Catat! Ini Cara Evakuasi Mandiri Jika Tsunami Terjadi Saat COVID-19 

Bukan hanya gempa, ada kondisi lain yang bisa picu tsunami

Jakarta, IDN Times - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan panduan evakuasi bencana tsunami saat pandemik COVID-19 masih melanda Tanah Air. Seperti dikutip dari panduan itu, BMKG mengatakan, tata cara evakuasi tersebut dibuat secara khusus agar tetap menyesuaikan kondisi pencegahan penyebaran virus corona di tengah bencana.

"Pada saat respons bencana alam orang akan cenderung berdesakan. Hal itu menjadi tantangan tersendiri dalam kondisi COVID-19, di mana orang harus menjaga jarak," tulis BMKG pada Panduan Evakuasi Tsunami dalam Situasi COVID-19, yang dikutip IDN Times, Jumat (2/10/2020).

Baca Juga: Ramai Potensi Gempa Tsunami di Jawa, Baru 2 Sirine Berfungsi di Banten

1. Lakukan evakuasi mandiri bila merasakan goncangan gempa kuat atau gempa berayun lamban tapi durasi lama

Catat! Ini Cara Evakuasi Mandiri Jika Tsunami Terjadi Saat COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

BMKG menjelaskan, sebagian besar tsunami di Indonesia adalah tsunami lokal yang disebabkan oleh gempa bumi tektonik. Sehingga, sebelum kejadian tsunami, masyarakat tentunya akan lebih dulu menerima peringatan tentang gempa bumi.

Apabila masyarakat merasakan goncangan yang kuat atau gempa yang berayun lemah tetapi berdurasi lama, maka masyarakat bisa langsung melakukan evakuasi mandiri tanpa menunggu peringatan dini tsunami atau pun perintah dari pihak berwenang.

"Dalam melakukan evakuasi mandiri, sebisa mungkin tetap perhatikan jaga jarak fisik, menggunakan masker, dan mengikuti kebijakan PSBB di derah masing-masing," jelasnya.

Masyarakat bisa melakukan evakuasi mandiri ke Tempat Evakuasi Sementara (TES) yaitu, tempat aman yang sudah ditetapkan sebagai lokasi evakuasi tsunami. Misalnya seperti, dataran tinggi, dataran atau hamparan yang jauh dari pantai, dan gedung atau bangunan yang sudah disepakati sebagai tempat evakuasi.

2. Tunggu di tempat evakuasi hingga mendapatkan arahan lanjutan dari pihak berwenang

Catat! Ini Cara Evakuasi Mandiri Jika Tsunami Terjadi Saat COVID-19 Ilustrasi simulasi bencana. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Ancaman tsunami bisa terjadi selama beberapa jam setelah gempa atau bencana pemicu tsunami lainnya, seperti longsoran bawah laut atau letusan gunung berapi. Dengan demikian, masyarakat harus tetap menunggu dan menetap di wilayah evakuasi sampai ada pengarahan lebih lanjut dari pihak berwenang.

BMKG kembali mengingatkan, saat berada di tempat evakuasi, masyarakat harus tetap menjaga jarak, menggunakan masker, dan menjaga kebersihan.

"Panduan ini bisa menjadi referensi dan diadaptasi untuk keperluan evakuasi bencana lainnya, maupun evakuasi pada saat tanggap darurat," tulis BMKG.

Setelah ancaman tsunami berakhir, maka dengan arahan dan petunjuk dari pihak berwenang, masyarakat dapat pindah menuju Tempat Evakuasi Akhir (TEA), atau jika tidak terjadi tsunami masyarakat bisa kembali ke rumah.

3. Rencana kesiapsiagaan tsunami dalam masa pandemik COVID-19

Catat! Ini Cara Evakuasi Mandiri Jika Tsunami Terjadi Saat COVID-19 Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada panduan tersebut juga dijelaskan tentang rencana kesiapsiagaan tsunami dalam masa pandemik COVID-19, setidaknya meliputi:

1. Peninjauan lokasi rumah sakit

Melakukan evaluasi apakah rumah sakit yang menangani pasien COVID-19 berada di daerah rendaman tsunami atau tidak. Jika demikian, agar mempertimbangkan dipindahkan ke rumah sakit lain yang tahan gempa dan jauh dari kemungkinan rendaman tsunami.

2. Penyiapan TES dan TEA

Kapasitas TES dan TEA yang sudah ditentukan perlu ditinjau kembali agar masyarakat tetap bisa menerapkan jaga jarak. Bila diperlukan, TES dan TEA diperbanyak dan dilakukan disinfeksi secara rutin sebelum terjadi bencana. TES dan TEA yang ditambahkan harus berlokasi di daerah aman dari ancaman tsunami dan dapat memanfaatkan tempat yang saat ini kosong dikarenakan COVID-19, seperti sekolah, asrama mahasiswa yang saat ini diliburkan, perkantoran dimana pegawai bekerja dari rumah, wisma pemerintah yang kosong, hotel kosong karena tidak ada wisatawan, dan lain sebagainya. BPBD, pemerintah daerah, bersama masyarakat harus menyiapkan lokasi pengungsian dengan memastikan ketersediaan sarana kebersihan seperti air bersih, peralatan cuci tangan, sabun dan/atau hand sanitizer.

3. Sarana, prasarana, dan protokol pekerja sosial

BPBD bersama pemerintah daerah dan masyarakat perlu menyiapkan sarana, prasarana, dan protokol agar pekerja sosial yang akan memberikan dukungan evakuasi (sebisa mungkin relawan dari masyarakat) tetap terproteksi. Caranya dengan menyediakan cadangan APD yang dipakai saat membantu evakuasi dan termometer sebagai bagian
dari peralatan P3K.

4. Rencana evakuasi dan protokol kesehatan

BPBD perlu menyiapkan rencana evakuasi dan protokol kesehatan bagi masyarakat. Masyarakat secara umum diharapkan tetap memastikan menjaga jarak (physical distancing), menggunakan masker, dan menjaga kebersihan diri dan sekitarnya pada saat evakuasi. Untuk itu, BPBD perlu melakukan sosialisasi terkait hal ini sejak dini, sebelum terjadi ancaman tsunami. Untuk penggunaan masker tidak perlu menggunakan masker medis, bisa menggunakan masker kain yang dibuat sendiri.

4. Evakuasi berdasarkan penggolongan orang terdampak COVID-19

Catat! Ini Cara Evakuasi Mandiri Jika Tsunami Terjadi Saat COVID-19 Ilustrasi IGD (IDN Times/Besse Fadhilah)

Evakuasi berdasarkan penggolongan orang terdampak COVID-19, sebagai berikut:

1. Pasien Dalam Pengawasan (PDP):
Mereka umumnya adalah pasien yang sedang dirawat di rumah sakit khusus untuk COVID-19. Sebaiknya pasien COVID-19 tidak dirawat di daerah dengan risiko bencana tinggi, agar tidak perlu dilakukan mobilisasi pasien pada saat bencana terjadi, karena ini dapat mengakibatkan penyebaran terjadi. Apabila rumah sakit terletak di daerah ancaman tsunami, maka BPBD dan pemerintah daerah perlu menyiapkan protokol evakuasi khusus untuk melakukan evakuasi pasien dan pekerja medisnya.

• Periksa kembali kode bangunan rumah sakit supaya memenuhi kode bangunan tahan gempa yang terkini;

• Apabila rumah sakit memiliki beberapa lantai, tempatkan PDP di lantai atas yang sekiranya tidak terkena sapuan gelombang tsunami;

• Memberikan tanda khusus bagi PDP, seperti gelang dengan warna khusus;

• Jika dievakuasi ke TES dan TEA, tempatkan perawatan PDP di tempat / ruang yang terpisah dari yang lain;

• Petugas medis perlu diberitahu tempat dan jalur evakuasi masing-masing untuk PDP dan pasien non-PDP dan diberikan pelatihan merawat pasien dalam situasi darurat;

• Perlu ditugaskan pekerja sosial dan relawan yang dilatih untuk dapat membantu evakuasi PDP selama keadaan darurat, membekali petugas medis dan relawan dengan APD dan peralatan P3K termasuk thermometer yang memadai;

• Memastikan ketersedian peralatan hiegienitas dan sanitasi sehingga dapat memberlakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tempat perawatan di lokasi evakuasi.

2. Orang Dalam Pemantauan (ODP):
Mereka umumnya adalah orang yang diperintahkan melakukan karantina mandiri (isolasi diri) dirumah.

• BPBD perlu berkoordinasi dengan Dinkes agar memiliki data dan mengetahui lokasi-lokasi ODP yang tinggal di zona tergenang tsunami;

• Memberi tanda khusus bagi orang-orang dengan status ODP saat evakuasi, seperti memberikan pita dengan warna khusus ditangan, masker dengan tanda khusus, atau tanda lainnya;

• Perlu ditetapkan TES dan TEA untuk ODP. Memastikan ODP berada di satu tempat evakuasi dengan menyiapkan tempat khusus bagi mereka sehingga tempat evakuasi ODP terpisah dari masyarakat yang sehat atau orang tanpa gejala;

• Perlu dipertimbangkan rencana jalur evakuasi dan rencana tempat pengungsian dimana ODP dan warga masyarakat yang sehat terpisah;

• ODP perlu diberi tahu tempat dan jalur evakuasi mereka;

• Perlu ditugaskan pekerja sosial (sebisa mungkin relawan dari masyarakat) untuk membantu evakuasi ODP selama keadaan darurat dan membekali relawan dengan APD (Alat Pelindung Diri) dan peralatan P3K termasuk thermometer;

• Memastikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tempat evakuasi.

3. Orang Tanpa Gejala (OTG):
Mereka adalah orang yang tidak memiliki gejala ataupun tanda-tanda klinis COVID-19 tetapi memiliki risiko terkena Virus Corona. Mereka dapat evakuasi di tempat yang bersamaan dengan tetap memperhatikan jaga jarak, menggunakan masker, dan menjaga kebersihan diri. Apabila dalam evakuasi tsunami ada di antara OTG yang memiliki gejala demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk, maka agar diisolasi terpisah di tempat evakuasi sampai ancaman tsunami selesai dan dapat ditangani lebih lanjut oleh petugas medis.

Baca Juga: Alat Deteksi Tsunami di Perairan Banten Rusak, DPRD: Segera Diganti!

Topik:

  • Sunariyah
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya