Mahasiswa: Dimudahkan Medsos, Gen Z di Bali Hadapi Jebakan Pragmatisme

Mau dibawa ke mana bangsa ini?

Denpasar, IDN Times - Tidak dipungkiri peran mahasiswa dalam reformasi Indonesia sangatlah besar. Hal ini dapat dilihat 1998 silam menandai berakhirnya 32 tahun rezim Orde Baru dipimpin Presiden Soeharto. Lalu bagaimana saat ini?

Ternyata, di era kemajuan komunikasi, cara berserikat mahasiswa kalangan Gen Z diakui sangat berbeda. Riski Dimastio (Menko Analisis dan Pergerakan BEM PM Udayana) mengatakan, pergerakan mahasiswa terjadi di tengah kemajuan teknologi, dan era media sosial memang memberikan kemudahan tersendiri.

Tak terkecuali di Bali. Akan tetapi Gen Z juga harus menghadapi tantangan jebakan pragmatisme tertentu. Lalu apa harus dilakukan?

1. Gaya komunikasi di era teknologi saat ini memudahkan mahasiswa bergerak

Mahasiswa: Dimudahkan Medsos, Gen Z di Bali Hadapi Jebakan PragmatismeIlustrasi media sosial. (dok. samsung.com)

Riski mengatakan, di era perkembangan teknologi, dan media sosial saat ini dirasa sangat mendisrupsi bagaimana anak muda bergerak dan berserikat. Dalam konteks gerakan mahasiswa misalnya terdapat dampak positif terhadap komunikasi. Saat ini dengan keberadaan media sosial komunikasi jauh lebih mudah dilakukan daripada era 1998.

"Komunikasi yang kami lakukan lebih mudah dengan adanya media sosial. Kami tidak perlu capek-capek menyebar pamflet-pamflet propaganda di jalanan atau rumah ke rumah seperti zaman 1998. Kami hanya cukup satu klik postingan di media sosial langsung menyebar kemana-mana. Dan jangkauan informasinya sangat luas," ungkapnya pada Sabtu (20/5/2023).

Sedangkan gerakan mahasiswa saat ini diungkapnya tidak meredup. Gen Z cenderung memiliki pola gerakan berbeda daripada generasi di era 1998.

Perbedaan ini dapat dilihat dari segi isu, Gen Z lebih memilih isu-isu dekat, dan berdampak langsung dengan anak muda. Misalnya soal perubahan iklim, korupsi, Hak Asasi Manusia dan lain sebagainya.

Perbedaan kedua terletak pada pola gerakan sedikit berbeda. Gen Z tidak terlalu konvensional seperti melakukan aksi harus turun ke jalan dan semacamnya. Gen Z lebih banyak menggunakan media sosial, dan aksi-aksi kreatif.

2. Gen Z saat menghadapi tantangan cenderung terjebak pragmatisme tertentu

Mahasiswa: Dimudahkan Medsos, Gen Z di Bali Hadapi Jebakan PragmatismeAksi demo yang dilakukan oleh Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bali. (IDN Times / Ayu Afria)

Selain dukungan teknologi, Gen Z juga menghadapi tantangan tersendiri. Riski menyatakan, bentuk tantangan terlihat jelas adalah sulitnya memetakan musuh bersama. Kondisi ini jauh berbeda dengan tahun 1998 silam, yang jelas melakukan perlawanan terhadap presiden RI ke-2, Soeharto.

"Tantangan gerakan mahasiswa hari ini adalah kami sulit memetakan siapa musuh bersama. Kalau dulu kan ada Soeharto sebagai diktator yang menjadi musuh bersama. Sehingga ini juga yang seringkali membuat gerakan mahasiswa hari ini terfragmentasi tergantung isu yang dikawal," ujarnya.

Sementara itu, di kampus tantangan pembangunan kesadaran mahasiswa menjadi masalah tersendiri. Misalnya, neoliberalisme yang masuk ke kampus yang kemudian terwujud dalam bentuk Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Program ini diakui membuat mahasiswa agak sulit peka terhadap isi-isu sosial politik. Mereka cenderung terjebak pragmatisme-pragmatisme tertentu.

"Bagi saya pergerakan mahasiswa yang ideal adalah ketika mahasiswa seluruh Indonesia bisa bersatu tanpa ada sekat-sekat tertentu. Karena hari ini kita dihadapkan pada situasi bangsa yang rumit, korupsi masih merajalela, jurang ketimpangan si miskin dan kaya juga semakin lebar. Maka dari itu, gerakan mahasiswa harus beradaptasi dalam menghadapi zaman agar gerakannya lebih masif," tukas Rizki.

3. Gejala orde baru jilid 2, kebebasan berpendapat menurun

Mahasiswa: Dimudahkan Medsos, Gen Z di Bali Hadapi Jebakan PragmatismeAksi demo yang dilakukan oleh Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Lalu, bagaimana kondisi mahasiswa di Bali saat ini? Riski mengungkap gerakan BEM kampusnya terlihat cukup intens mengawal isu-isu nasional.

Misalnya mengawal Undang-Undang Cipta Kerja, Rancangan Undang-Undang Kesehatan, dan sebagainya. Terlihat jelas Gen Z di Bali saat ini mengawal isu dengan cara berbeda dibandingkan generasi sebelumnya.

"Saat ini saya tergabung di BEM PM Udayana. Selain itu saya juga mengikuti organisasi eksternal. Keduanya mempunyai ciri khas yang berbeda dalam hal pengawalan isu," ungkapnya.

Sementara itu, tidak dipungkiri gejala Orde Baru jilid 2 saat ini ia ungkap mulai terasa. Mengapa? Ia mendapati kondisi di mana indeks demokrasi atau kebebasan berpendapat menurun.

Ditambah lagi terdapat produk-produk hukum antidemokrasi seperti UU ITE dan KUHP. Dalam pergerakan aksi massa di lapangan sendiri mulai banyak pengekangan di mana-mana.

Oleh karenanya, ia meminta agar Gen Z peduli dengan nasib bangsa ini dengan cara terus menerus bersuara kritis dengan berlandaskan intelektualitas. "Demokrasi yang telah kita raih hari ini harus betul-betul dijaga. Ia adalah warisan reformasi yang mengorbankan banyak darah, keringat dan air mata," ujarnya.

4. Mahasiswa saat ini bebas berserikat dan mengawal isu tertentu

Mahasiswa: Dimudahkan Medsos, Gen Z di Bali Hadapi Jebakan PragmatismeAksi demo yang dilakukan oleh Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Sosiolog Universitas Udayana (Unud) sekaligus Direktur Sanglah Institute, Gede Kamajaya mengatakan, pola komunikasi, berserikat mahasiswa saat ini jauh lebih mudah dibandingkan di tahun 1998. Pada tahun tersebut situasi politik memicu aksi massa.

Sedangkan saat ini situasi jauh berbeda, mahasiswa bebas berserikat, bebas membangun jaringan komunikasi antar, dan intra organisasi kampus dalam mengawal isu tertentu.

“Situasi politik yang memicu aksi massa 1998 itu memang karena ada berbagai pembatasan. Misalnya di era itu ada normalisasi kehidupan kampus, UU antisubversi, anti mogok kerja dan lain-lain,” urainya.

Kondisi gerakan mahasiswa di Bali menurut Gede sudah mulai terbangun. Banyak mahasiswa perguruan tinggi sudah berjejaring, dan aliansi dengan bersentuhan langsung dengan masyarakat.

“Sepengamatan awam saya mereka juga sudah berjejaring dengan banyak aliansi. Sekaligus juga berkegiatan yang bersentuhan dengan masyarakat secara langsung cukup signifikan. Respons mereka pada isu-isu nasional juga responsive,” jelasnya.

Baca Juga: Bali Trail Running Melintas di 12 Desa di Kintamani

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya