Petani Garam Kusamba Tersisa 16 Orang, Millennial Enggan Tekuni Usaha

Kalau bukan kita, siapa yang akan melanjutkan usaha ini?

Klungkung, IDN Times - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klungkung bekerja sama dengan Lembaga Ekonomi Pemberdayaan Pesisir (LEPP) Mina Segara Kusamba, meresmikan pemasaran produk garam beryodium Kusamba, Rabu (22/7/2020). Dalam prosesnya, Pemkab melibatkan generasi millennial di Desa Kusamba, agar tetap bisa melestarikan produk di daerahnya.

1. Banyak generasi muda tidak mau melanjutkan pekerjaan membuat garam tradisional Kusamba

Petani Garam Kusamba Tersisa 16 Orang, Millennial Enggan Tekuni UsahaIDN Times/Wayan Antara

Selama ini, Desa Kusamba terkenal dengan produk garamnya yang masih dibuat secara tradisional. Bahkan produk garam yang dibuat oleh warga di Desa Kusamba, dikenal memiliki kualitas yang sangat baik. Bahkan hingga dipasarkan ke luar negeri.

Namun melihat perkembangan sekarang, sangat sedikit bahkan sama sekali tidak ada generasi muda lokal yang mau menekuni pekerjaan membuat garam tradisional. Hal ini dikhawatirkan usaha pembuatan garam lokal jadi punah ke depannya.

"Generasi muda lokal harus bangga dengan produk di daerahnya. Kami membuat garam Kusamba beryodium ini tidak hanya memberdayakan petani lokal. Tapi bagaimana juga produk ini bisa terus lestari sebagai produk unggulan di Desa Kusamba, khususnya, dan Klungkung pada umumnya," ujar Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, Kamis (23/7/2020).

Baca Juga: Foto Prewedding di Kertha Gosa Klungkung Akan Digratiskan

2. Petani garam di Desa Kusamba hanya tersisa 16 orang

Petani Garam Kusamba Tersisa 16 Orang, Millennial Enggan Tekuni UsahaIDN Times/Wayan Antara

Ketua Kelompok Petani Garam "Sarining Segara" Desa Kusamba, Mangku Rena, menjelaskan generasi muda atau kaum millennial tidak ada yang tertarik menjadi petani garam. Mereka lebih banyak terjun ke sektor lain seperti pariwisata dan menjadi pegawai swasta.

"Mungkin karena pekerjaannya berat, dan hasilnya tidak seberapa. Jadi generasi muda tidak ada mau melanjutkan pekerjaan orang tuanya menjadi petani garam," jelas Rena.

Hal ini mengancam keberlanjutan produk garam lokal Kusamba. Apalagi petani garam di Desa Kusamba saat ini mayoritas berusia lanjut. Menurutnya, tersisa 16 orang petani garam di Desa Kusamba. Padahal lima tahun lalu, masih ada lebih dari 30 warga yang menekuni pekerjaan menjadi pembuat garam secara tradisional.

"Banyak yang meninggalkan pekerjaan ini karena pekerjaannya berat dan hasilnya tidak sesuai. Lahan penggaraman juga banyak tergerus abrasi," ungkap Mangku Rena.

Dengan pemerintah ikut turun tangan membuat garam beryodium yang bahan bakunya diambil dari petani garam lokal, diharapkan generasi muda tertarik untuk mulai berusaha membuat garam.

3. Berharap generasi muda tertarik menekuni usaha pembuatan garam tradisional

Petani Garam Kusamba Tersisa 16 Orang, Millennial Enggan Tekuni UsahaIDN Times/Wayan Antara

Generasi muda Desa Kusamba, I Ketut Agus Susanto, yang ikut dilibatkan ketika launching produk garam Kusamba, menyampaikan dirinya bersama generasi muda Desa Kusamba lainnya akan mulai ikut serta dalam memproduksi garam Kusamba, sekaligus melestarikan keberadaannya. Ia berharap dengan sistem pemasaran dan pengemasan yang baru, garam Kusamba semakin memiliki nilai jual di masyarakat.

"Dengan upaya ini, kami harap harga garam Kusamba semakin baik dan stabil di pasaran. Sehingga generasi muda seperti kami ke depannya semakin tertarik untuk menekuni usaha ini," kata Agus.

Manajer Koperasi LEPP Mina Segara Dana, I Gusti Nyoman Sadi Ari Putra, menyatakan pembuatan garam Kusamba beryodium ini dimaksudkam untuk melestarikan dan memberdayakan produk garam lokal. Bahan baku dari garam ini dibeli langsung dari petani garam lokal seharga Rp10 ribu per kilogramnya.

Untuk produksi garam beryodium, pihaknya dapat menghasilkan 14 ton garam atau 12 ribu pieces (Pcs) per bulan dalam kemasan berukuran 250 gram. Garam beryodium ini akan dipasarkan di pasar-pasar tradisional dan modern.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya