Pelaku Pariwisata di Klungkung Obral Harga Kamar untuk Gaet Wisdom

Setelah dihantam pandemik, selanjutnya hadapi krisis global

Klungkung, IDN Times - Resesi global yang diprediksi terjadi pada tahun 2023, kembali akan menjadi tekanan industri pariwisata di Bali. Padahal saat ini para pelaku pariwisata tengah mulai bangkit, setelah 2 tahun mati akibat pandemik COVID-19.

Hal ini pula yang dikhawatirkan para pelaku pariwisata di Nusa Penida, sebagai jantung pariwisata di Kabupaten Klungkung. Para pelaku pariwisata yang baru kembali merintis usaha mereka, menghadapi ketidakpastian ekonomi di tahun 2023.

Hal ini pula yang diantisipasi oleh para pelaku pariwisata ke depan. Selain berupaya memaksimalkan pasar domestik, persiapan menghadapi ketidakpastian ekonomi juga telah dilakukan mulai saat ini. Termasuk melakukan efesiensi dalam operasional usaha. Selain itu, beberapa pekerja pada sektor pariwisata di Nusa Penida tidak berani menggantungkan hidup sepenuhnya dari pariwisata.

Baca Juga: 5 Resort di Nusa Penida dengan Fasilitas Infinity Pool 

1. Pelaku pariwisata harus mulai kencangkan ikat pinggang

Pelaku Pariwisata di Klungkung Obral Harga Kamar untuk Gaet WisdomPenginapan di Nusa Penida. (Dok. IDN Times/Istimewa)

Seorang pelaku pariwisata asal Nusa Penida, Ketut Merta (45), belakangan ini baru kembali bisa merasakan penginapan miliknya penuh. Sudah dua tahun penginapannya terbengkalai karena pariwisata mati, dampak dari pandemik COVID-19. Selain itu, saat ini harga penginapannya juga sudah mulai normal.

Beberapa bulan lalu, harga penginapannya sempat anjlok setengah harga karena maraknya para pelaku pariwisata yang mengobral harga kamar untuk menarik wisatawan.

"Sekarang harga kamar sudah normal. Mungkin karena wisatawan asing mulai ramai ke Nusa Penida. Pesanan kamar ada terus," ujar Ketut Merta, Jumat (21/10/2022).

Merta harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat kembali membuka penginapannya. Mulai dari mengganti barang elektronik yang rusak karena 2 tahun tidak beroperasi akibat pandemik hingga melakukan penataan kebun.

"Baru buka dan mulai bangkit, sudah ada isu resesi global 2023. Ini tentu berimbas ke pariwisata. Sederhananya kalau mereka di luar negeri tidak punya uang, bagaimana mau berwisata. Pasti mereka berusaha memenuhi kebutuhan pokok dulu. Imbasnya membali ke kami pelaku pariwisata. Apalagi saya sudah keluarkan banyak biaya untuk buka penginapan kembali," ungkap Merta.

Ia pun harus bersiap dalam kondisi terburuk. Menarik wisatawan lokal bisa menjadi solusi apabila kunjungan wisatawan asing minim. Namun menurutnya hal ini akan berpengaruh ke harga kamar.

"Situasi mungkin sedikit sama seperti pandemik. Kalau target jaring wisatawan lokal, imbasnya ke harga kamar yang lebih terjangkau," ungkapnya.

Ia mengaku tidak ada strategi khusus untuk menarik minat wisatawan lokal ke Nusa Penida. Cara yang paling efektif yakni dengan memberikan diskon harga kamar sehingga lebih terjangkau.

"Konsepnya seperti itu (diskon harga kamar) agar operasional penginapan berjalan," jelasnya.

Pemilik penginapan saat ini juga tidak mau jorjoran mengeluarkan biaya untuk operasional mereka.

"Saya juga mulai kencangkan ikat pinggang. Selagi pariwisata sekarang dalam tren cukup bagus, biaya operasional diatur sebaik mungkin dan secukupnya. Misal sementara tidak alokasikan biaya untuk penataan atau renovasi. Alokasikan untuk hal wajib saja seperti listrik dan air," jelasnya.

2. Mulai waspadai perang tarif penginapan

Pelaku Pariwisata di Klungkung Obral Harga Kamar untuk Gaet WisdomSuasana salah satu akomodasi wisata di Nusa Penida (IDN Times/Wayan Antara)

Diskon harga penginapan untuk menggaet wisatawan lokal, cenderung akan menyebabkan perang tarif. Hal ini yang sempat terjadi di Nusa Penida beberapa bulan lalu. Bukannya menguntungkan, secara umum ini tentu membebankan para pengusaha penginapan.

Masalah perang tarif ini juga sempat disinggung oleh Ketua Badan Pimpinan Cabang (BPC) PHRI Klungkung, I Wayan Kariana. Kondisi ini terjadi saat bulan Mei 2022 lalu, di mana pemilik penginapan ramai-ramai mendiskon harga kamarnya untuk menggaet wisatawan.

"Bayangkan saja, saat itu penginapan yang di pinggir pantai saja yang standar harganya Rp1,2 juta semalam, bisa dijual dengan harga Rp300 ribuan. Kasian juga temen-temen (pengelola akomodasi wisata) yang jauh dari pantai tidak dapat tamu," ungkapnya.

Ia mengaku sudah melakukan pendekatan ke beberapa pengelola akomodasi wisata yang menjual kamar dengan harga sangat murah. Alasan mereka agar akomodasi wisata yang mereka kelola ada tamu. Walaupun jauh dari keuntungan dan bahkan belum sebanding dengan biaya perawatan kamar. Apabila perang tarif ini berlarut, menurutnya ini akan berpengaruh buruk terhadap industri pariwisata di Klungkung, khususnya di Nusa Penida.

3. Tidak tinggalkan rumput laut walau sudah mulai kerja

Pelaku Pariwisata di Klungkung Obral Harga Kamar untuk Gaet WisdomBudidaya rumput laut di Nusa Penida. (IDN Times/Wayan Antara)

Pendemik COVID-19 juga menjadi pelajaran berharga bagi Nyoman Soma Ardika (40). Pegawai hotel tersebut kembali menekuni budidaya rumput laut saat di rumahkan. Keluarganya yang turun menurun hidup dari budidaya rumput laut, sempat meninggalkan budidaya rumput laut karena tergiur perkembangan pesat pariwisata di Nusa Penida.

"Bagitu fokus kerja di sektor pariwisata, tiba-tiba pandemik. Kondisi keuangan keluarga seketika goyah, sampai akhirnya kembali ke rumput laut untuk bertahan di masa pandemik," ujarnya.

Saat ini Soma Ardika sudah mulai bekerja. Belajar dari pengalaman, ia tidak mau meninggalkan budidaya rumput laut. Apalagi ada informasi resesi global di tahun 2023, yang membuatnya tidak bisa bergantung penuh pada sektor pariwisata.

"Pariwisata selalu tergantung ekonomi global. Apalagi 2023 informasinya akan resesi global. Takutnya pariwisata ambruk lagi. Jadi saya bertahan juga budidaya rumput laut," ujar Soma.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya