Sejarah dan Asal Usul Kampung Bali di Serdang Bedagai

Berawal dari meletusnya Gunung Agung tahun 1963

Medan, IDN Times - Meletusnya Gunung Agung, Bali tahun 1963 membuat banyak warga Bali harus mengungsi. Pergi dari kampung halaman. Salah satu tempat yang dituju adalah Sumatra Utara. Mereka hidup di sana, bekerja dan berketurunan. Daerah itu dikenal dengan kampung Bali yang kental dengan nuansa daerah asalnya.

Tempatnya di Desa Pegajahan, Sergai. Sekitar 12 km dari Perbaungan, Sumatra Utara dan 55 km dari kota Medan. IDN Times datang ke sana dan melihat langsung suasana yang kental dengan nuansa Bali.

I Nengah Sumadi salah satu orang Bali di sana. Seorang kakek berusia 76 tahun itu jadi salah satu warga Bali yang merantau ke Sumut. Saat ini ia telah memiliki 5 anak, dan 15 cucu. Hanya saja seorang anaknya meninggal.

"Tempat tinggal saya di Bali dekat sekali dengan Gunung Agung, sekitar 4 km dari lokasi, jadi kalau meletus saya ketakutan selalu," ujar Nengah memulai ceritanya.

1. I Nengah merantau dari Bali ke Sumut tahun 1963

Sejarah dan Asal Usul Kampung Bali di Serdang BedagaiKegiatan pemantauan kebakaran hutan dan lahan di lereng Gunung Agung (Dok.IDN Times/BPBD Provinsi Bali)

Saat peristiwa meletusnya Gunung Agung, pemerintah provinsi Bali memang menyiapkan tiga lokasi untuk warganya mengungsi dan melanjutkan hidup. 

"Jadi saat Gunung Agung meletus tahun 1963, pemerintah Bali ada menyiapkan pilihan untuk kami melanjutkan kontrak (kerja). Ada 3 pilihan Sulawesi, Kalimatan dan Sumatra Utara," ujarnya.

Ya, saat itu Inengah memang punya pertimbangan tersendiri memilih Sumut sebagai daerah tujuannya. Menurutnya, jika ia memilih pulau Sulawesi dan Kalimatan, dirinya tak peluang menjadi seorang karyawan.

"Milih Sumatra Utara ini langsung kontrak 6 tahun. Begitu berangkat sudah dibiayai kami, seperti ongkos ke sini dan dengan gaji Rp15 ribu per bulan," beber I Nengah.

2. Jadi karyawan kontrak selama 37 tahun, dan akhirnya pensiun tahun 2000

Sejarah dan Asal Usul Kampung Bali di Serdang BedagaiKebakaran di lereng Gunung Agung. (Dok.IDNTimes/BPBD Karangasem)

Ada sekitar 63 Kepala Keluarga (KK) yang terbang ke Sumut tahun itu. Rata-rata berusia 18 sampai 19 tahun. Sampai di tujuan, mereka dibagi 2 rombongan yakni dengan kategori pondok Agung dan pondok Bali.

"Kami dipekerjakan di sini (di PTPN), begitu habis kontrak kami pulang sebagian. Tapi boleh tambah, 3 tahun. Sejak 6 tahun pertama dan kedua tambah 3 tahun. Sampai 3 kali tambah. Jadi orangnya tinggal sedikit lagi. Kamilah tinggal di sini terus," ucapnya.

I Nengah dan beberapa warga Bali lainnya masih tetap memilih tinggal di Sergai. Hanya tersisa sekitar 20-an orang yang tinggal di Sumut. Total sudah 37 tahun lamanya.

"Saya kerja di PTPN sudah 37 tahun, tahun 2000 saya pensiun berarti sudah 21 tahun saya pensiun," ucap I Nengah. 

3. Saat ini warga sekitar yang berada di lokasi Kampung Bali tersisa 6 KK lagi

Sejarah dan Asal Usul Kampung Bali di Serdang BedagaiGunung Agung (unsplash.com/Angga Prasetya)

Menurutnya, dikarenakan ia dan warga Bali hanyalah karyawan kontrak pada saat itu maka tak ada tempat ibadah khusus buat mereka. Akhirnya bersama para warga Kampung Bali lainnya mereka mendirikan Pura Panataran Dharmaraksaka.

"Tapi karena sistem di sini dikontrak, jadi perusahaan gak membuatkan tempat ibadah dan sudah puluhan tahun. Lalu kami yang membuat pura atas inisiatif sendiri. Ada juga yang mendukung di Medan, pangkatnya Mayor namanya pak Nengah orang Bali juga. Satu tahun selesai, dan diresmikan 1989 oleh Gubernur," kenangnya.

I Nengah mengatakan bahwa saat ini, hanya tinggal 6 KK untuk wilayah Kampung Bali tersebut. "Sampai saat ini, kami tinggal di sini karena ekonomi. Istri dari Bali juga. Saya bersyukur bisa selamat dan sehat sampai sekarang," tutup I Nengah.

Baca Juga: 7 Mitos Kesehatan yang Dipatahkan Para Peneliti

Topik:

  • Doni Hermawan
  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya