Cerita Pernikahan Dini di Bali, Terpaksa Dilakukan Secara Adat

Pentingnya pendidikan pra nikah dan kesehatan reproduksi

Klungkung, IDN Times - Pemerintah melalui Undang-undang No 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 1 Tahun 1974 sudah menetapkan batasan umur untuk melangsungkan perkawinan. Berdasarkan Undang-undang pernikahan tersebut, seseorang diperbolehkan kawin jika sudah berusia minimal 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.

Hanya saja dalam kenyataannya di masyarakat, masih ditemui perkawinan di bawah umur. Faktor perkawinan yang dilaksanakan secara adat, masih memungkinkan untuk terjadinya perkawinan di bawah umur.

Seperti yang dialami I Kadek WA (20), seorang warga di Kabupaten Klungkung. Ia kawin saat usianya masih menginjak 17 tahun. Istrinya, NI Putu SA, saat itu juga masih berusia 17 tahun. Mereka pun akhirnya menghadapi berbagai cobaan membina rumah tangga dalam usia yang masih sangat muda.

Baca Juga: Cerita Sineas di Klungkung Tetap Berkarya dalam Gempuran Pandemik

1. Kehamilan di luar nikah menjadi alasan pernikahan dini

Cerita Pernikahan Dini di Bali, Terpaksa Dilakukan Secara AdatIlustrasi hamil (IDN Times/Mardya Shakti)

I Kadek WA tidak menyangka jika dirinya harus kawin di usia 17 tahun. Usia itu tergolong sangat belia untuk membangun rumah tangga. Kenakalannya saat remaja, membuatnya harus memilih jalan menikah dini dan harus putus sekolah di kelas XII.

“Waktu itu pacar saya hamil, mau tidak mau saya harus ambil jalan menikah. Sampai saya dan istri putus sekolah,” ungkapnya, Jumat (15/4/2022).

Tidak mudah bagi Kadek WA untuk menikah di usia muda, terlebih keluarganya selama ini termasuk tidak mampu. Ia menyadari bahwa menikah dini akan menambah beban keluarganya, namun ia tidak bisa menghindari kenyataan itu.

“Setelah menikah, ekonomi sangat sulit. Saya belum bekerja dan istri hamil. Saya mengandalkan kakak yang sudah bekerja, tapi saat pendemik kakak saya dirumahkan dari tempatnya bekerja,” keluhnya.

Ia pun tidak memungkiri, hal itu menyebabkan rumah tangganya goyah. Pertengkaran hampir terjadi setiap hari dan pemicu utamanya masalah ekonomi dalam keluarga.

“Jujur kami belum siap menikah. Saya belum ada pekerjaan ketika itu, belum lagi mental yang belum matang. Setiap ada masalah, selalu bertengkar hebat. Tahun pertama pernikahan, menjadi masa yang sangat berat bagi saya,” ungkapnya.

Saat ini Kadek WA sudah memiliki perkerjaan di Pelabuhan Kusamba. Hal itu setidaknya membuatnya memiliki penghasilan bulanan, walaupun hanya cukup untuk membeli kebutuhan pokok.

“Intinya jangan menikah jika masih belum cukup umur, apalagi dari latar belakang keluarga kurang mampu. Itu akan menambah masalah dan sulit untuk bahagia,” ungkapnya.

2. Menikah usia dini di Bali dapat dilaksanakan secara adat

Cerita Pernikahan Dini di Bali, Terpaksa Dilakukan Secara AdatIlustrasi pasangan menikah (pexels.com/Jeremy Wong)

Kadek WA mengungkapkan saat kawin di usia 17 tahun, ia tidak menikah secara dinas. Hal itu lantaran usianya masih di bawah umur dan hanya menikah secara adat.

“Kepala Desa, Kepala Dusun tentu tidak berani menandatangani pernikahan saya secara dinas, karena katanya melanggar Undang-undang. Saya diberikan solusi untuk menikah secara adat saja,” ungkapnya.

Jadi Kadek WA saat itu hanya menikah secara adat. Sesuai aturan adat di beberapa daerah di Kabupaten Klungkung, seseorang dikategorikan dewasa dan boleh kawin jika sudah menstruasi bagi perempuan dan sudah mengalami perubahan suara (ngembakin) untuk laki-laki.

“Kalau saya menikah secara adat saja dulu, jadi baru bisa urus Kartu Keluarga, Akta Nikah, KTP, saat usia sudah 19 tahun,” ungkapnya.

Untuk dapat menikah secara sah secara dinas, walau usia masih di bawah umur, mereka harus melampirkan surat keterangan dari pengadilan. Namun hal ini jarang dilakukan di Bali.

Jika terpaksa menikah di bawah umur, warga di Bali dapat memilih melakukan perkawinan secara adat terlebih dahulu. Lalu mengesahkan pernikahannya secara kedinasan saat usianya sudah cukup berdasarkan Undang-undang.

“Kalau bagi saya, risiko paling terasa saat menikah muda yakni tidak bisa mengurus BPJS Kesehatan karena baru bisa urus KK saat nikah dinas. Jadi saat periksa kehamilan sampai persalinan tidak bisa," ungkapnya.

3. Cegah pernikahan dini melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja

Cerita Pernikahan Dini di Bali, Terpaksa Dilakukan Secara Adatilustrasi konseling (www.umary.edu)

Kepala Dinas Pemerdayaan Masyarakat dan Desa, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Klungkung, I Wayan Suteja, tidak menampik sampai saat ini masih ada kasus pernikahan dini di Klungkung.

Kejadian pernikahan dini di Klungkung hampir semua karena kasus hamil di luar nikah.

Pihaknya pun telah menjalankan beberapa program untuk mencegah kasus pernikahan dini di Klungkung, yakni dengan menjalankan Pusat Informasi dan Konseling Remaja di sekolah SMP dan SMA di Klungkung.

“Dalam program Pusat Informasi dan Konseling Remaja ini, para siswa SMP dan SMA secara berkala diberikan pemahaman tentang pernikahan dini, narkoba, termasuk kesehatan reproduksi” ungkap Suteja, Jumat (15/4/2022).

Ia menyadari sangat sulit untuk mengatasi masalah pernikahan dini, apalagi hal ini sampai saat ini juga masih menjadi permasalahan secara nasional.

“Di sini pentingnya peran keluarga juga, bagaimana bisa menjalin komunikasi dan memberikan pemahaman ke anak-anaknya untuk menghindari pernikahan dini,” jelasnya.

Ia menekankan, pendidikan pra nikah ataupun kesehatan reproduksi seharusnya juga tidak dianggap tabu lagi di keluarga dan anak-anak harus sudah mendapatkan pemahaman sejak dini terkait hal tersebut.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya