan gambarannya seperti ini:

  • Ia merencanakan, belum sampai melakukan bom bunuh diri tapi sudah di-intercept (sadap) Densus 88
  • Ia sudah melakukan aksi terorisme namun tidak sampai meninggal dan tertangkap hidup
  • atau ia melakukan tindakan terorisme dengan cara bom bunuh diri dan bisa diidentifikasi, kemudian menyasar kelompok-kelompok dekatnya. Lalu kelompok dekatnya ditangkap dan dipenjara sebagai napiter.

"Kalau kita semata-mata merujuk kepada program deradikalisasi hanya untuk menyasar kepada orang-orang yang sudah teradikalisasi, itu pasti sulit. Karena sebetulnya kalau sudah bertindak sebagai teroris di lapangan maupun supporting system (merekrut atau membantu pendanaan), itu berarti orangnya sudah sangat dalam banget ideologi radikalnya," kata Ahmad saat dihubungi telepon, Sabtu (17/12/2022).

"Program deradikalisasi itu ada beberapa yang memang sukses untuk mengembalikan mereka untuk tidak menjadi radikal. Tapi pasti persentasenya kecil dan itu membutuhkan effort yang luar biasa. Karena kalau sudah menjadi keyakinan, apalagi dibalut dengan keyakinan agama, itu pasti jauh lebih sulit," lanjutnya.

Kontra radikalisme tugasnya para profesional, bukan masyarakat umum

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Ilustrasi penggerebekan teroris. (IDN Times/Larasati Rey)

Masyarakat punya stereotyping terhadap para pelaku terorisme. Pertama, penampilan identitas fisiknya. Misalnya orang-orang yang berjenggot dan celana cingkrang. Tapi tak sedikit pula ketika mengidentifikasi fotonya, mereka tidak menampilkan identitas fisik tertentu. Ada yang memakai kaus, celana jeans, atau lainnya.

Kedua, mereka sangat tertutup dan tidak banyak bersosialisasi dengan orang sekitar atau tetangganya. Penilaian ini cukup sulit dilakukan masyarakat untuk mengindentifikasi maupun membuktikan orang itu teroris atau bukan. Bahkan tetangga yang tidak ada kaitannya dengan terorisme, juga ada yang tertutup karakternya.

"Jadi itu sulit sekali. Apalagi kita berharap kepada masyarakat untuk mengidentifikasi, kemudian membuat laporan, itu menurut saya sulit sekali," ujarnya.

Untuk saat ini yang bisa diharapkan adalah kebijakan-kebijakan intercept dari pihak yang memiliki tupoksi (tugas pokok dan fungsi) di bidang kontra radikalisme. Yaitu dengan cara masuk ke jaringannya. Cara ini dinilai paling efektif dan strategis oleh Prof Ahmad.

"Kita tahu ada beberapa penangkapan teroris sebelum ada kejadian (aksi terorisme). Itu karena keberhasilan dari penyusupan yang dilakukan oleh kawan dari pihak-pihak keamanan di jaringan itu. Menurut saya kita gak mungkin akan mengandalkan masyarakat awam, masyarakat umum untuk mendeteksi orang-orang itu (teroris), apalagi jaringannya. Itu tidak mungkin. Itu sudah kerja profesional."

Secara umum, Indonesia belum jatuh di level seperti Afghanistan atau negara-negara Timur Tengah. Masih ada ruang untuk tidak membiarkan teror ini terus terjadi dan menguat. Dengan cara apa?

"Tidak bisa lagi para pimpinan di lembaga pendidikan itu denial (menyangkal) dengan keberadaan kelompok-kelompok (terorisme) ini. Karena begitu denial, mereka akan membiarkan ini tetap berjalan. Mereka (para pimpinan di lembaga pendidikan) harus membuat kebijakan untuk memastikan bahwa tidak ada satu ruang pun di dalam institusi pendidikan, termasuk masjid, yang aktivitasnya sampai di luar kendali pimpinan. Tidak boleh lagi ada kegiatan-kegiatan keagamaan, sekalipun itu menjadi ekstrakurikuler yang tidak menjadi pantauan dan tanggung jawab dari guru agamanya. Harus dipastikan guru agama ini bukan guru agama yang sudah tersusupi ideologi radikal. Itu di lembaga pimpinan dan instansi."

Pemerintah dan masyarakat tidak memerhatikan adanya perang narasi. Apalagi internet terus berkembang

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Baju putih: Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), Noor Huda Ismail. (prasasti.org)

Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), Noor Huda Ismail, menyoroti satu hal dalam peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar. Yaitu "Perang narasi" yang luput perhatian pemerintah dan masyarakat. Opini ini ia tuangkan dalam tulisan berjudul "Narasi Mematikan". Atas seizin Noor, IDN Times mengutip tulisannya.

"Teroris dipelihara untuk mengalihkan isu", "Ini proyek untuk menaikkan anggaran aparat keamanan", hingga "Aparat kecolongan" adalah perang narasi yang dimaksudkan Noor. Narasi ini muncul beneran pascabom bunuh diri dari Anggota Komisi III DPR RI, Nazaruddin Dek Gak. Ia menilai BNPT kebobolan karena pelakunya merupakan eks napiter dalam kasus yang sama.

"Pelakunya pernah ketangkap di kasus yang sama, kecuali pendatang baru, berarti mereka kebobolan," katanya, melansir ANTARA, Jumat (9/12/2022).

Begitu pula soal pengalihan isu. Kominfo menerbitkan rilis resminya di situs Kominfo.go.id atas informasi yang beredar di Twitter, bahwa bom bunuh diri tersebut adalah bentuk pengalihan isu. "Faktanya, tidak ada informasi resmi dan valid mengenai hal tersebut," tulis Kominfo.

Kalau bicara anggaran, IDN Times menyajikan jumlah anggaran BNPT dari tahun 2022 sampai 2023. Jadi silakan pembaca menilai sendiri, di bawah ini.

Situs Dpr.go.id mengeluarkan Laporan Singkat Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada tanggal 31 Agustus 2022. Hasil rapat tersebut menyepakati Pagu Anggaran BNPT sebesar Rp431.167.127.000 untuk tahun 2023, yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Ada penambahan anggaran Rp2 miliar yang diberikan kepada BNPT berupa Rupiah Murni Pendamping (RMP) sebesar Rp1 miliar dan Pinjaman Luar Negeri (PLN) sebesar Rp1 miliar.

BNPT menggunakan anggaran Rp431.167.127.000 untuk menyusun Rancangan Rencana Kerja, yang di dalamnya terdapat dua program yaitu:

  • Program Penanggulangan Terorisme mendapatkan anggaran sebesar Rp254.294.472.000
  • Program Dukungan Manajemen mendapatkan anggaran sebesar Rp176.872.655.000.

Sementara dalam Buku III Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) Tahun Anggaran 2023 melaporkan alokasi anggaran BNPT pada tahun 2018 sampai 2022 cenderung berfluktuasi dengan pertumbuhan negatif sebesar 5,5 persen di mana pagu tahun 2018 sebesar Rp536,4 miliar dan pada outlook tahun 2022 menjadi sebesar Rp427,7 miliar.

Pada tahun 2022, BNPT telah melakukan 2 kali Automatic Adjusment sebesar Rp32,1 miliar. Tahap pertama sebesar Rp22,7 miliar atau 5 persen dari pagu awal BNPT dan tahap kedua sebesar Rp9,3miliar atau 2 persen dari pagu setelah blokir Automatic Adjusment tahap pertama.

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Anggaran BNPT Tahun 2023. (IDN Times/Sukma Shakti)

Kembali ke perspektif Noor berdasarkan pengalamannya sebagai peneliti sekaligus praktisi masalah radikalisme dan terorisme, pengunaan narasi tumbuh subur bersama meluasnya kepemilikan telepon pintar di awal 2000-an. Dari lima miliar telepon seluler yang dimiliki penduduk dunia, separuhnya berjenis telepon pintar yang menjadi media penyebaran narasi di seluruh dunia. Indonesia juga surganya pasar telepon pintar. Kalau diasumsikan separuh penduduk di Indonesia menggunakan telepon pintar, maka ada 140 juta orang, yang tanpa meminta atau menghendaki, menerima narasi tentang apa saja dan nyaris tanpa filter, termasuk radikalisme.

Apalagi menjelang hajatan politik pilkada maupun pilpres. Kelompok teror memanfaatkan situasi ini dengan membuat narasi demi menjalankan 'taktik perang' secara tersembunyi dan bergerilya. Tidak ada aturan layaknya perang fisik. Mereka bertahan sekaligus menyerang untuk memengaruhi pemikiran dan kesadaran seseorang. Selain teknologi, modal keberhasilan kedua gerakan ini adalah kemahiran dalam memilih, memilah, dan mengolah grand narrative atau narasi induk yang tepat dalam berkomunikasi dengan masyarakat.

Narasi induk adalah narasi yang telah diyakini kebenarannya oleh orang kebanyakan dalam budaya tertentu. Kalau di Islam, narasi induk berasal dari Al Quran, hadis, maupun sejarah perjuangan Islam. Para narator, biasanya akan menghubungkan narasi induk dengan isu masa kini dengan teknik reframing. Teknik ini tidak memerlukan metodologi keilmuan rumit untuk membingkai ulang peristiwa sejarah tertentu. Karena tujuannya memang untuk memancing emosi penerima narasi dalam bentuk analogi atau metafora. Kekutan narasi yang mereka produksi memiliki dimensi dunia-akhirat dan segmentatif.

Noor menyontohkan narasi yang dibangun dalam konteks gairah kaum muda, seperti konsep hurun in atau "bidadari bermata jelita" dalam Surah Al Waqiah Ayat 22. Ayat tersebut dibingkai sedemikian rupa sebagai janji Tuhan kepada para pemuda pemberani yang bersedia mempertaruhkan nyawa untuk sebuah aksi jihad. Atau segmen keluarga, yang menggunakan narasi "masuk surga sekeluarga" dengan mengutip Surah Al Mu'min Ayat 8.

"Tentu saya tak sedang membayangkan skenario maut yang berangkat dari narasi ngawur teks keagamaan di Indonesia yang membuat orang nekat melakukan hal serupa di tempat umat Islam berkumpul, misalnya masjid. Namun alasan untuk melakukan itu bukanlah hal yang mustahil. Misalnya karena rezim yang sedang berkuasa dituding tunduk pada kekuatan asing, serta tidak berhukum pada Al Quran dan hadis," kata Noor dalam catatannya.

Meski bukan hal yang baru, sangat penting membangun kesadaran kembali para pemangku kepentingan, bahwa manusia itu homo narrans atau makhluk yang gemar bercerita, apalagi dalam budaya dan tradisi oral, serta sangat kecilnya minat literasi seperti membaca buku.

Narasi sering sulit dibuktikan secara logika rasional karena terkait dengan masa lampau yang tidak butuh pembuktian, tetapi hanya memerlukan ruang iman (percaya). Narasi yang datang dari tradisi agama sering dipakai sebagai afirmasi atau validasi yang mampu memberikan jawaban atas pertanyaan hidup si penerima narasi. Dalam konteks inilah peran credible voice (suara mantan pelaku yang telah tobat) yang dibungkus dalam cerita humanis, dapat menjadi penting untuk urusan pencegahan agar masyarakat tidak terlibat aksi kembali.

Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), Ali Fauzi, menyebut aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar bukan sesuatu yang baru. Hal serupa juga pernah terjadi di Makassar yang dilakukan oleh sekeluarga dengan sasaran Gereja.

"Bagi saya bom bunuh diri itu bukan sesuatu yang baru dan ini membuktikan jika sel-sel jaringan teroris di Indonesia masih ada," kata Ali ditemui IDN Times, sepekan lalu.

Masyarakat juga perlu dipahamkan terkait aksi teror semacam ini agar tidak mengatakan peristiwa itu adalah sebuah rekayasa, pengalihan isu, atau operasi intelijen. Atas peristiwa ini, Ali Fauzi mengajak semua pihak melakukan kajian mendalam dengan melibatkan civitas akademika untuk mengetahui motivasi dan tujuan mereka melakukan aksi bom bunuh diri.

"Jadi kalau kita melihat faktanya saja memang tidak rasional, orang bisa mengorbankan nyawa. Tapi di kelompok ini, mengorbankan nyawa, mengorbankan anak, istri, itu sudah biasa," jelasnya.

Ali menjelaskan, ada beberapa cara yang harus dilakukan pemerintah dalam menanggulangi aksi teroris yang terjadi di Indonesia, seperti melakukan program moderasi beragama dan program deradikalisasi yang melibatkan semua unsur masyarakat dan bukan hanya dilakukan oleh polisi, TNI, BNPT dan Densus 88 saja. Keberadaan ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU juga perlu dilibatkan.

"Bisa mengandeng tokoh Muhammadiyah dan NU misalnya untuk melakukan deradikalisasi bagi napi teroris agar mereka sadar jika tindakan itu salah," jelas Ali.

Keberadaan eks napiter yang sudah kembali ke pangkuan NKRI juga perlu dimunculkan dan dibuatkan kegiatan-kegiatan produktif, sehingga mereka bisa menyadarkan jaringannya dan teman-teman mereka yang masih anti NKRI. Ali menduga peristiwa yang terjadi di Astana Anyar ini tidak berbeda dengan 2 atau 3 tahun lalu. Pelakunya, menurut dugaan Ali Fauzi, adalah anggota dari jaringan JAD.

"Ya melihat metodenya, tentu tidak beda dengan 2 atau 3 tahun yang lalu, tidak jauh dari yang dilakukan oleh jaringan JAD," pungkasnya.

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Foto hanya ilustrasi (IDN TImes/Paulus Risang)

Guru Besar Sosiologi Agama UINSA Surabaya, Ahmad Zainul Hamdi, juga mengatakan hampir tidak ada orang yang tidak memiliki handphone. Tujuh puluh persen penduduk Indonesia adalah internet user. Pencarian informasi pertama masyarakat Indonesia bukan kepada orang yang dianggap otoritatif, melainkan di internet.

"Menurut saya, tidak bisa lagi dakwah-dakwah hanya mengandalkan cara lama. Cara-cara lama seperti majelis taklim, itu masih penting diilakukan. Tapi yang gak kalah penting adalah memastikan wacana keagamaan di dunia maya juga harus mulai diisi dengan wacana keagamaan yang moderat. Kalau tetap membiarkan wacana keagamaan yang radikal dominan di ruang maya, sementara ruang itu adalah tujuan bagi semua orang untuk mencari informasi, maka semua tidak akan bisa dikendalikan," ujar Ahmad.

"Saya ingin memberi pesan kepada siapa saja, baik millennial dan gen z, kita tahu bahwa Bangsa Indonesia menjadikan agama sebagai faktor penting dalam kehidupan. Tapi ada yang penting sekali dan itu juga melekat dalam setiap ajaran agama, yakni nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Apa pun agama kita, setaat apa pun kita dengan ajaran kita, kalau tetap meletakkan nilai kemanusiaan sebagai bagian dari cara kita menghayati agama, InsyaAllah kita tidak akan terjebak menjadi atau dijebak oleh kelompok-kelompok radikal."

Sementara untuk pencabutan atau pemblokiran akun di media sosial, Kepala BNPT, Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar, mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Ia menegaskan, saat ini dunia maya tengah memiliki aturan sehingga hukum untuk menindak oknum penyebar paham radikalisme sudah cukup kuat.

"Dunia maya sudah diatur oleh hukum termuat dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 sebagai revisi dari UU 11 Tahun 2008. Ini perlu kita galakkan," kata dia di Gedung Sate, Bandung, Rabu (12/1/2022).

2. Penyintas Bom Bali 1 masih merasakan trauma

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Napiter Umar Patek saat bertemu Kakanwil Kemenkumham Jatim dan Kalapas I Surabaya. Dok. Humas Kemenkumham Jatim.

Tragedi bom bunuh diri yang terjadi di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, menyadarkan publik tentang pentingnya evaluasi terhadap program deradikalisasi yang selama ini telah dijalankan para narapidana kasus terorisme.

Pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Agus Sujatno alias Agus Muslim, merupakan mantan narapidana terorisme dan sudah pernah menjalankan program deradikalisasi dengan rapor merah atau belum berubah.

Masyarakat Bali juga dibuat resah dengan keputusan bebas bersyarat pelaku Bom Bali 1, Umar Patek. Penyintas Bom Bali 1 masih trauma dengan peristiwa yang merenggut lebih dari 200 korban jiwa tersebut.

Seorang penyintas Bom Bali 1, Nyoman Ruspini, mengaku kecewa dengan keputusan dibebaskannya Umar Patek. Ia juga berharap program deradikalisasi terhadap Umar Patek, benar-benar dapat menjamin bahwa perbuatan serupa tak akan terulang lagi.

Nyoman Ruspini masih ingat betul bagaimana peristiwa Bom Bali 1 pada tahun 2002 silam benar-benar mengubah hidupnya. Akibat musibah itu, ia kehilangan kerabat. Saat itu, Ruspini dan kerabatnya kebetulan berada tidak jauh Sari Club Cafe di Legian, Kabupaten Badung.

Pascamusibah itu, Ruspini mengalami trauma berkepanjangan. Ia bahkan beberapa kali berobat ke psikiater untuk menyembuhkan psikologisnya. Begitu para pelaku tertangkap, ia mengaku benci dengan orang berpaham radikal. Bahkan ia sempat takut jika bertemu orang yang berjenggot panjang, karena menurutnya sangat identik dengan pelaku teror.

“Jujur saya sempat sangat takut dengan pria berjenggot dan berpakaian ala-ala orang timur tengah seperti itu. Di pikiran saya itu identik dengan pelaku teror. Saya trauma berkepanjangan, sempat minum obat biar bisa sembuh,” jelas Ruspini, Rabu (14/12/2022).

Ia sempat kaget beberapa waktu lalu setelah mendapat berita, bahwa Umar Patek dibebaskan bersyarat. Ia kecewa atas keputusan itu.

“Jujur sangat kecewa dengan keputusan itu. Mungkin penyintas lainnya juga sama seperti saya,” ungkapnya.

Namun ia juga mendengar Umar Patek menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada para korban atau penyintas Bom Bali 1.

“Saya sebagai umat Dharma, tidak ada alasan untuk tidak memaafkan. Agama saya mengajarkan seperti itu. Saya sebagai korban hanya berharap, apa yang diucapkan Umar Patek benar dari dalam hatinya,” ungkapnya.

Jika program deradikalisasi yang dijalankan Umar Patek berhasil membawanya kembali memiliki jiwa nasionalis, ia meminta Umar Patek bisa membantu pemerintah menjalankan program deradikalisasi ke para narapidana terorisme.

“Jika pada Umar Patek ini berhasil, Umar Patek mungkin bisa bantu pemerintah untuk menyadarkan napi teroris lainnya. Umar Patek ini kan dulu termasuk tokoh juga dalam jaringan teroris. Mungkin pengaruhnya bisa menyadarkan narapidana terorisme lainnya. Ini juga sebagai bentuk tanggung jawab sosial Umar Patek dari perbuatannya tahun 2002 silam,” jelas Ruspini.

Ruspini menilai para narapidana terorisme yang sudah mendapatkan rapor hijau, harus dilibatkan dalam program deradikalisasi. Jangan setelah dinyatakan rapor hijau, lalu dilepas begitu saja.

“Makanya jadi pertanyaan juga dengan kasus bom bunuh diri di Bandung beberapa waktu lalu. Katanya masih rapor merah, kok dilepas begitu saja. Walau masa tahanannya sudah selesai, harusnya program deradikalisasi harus tetap berlanjut agar bisa benar-benar sembuh. Bagi saya teroris ini orang sakit dengan paham radikalnya,” ujar Ruspini.

Menurutnya, lebih baik ada hukum di Indonesia dibuat khusus bagi narapidana terorisme. Misalnya selama narapidana terorisme belum mendapatkan rapor hijau dalam program deradikalisasi, atau masih berpaham radikal, sebaiknya narapidana itu tetap mendekam di penjara.

“Jika masih dipandang berpaham radikal, biarkan mendekam di penjara sambil terus dijalankan program deradikalisasi. Berisiko jika melepas yang masih rapor merah, seperti pelaku bom bunuh diri di Bandung,” ungkapnya.

Dengan melibatkan para mantan narapidana terorisme yang telah kembali ke NKRI ke program deradikalisasi ini, ia berharap dapat memutus rantai terorisme.

Mantan terpidana kasus terorisme Bom Bali 1 terus memohon ampunan

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Umar Patek saat melakukan wawancara khusus dengan IDN Times, pada Agustus 2018 lalu. (IDN Times/Rosa Folia)

Sementara itu, mantan terpidana kasus terorisme, Umar Patek, menangis saat mengingat korban Bom Bali I yang terjadi 12 Oktober 2002 di Sari Club dan Paddy's Bar, Kuta, Kabupaten Badung. Umar yang terlibat dalam aksi bom itu yakin bahwa apa yang ia lakukan tak hanya dipertanggungjawabkan di dunia, tetapi juga akhirat. Pria asal Pemalang, Jawa Tengah itu telah bebas bersyarat setelah divonis 20 tahun penjara.

Dalam keterangannya, Umar Patek mengaku pada saat itu sebenarnya sudah menentang dan meminta agar bom tersebut tidak diledakkan karena akan banyak nyawa manusia yang berjatuhan. Namun Bom Bali 1 tetap diledakkan hingga mengakibatkan 202 orang, termasuk warga negara asing, meninggal dunia.

"Apa pun dulu dan bangsa mereka, saya minta maaf dan saya juga minta maaf kepada warga Australia yang telah terdampak Bom Bali 1 itu, saya memohon maaf itu semuanya," kata Umar Patek sembari mengusap air matanya, Selasa, (13/12/2022) di Kantor Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), Lamongan.

Kini Umar Patek hanya bisa menyesali perbuatannya dan terus memohon ampun kepada keluarga korban. Dalam keterangan pers itu, Umar Patek berkali-kali meminta maaf khusus kepada masyarakat Bali, dan Indonesia pada umumnya.

Umar juga mengutuk keras segala bentuk perilaku intoleran. Ia bahkan mengajak orang-orang yang saat ini masih belum insyaf untuk kembali ke pangkuan NKRI, karena apa yang dilakukan itu menurutnya sudah salah besar.

"Setelah bebas ini saya akan mendharma bagikan hidup saya bagi Bangsa Indonesia dan saya siap ikut berperang dalam memberantas terorisme di Indonesia dan saya juga menderadikalisasi napi teroris yang ada di setiap lapas," pungkasnya.

Seperti diketahui, terpidana Bom Bali I Hisyam bin Alizein alias Umar Patek bebas bersyarat dari Lapas Kelas I Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (13/12/2022). Ia telah menjalani dua pertiga dari masa penahanannya. Meski begitu, Umar Patek wajib ikut bimbingan hingga April 2030. Selama bimbingan, masa bebas bersyaratnya bisa saja dicabut kembali jika melakukan pelanggaran.

Umar Patek divonis 20 tahun penjara untuk perkara Bom Bali tahun 2002. Dia dikenal sebagai pentolan Jemaah Islamiyah (JI) dan diyakini menjadi komandan lapangan pelatihan JI di Mindanao, Filipina. Sebelum diekstradisi dari Pakistan pada 2011 hingga kemudian diadili di Indonesia, ia sempat menjadi salah satu teroris paling dicari Amerika Serikat.

Ia berjanji akan membantu pemerintah dalam memerangi paham radikalisme dengan cara menyadarkan para napiter yang masih menentang ideologi Pancasila. Umar Patek ingin membantu pemerintah dalam menanggulangi aksi terorisme agar tak ada lagi korban berjatuhan akibat serangan bom. Ia menyesal pernah menjadi pelaku teror.

"Saya setelah bebas itu saya sudah berjanji akan membantu pemerintah dalam menyadarkan para napi di Lapas manapun. Saya akan terus berkomitmen hal itu," kata Umar Patek.

Umar berjanji saat ini benar-benar bertaubat dan tak ingin kembali menjadi teroris. Keinginan yang kuat ini, kata Umar, tak lepas dari peran serta dukungan dari keluarga tercintanya selama 20 tahun. Keluarganya selalu mendukung dirinya untuk berubah.

"Keluarga yang selalu menentang ideologi saya, pemahaman saya. Tapi keluarga selalu merangkul saya. Hingga akhirnya saya tersentuh dan berubah seperti ini," jelasnya.

Kini, Umar Patek berharap dapat dimaafkan oleh keluarga korban yang meninggal dunia akibat peristiwa bom Bali 1. Dengan maaf itu, dirinya berharap dapat keringanan di akhirat kelak.

3. Sejumlah napiter di Indonesia masih berstatus rapor merah

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Plt Kakanwil Kemenkumham Lampung, Iwan Santoso, melakukan kontrol keliling UPT Pemasyarakatan di Bandar Lampung, Jumat (31/12/2021). (Dok. Kanwil Kemenkumham Lampung).

Lalu bagaimana dengan narapidana terorisme (napiter) di daerah lainnya? Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Lampung mencatat 9 dari total 15 napiter telah kembali menyatakan ikrar setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Catatan itu merujuk rekapitulasi tahanan para napiter per Desember 2022 di 7 lembaga pemasyarakatan (Lapas) tersebar di sejumlah Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung.

"Makanya kalau di Lampung, bisa dikatakan kita banyak yang (napiter) sudah NKRI. Ada 9 dari 15 orang semuanya sudah ikrar kembali, ini belum ditambah dengan mereka yang sudah ke luar," ujar Kadivpas Kanwil Kemenkumham Lampung, Farid Junaedi, kepada IDN Times, Jumat (16/12/2022).

Catatan positif tersebut dikatakan tidak lepas dari 2 program deradikalisasi yang terdiri dari tiga unsur yaitu pembinaan, pendampingan, dan pemberdayaan di 16 Lapas maupun Rutan di Provinsi Lampung. Program itu juga dirangkum dalam kemandirian dan kepribadian bagi masing-masing individu napiter.

Farid menjelaskan, program keperibadian yang dimaksud dengan memberikan metode pembinaan melalui pengembangan wawasan kebangsaan hingga keagamaan. Sementara program kemandirian, mengajarkan kemampuan kewirausahaan.

"Bukan hanya berfokus bagaimana pengembalian secara NKRI, tapi bagaimana mereka kita berikan pelatihan-pelatihan untuk bekal saat bebas nanti. Sebab tidak bisa dipungkiri, satu penyebab radikalisasi karena kebutuhan ekonomi," terang Kadivpas.

Dalam pelaksanaannya, Farid menjelaskan, pihak Lapas maupun Rutan di Lampung juga menjalankan kegiatan “Salam Pemasyarakatan” hingga 'Klinik Pancasila'. Petugas akan mendekati dan mengajak para napiter untuk sekdar mengobrol atau berdiskusi.

"Kita berikan kegiatan untuk memberikan pemahaman dan pengenalan mendalam terkait Pancasila. Artinya penguatan ideologi Pancasila di setiap Lapas dan Rutan Lampung harus berjalan," imbuhnya.

Meski diakui sulit, Farid menyebut kondisi tersebut menjadi tantangan dan harus dijalankan para petugas untuk menerapkan dan memastikan program-program deradikalisasi berjalan dengan baik.

"Memang sulit dan tidak mudah mengubah keyakinan yang sudah mendarah daging kepada mereka, sehingga perlu dilakukan terus menerus dan konsisten," sambung Farid.

Farid menyebutkan pihaknya bersama BNPT turut memberikan perhatian kepada para mantan napiter di Lampung, yang telah bebas atau menjalani kehidupan normal di tengah-tengah masyarakat. Menurutnya, hal tersebut amat penting sehingga para napiter tidak merasa terasingkan tatkala kembali berbaur ke tengah masyarakat.

"Jadi jangan sampai mereka kewalahan di luar, sehingga kembali lagi ke dunia tersebut. Kita juga membantu memonitor, sampai di mana para terorisme yang dinyatakan bebas bersyarat melalui Bapas," kata dia.

Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Lampung, M Firsada, menambahkan, pemerintah daerah turut mengambil peran dalam upaya menjalankan program-program deradikalisasi telah dicanangkan pemerintah, terkhusus BNPT hingga pihak lapas/rutan.

"Kita pemerintah daerah lebih mengingat terkait wawasan kebangsaannya, hingga pembinaan ideologi pancasila. Tapi memang tugas ini lebih banyak di pusat, jadi kita tidak banyak menyampuri," katanya.

Pemerintah daerah juga cukup intens turun ke lapas/rutan hingga desa-desa, itu terindikasi mengalami penurunan pemahaman ideologi kebangasaan maupun Pancasila dengan melibatkan aparat penegak hukum.

Terkait upaya menjalankan program deradikalisasi di Lampung, Firsada menjelaskan, pemerintah daerah lebih banyak mengacu pada penegakkan Peraturan Daerah (Perda), khususnya menyangkut kegiatan yang sudah mengganggu ketertiban di muka umum.

"Bila indikasi kegiatan radikalisme itu sudah mulai mengarah pada unsur pidananya, tentu kita bakal libatkan usur kepolisian dan instansi terkait lainnya," tandas dia.

Tak hanya di Lampung, beberapa napiter di Banten juga ada yang masih berstatus rapor merah.  Saat ini ada tujuh orang narapidana tindak pidana terorisme yang menjalani hukuman di Lapas Provinsi Banten masih berstatus merah. Mereka belum menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Data teroris di Kanwil Banten jumlah 11 orang, baru empat orang yang sudah hijau (menyatakan ikrar setia NKRI)," kata Kasubag Humas Reformasi dan Teknologi Kanwil Kemenkumham Banten, Yurista Dwi Artharini, saat dikonfirmasi, Kamis (15/12/2022).

Dia mengatakan, tujuh narapidana tindak pidana terorisme yang belum mengucapkan ikrar setia kepada NKRI itu, 4 di antaranya ada di Lapas 1 Tangerang, lalu di Lapas Cilegon satu orang, dan dua orang di Lapas Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Tangerang.

"Yang sudah ikrar setia NKRI ada di Lapas 1 Tangerang dua orang, Lapas Serang dan LPP Tangerang masing-masing satu orang," katanya.

Dia menjelaskan, program deradikalisasi Kemenkumham Banten bekerja sama dengan BNPT dan Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri serta lembaga lainnya. Pola pembinaan terhadap napiter diberikan secara khusus, baik yang bersifat pembinaan kepribadian maupun kemandirian. Dia menjabarkan pembinaan kepribadian meliputi aspek kesadaran beragama, kesadaran hukum berbangsa dan bernegara, kemampuan intelektual, kesehatan jasmani, dan aspek konseling dan rehabilitasi.

Setelah mengikuti program deradikalisasi, pihaknya akan melakukan penilaian terhadap napiter, penilaian sikap, aspek keberfungsian dan rutinitas, aspek agresi, aspek pelanggaran hukum, aspek kemampuan mempengaruhi dan aspek ekspresi simbolik. Selain itu mereka juga akan menjalani pemeriksaan kondisi mental, aspek depresi, aspek kecemasan, aspek psikomatis, aspek malingering dan aspek potensi bunuh diri.

"Pembinaan tersebut dinilai oleh wali napiter menggunakan instrumen Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN) dan ada juga pernyataan komitmen menandatangani kesetiaan NKRI," katanya.

Namun berbeda di Bali. Lembaga pemasyarakatan di Bali hingga saat ini tidak memiliki program deradikalisasi. Padahal pulau ini memiliki sejarah terorisme, karena pernah menjadi lokasi teror bom bunuh diri pada tahun 2002 dan 2005. Bali kemudian membangun monumen Ground Zero yang diresmikan pada 13 Oktober 2004, sebagai peringatan dua kejadian besar tersebut. Kepolisian Daerah (Polda Bali) juga membangun museum Terorisme.

“Lapas di wilayah Bali sampai dengan saat ini belum memiliki program deradikalisasi. Dimana program deradikalisasi yang menjadi leading sektornya BNPT,” ungkap Kepala Divisi Lembaga Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali, Gun Gun Gunawan.

Kepala Lapas Kelas II A Kerobokan, Fikri Jaya Soebing, yang dikonfirmasi pada Minggu (18/12/2022) menyatakan di Lapas kerobokan tidak ada napi terorisme, maupun pembinaan deradikalisasi. Pembinaan dilakukan secara umum di antaranya kerohanian dan kemandirian berupa pelatihan-pelatihan ketrampilan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).

"Nggak ada," jawabnya singkat.

4. Paparan paham radikalisme dan terorisme pada perempuan meningkat

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Kepala BNPT, Komjen Pol Dr Boy Rafli Amar. (IDN Times/Larasati Rey)

Kepala BNPT, Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar, menyebut dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan paparan paham radikalisme dan terorisme terhadap perempuan. Menurutnya, dengan adanya fenomena ini, perlu ada beberapa program yang bisa menyadarkan para perempuan agar tidak terpapar paham radikalisme.

"Fenomena kaum perempuan terpapar di dunia ini meningkat, apalagi ada yang bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri. Ini kontranarasi yang kita unggah dan brodcast ke sosial media," ujar Boy di Gedung Sate, Bandung, Rabu (12/1/2022).

Selain itu, Boy mengatakan beberapa program telah dibuat oleh BNPT dan beberapa ada yang akan dikerja samakan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar). Ia juga mengapresiasi beberapa program di Jabar yang sudah berjalan untuk kaum perempuan.

"Kontranarasi tadi termasuk (konten kreatif yang harus dikolaborasi), program Sekoper Cinta kepada ibu-ibu juga bagus," ucapnya.

Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, mengatakan Jabar dengan penduduk 50 juta seringkali objek dari ideologi yang mungkin bertentangan dengan Pancasila.

"Kami sudah buat kemah kebangsaan, anak-anak berkumpul didiskusikan semangat ke-Pancasila-an, saya sudah lantik 1.100 Duta Pancasila. Kemudian, ada program ajengan masuk sekolah," katanya.

Ridwan Kamil menambahkan program ajengan masuk sekolah diberikan untuk melawan narasi terhadap potensi ceramah yang menggeser kepancasilaan ke arah radikalisasme. Adapun beberapa program Pemprov Jabar lain juga mendukung untuk melawan narasi radikalisme.

"BNPT juga ada program luar biasa dari warung NKRI, kawasan terpadu dan sebagainya. Ini akan membuat Jabar gas pol dengan program itu," kata dia.

Terkait hal itu pula Polda Banten turut mewaspadai ancaman terorisme selama musim libur Natal dan Tahun Baru 2023. Pihak kepolisian mengerahkan semua kekuatan untuk memonitor pergerakan mantan napi kasus terorisme.

"Walaupun istilahnya tidur (tidak ada gerakan), kalau ada yang membangunkan bisa juga. Sekarang mantan napiter kan banyak yang sudah ke luar, itu harus diantisipasi," kata Karoops Polda Banten, Kombes Pol Dedy Suhartono, saat dikonfirmasi, Rabu (14/12/2022).

Polda Banten, menurut Dedy, sudah mendata mereka yang pernah terlibat aktivitas terorisme. Petugas pun memantau pergerakan mereka. Dedy mengatakan kasus bom bunuh diri meledak di Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, harus menjadi perhatian khusus Polda Banten. Banten disebut merupakan daerah yang menjadi sel teroris di Indonesia.

"Apa yang terjadi di Bandung tetap kita antisipasi karena di Banten ini juga ada yang riak-riaknya teroris. Tetap itu diantisipasi," katanya.

Hal serupa juga dilakukan Pemerintah Kabupaten Tabanan. Semua lini dilibatkan, baik pemerintah daerah, desa adat, pemuka agama, hingga kepolisian dan TNI, untuk menjaga keamanan masing-masing wilayah. Semua umat agama juga dilibatkan untuk menjaga keamanan, terutama saat perayaan hari besar keagamaan untuk menjalin rasa persaudaraan dan toleransi. Pemerintah Kabupaten Tabanan juga mengaktifkan Pam Swakarsa atau Pasukan Pengamanan Masyarakat, terutama dalam meningkatkan keamanan di wilayah.

"Dalam menjaga keamanan, kami mengerahkan PAM Swakarsa. Mengingatkan lagi untuk meningkatkan keamanan di wilayah banjar masing-masing, dengan pendataan penduduk non permanen terkait tujuan menetap atau kos di wilayah Desa Adat Kota Tabanan," ujar Bendesa Adat Kota Tabanan, I Gusti Ngurah Gede Siwa Genta, Jumat (16/12/2022).

Ia menekankan, apabila ada masyarakat yang menemukan hal mencurigakan, terutama pendatang, agar melapor ke pihak berwajib. Dalam hal ini, Babinsa di wilayah masing-masing.

"Jika ada pendatang baru, Kepala Dusun wajib lapor ke Kantor Desa. Mereka juga mengawasi keamanan wilayahnya dan memantau apabila ada kegiatan yang mencurigakan," ujar Perbekel Candikuning, I Made Mudita.

Dalam menjalin kerukunan beragama, menurut Mudita, setiap ada upacara keagamaan, semua agama dilibatkan dalam menjaga keamanan. "Misalnya saat Nyepi. Semua agama dilibatkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban agar Hari Raya Nyepi berjalan aman dan lancar," lanjutnya.

Senada, Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Banjarmasin, Machli Riadi, juga mengatakan antisipasi harus dilakukan seluruh pihak. Terutama pejabat di lapangan seperti camat dan lurah yang dianggap paham kultur serta lingkungan di wilayahnya.

"Camat, lurah, babinsa dan intelijen kita libatkan dalam langkah pencegahan. Kemudian peran serta masyarakat untuk menyampaikan laporan jika ada indikasi di lingkungannya juga bagian terpenting untuk pencegahan," katanya saat ditemui di Balai Kota Banjarmasin, Kamis (16/12/2022).

5. Radikalisme dipengaruhi oleh keanggotaan kelompok dengan tiga fase radikalisasi

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Pondok pesantren Al Hidayah (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Psikolog Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Risna, menyebutkan radikalisme dipengaruhi oleh keanggotaan kelompok dan konteks antarkelompok. Kelompok radikal merasa bahwa identitas mereka kuat (superior), sementara kelompok lainnya lemah (inferior).

Ia menyebutkan terdapat tiga fase dalam radikalisasi, yaitu sensitif terhadap ideologi radikal, menjadi anggota kelompok radikal, dan siap merencanakan serangan atas nama ideologi kelompok. Kelompok radikal memiliki karakteristik utama.

Pertama, memandang serius masalah dalam masyarakat. Kedua, sangat tidak puas dengan cara institusi menangani masalah dan keluhan mereka, sehingga menciptakan kepercayaan yang rendah terhadap institusi dan persepsi bahwa otoritas tidak sah.

Setelah itu, kelompok radikal menganggap norma dan nilai kelompok mereka sendiri lebih unggul dari kelompok lain. Sehingga menciptakan perbedaan yang kuat untuk membentuk fondasi dari penggunaan kekerasan.

Keempat, sebagian besar kelompok menerima ideologi melegalkan kekerasan untuk mengatasi kekhawatiran mereka dan kekerasan sering diarahkan pada kelompok luar yang dipandang sebagai pelaku yang bertanggung jawab untuk menciptakan keluhan

Kelima, kelompok radikal memiliki keyakinan kuat dalam keakuratan penggunaan kekerasan sehingga mereka menyetujui kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya sebagai cara yang paling efektif untuk mencapai ideologi mereka.

Risna mengatakan terorisme merupakan hasil dari proses radikalisasi yang terjadi melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah sensitivitas. Pada level mikro, sensitivitas faktor pendorong adalah diri sendiri yang mencari signifikansi (perasaan tidak penting atau kegagalan) dan ketidakpastian pribadi. Pada tingkat meso, proses radikalisasi terjadi tergantung situasi.

"Pada lingkungan sosial, faktor pendorong pada level ini adalah perasaan ketidakadilan yang menurut mereka lebih buruk dari kelompok lain, serta persahabatan dan keluarga sebagai orang terdekat yang dapat memberikan pengaruh ideologi radikal," katanya.

Kelompok radikal memiliki karakteristik yang dominan serta memiliki nilai dan norma yang berbeda dengan kelompok lain. Mereka menganggap kelompok mereka selalu benar dan mengatasi masalah dengan membenarkan kekerasan.

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang lebih menitikberatkan kepada pendidikan agama. Berbeda dengan sekolah pada umumnya. Bahkan di Deli Serdang, Sumatera Utara terdapat pondok pesantren yang didirikan untuk membimbing anak-anak mantan teroris, bernama Pondok Pesantren Al-Hidayah. Pesantren ini didirikan oleh seorang mantan narapidana terorisme, Khoirul Ghazali. Letaknya puluhan kilometer dari pusat kota Medan, tepatnya di wilayah Mencirim, Deli Serdang.

Kamis (21/11/2022), IDN Times menyambangi Pondok Pesantren Al Hidayah. Terlihat beberapa santri sedang melaksanakan kegiatan keagamaan, seperti salat berjemaah. Khoirul Ghozali mengatakan ide mendirikan pesantren tercetus saat dirinya berada di balik jeruji besi. Ghozali merupakan satu dari 14 terdakwa kasus perampokan Bank CIMB Niaga. Mereka dihukum berbeda-beda, mulai 6 sampai 20 tahun. Ghozali termasuk penerima hukuman paling ringan.

Pesantren tersebut baru resmi berdiri 16 Juni 2016, setelah Ghozali keluar penjara. Pesantren Al-Hidayah didirikan khusus untuk membimbing anak-anak mantan terorisme. Mereka kerap menjadi korban atas perbuatan keji yang dilakukan oleh kedua orangtuanya.

Rasa dendam lantaran ketidakpahaman, dikucilkan dari lingkungan, dan dibesarkan tanpa belaian orang tua, bergelut dalam batin setiap anak yang mengetahui bahwa orang tuanya adalah terorisme. Ghozali mengatakan pesantrennya kini sudah memiliki 51 santri dan dibangun di atas tanah seluas 30 hektare. Menurutnya tidak mudah meraih kepercayaan dari masyarakat sekitar bahwa kurikulum yang diajarkannya adalah program deradikalisasi.

Meski mendapat dukungan dari BNPT dan gubernur setempat, Al-Hidayah dibangun melalui modal sawah dan ikan yang diberikan oleh pemerintah. Ghozali bersama santri-santrinya menghidupi pesantren deradikalisasi pertama itu melalui berbagai kegiatan budidaya.

“Selain deradikalisasi, (kegiatan pesantren ini) untuk melatih skill kemahiran, lahan kolam di belakang untuk wirausaha perikanan, pertanian, untuk logistik keperluan sehari-hari, ada bengkel juga,” imbuhnya singkat.

Menanggapi insiden penyerangan terorisme yang melibatkan anak dan beberapa anggota keluarga, Ghozali menjelaskan itulah pentingnya peran Ponpes Al-Hidayah.

"Di saat anak-anak diikutsertakan dalam Amaliyah Jihad oleh orangtuanya, justru kami mendidik anak-anak tersebut untuk menjauhi radikalisme dan menanamkan semangat jihad memela NKRI,” ujarnya.

Sejak beberapa tahun terakhir, dia terus mendidik anak-anak yang terpapar paham terorisme dari orangtuanya. Santri di pesantrennya itu pun terus bertambah. Mulai dari belasan santri, kini jumlahnya sudah mencapai 51 anak.

“Lembaga pendidikan seperti ini, harus banyak hadir di Indonesia. Dengan merekrut anak mereka yang sudah terpapar. Jumlahnya kan ribuan itu. Jadi negara harus hadirlah. Jangan hanya di tempat kita saja,” pungkasnya.

Dalam pesantren yang dipimpinnya, program deradikalisasi dan trauma healing terus dilakukan. Bahkan para santrinya juga sudah membaur dengan anak-anak sekitar pesantren supaya tidak merasa terasing.

6. Deradikalisasi secara soft power dengan cara pemberdayaan masyarakat

[LIPSUS] Deradikalisasi Abai Eks Napi Rapor Merah?Peluncuran KTN dan Warung NKRI di UTS. (uts.ac.id)

Lalu apakah solusi paling efektif untuk menekan laju radikalisasi menurut BNPT, pemerintah, dan instansi pendidikan? BNPT mengembangkan program Kawasan Terpadu Nusantara (KTN) di kawasan Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), untuk menekan laju radikalisasi yang menjadi muara aksi terorisme. Pembangunan kawasan KTN ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan eks narapidana teroris atau mitra deradikalisasi dan masyarakat sekitar.

"Pada intinya program ini mencoba untuk melakukan deradikalisasi secara soft power, dengan cara pemberdayaan masyarakat mitra-mitra deradikalisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraannya," kata Rektor UTS, Chairul Hudaya, saat dikonfirmasi IDN Times, Jumat (16/12/2022).

Program deradikalisasi lewat pengembangan KTN di UTS diluncurkan pada Jumat (2/9/2022) lalu. Pada waktu itu, hadir Kepala BNPT RI, Komjen Pol Boy Rafli Amar dan Tim Kemenko Polhukam RI. Program dengan konsep pertanian terpadu ini dimaksudkan untuk pemberdayaan mitra deradikalisasi dengan harapan dapat menjadi role model dunia.

Pemberdayaan ekonomi, edukasi, dan tourism, dijadikan sebagai wadah pembelajaran atau edukasi untuk belajar dan bekerja bersama bagi mantan teroris atau mitra deradikalisasi. Di dalamnya ditekankan mindset tokoh memengaruhi tokoh untuk mereduksi paham radikal atau terorisme.

Chairul Hudaya menyebutkan, UTS menyediakan lahan seluas 5 hektare untuk program KTN. Di lahan tersebut dikembangkan pertanian terpadu bagi mitra deradikalisasi dan masyarakat sekitar. Lahan tersebut ditanami tanaman hirtikultura yang menghasilkan untuk meningkatkan kesejahteraan mitra deradikalisasi dan masyarakat.

"Karena teman-teman mitra deradikalisasi ini harus bisa berbaur juga dengan masyarakat, tidak ada pemisahan masyarakat dengan saudara kita mitra deradikalisasi ini," terangnya.

Selain KTN, kata Chairul Hudaya, di kawasan kampus UTS juga ada Warung NKRI. Warung NKRI merupakan tempat yang disediakan bagi mitra deradikalisasi, mahasiswa dan masyarakat untuk memperbincangkan nasionalisme, cinta tanah air, dan bela negara.

Cahirul Hudaya menyebut program KTN bukan saja di NTB tetapi ada juga di daerah lain seperti Malang, Jawa Timur. Tujuannya untuk memberdayakan mitra deradikalisasi, peningkatan kapasitas, dan kesejahteraannya. Ia menyebut ada sekitar 40 kementerian/lembaga yang terlibat dalam upaya penanggulangan terorisme.

"Jadi sinergitas ini yang poin pentingnya. Ada 40 kementerian/lembaga yang bersinergi mengatasi, dalam penanggulangan terorisme di Indonesia. Salah satunya soft power ini dengan cara implementasi program KTN," jelasnya.

Sebagaimana daerah NTB, Gubernur Jabar, Ridwan Kamil juga mendukung upaya perlawanan terhadap intoleransi dimulai Sejak bangku SMA. Upaya perlawanan dilakukan dengan deklarasikan sekolah toleransi.

Satu yang baru saja diresmikan adalah sekolah toleransi di SMA Negeri 1 Kota Cimahi. Deklarasi sekolah toleransi yang disaksikan Gubernur dilakukan pada kegiatan Siaran Keliling (Sarling) Jabar di Kota Cimahi, Selasa (13/12/2022).

"Jadi tadi sudah dideklarasikan sekolah toleransi. Tidak boleh ada kebencian-kebencian berdasarkan SARA di sekolah, penguatan Pancasila, sekolah anti-hoaks melawan berita-berita bohong karena semua anak di sini pegang handphone," ujarnya melalui keterangan resminya, Selasa (13/12/2022).

Pemprov Jabar disebut sangat konsen terhadap toleransi di lingkungan sekolah. Kepala Dinas Pendidikan Jabar, Dedi Supandi, mengatakan Disdik Jabar bersinergi dengan Pandam Jaya Mayjen Untung Budiharto mengukuhkan SMAN 1 Depok menjadi Sekolah Toleransi pertama di Indonesia.

"Sekolah toleransi pertama di Indonesia ini bisa menjadi contoh lain untuk sekolah yang ada di Jawa Barat, umumnya di Indonesia. Diharapkan bisa diimplementasikan ke tiap sekolah di Jabar," kata Dedi, Sabtu (12/11/2022).

Dedi menjelaskan di Jabar ada setidaknya 5.033 sekolah yang ke depannya diharapkan bisa mengimplementasikan nilai-nilai toleransi untuk masuk dalam kurikulum melalui pelajaran PPKN.

"Generasi Indonesia Emas. Yang akan menjadi penerus bangsa adalah siswa-siswa yang saat ini sedang menjalani pendidikan, khususnya di SMA, SMK dan SLB. Karena itu, terus tumbuhkan sikap toleransi," katanya.

Penulis: Imron Saputra, Khaerul Anwar, Sri Wibisono, Muhammad Rangga Erfizal, Tama Wiguna, Azzis Zilkhairil, Muhammad Nasir, Ni Ketut Wira Sanjiwani, Wayan Antara, Irma Yudistirani, Arifin Alamudi, Ayu Afria.

Topik:

  • Irma Yudistirani
  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya