ICW Menilai Revisi RUU KPK Kemungkinan Ada Pesanan dari Dewan Terpilih

Semoga KPK bisa bekerja maksimal dan tetap berani ya

Denpasar, IDN Times - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Rabu (11/9) lalu. Surpres bernomor R-42/Pres/09/2019 ini menandakan, Jokowi 'memberikan ruang' bagi DPR RI untuk merevisi UU KPK. Jokowi lalu menunjuk dua menteri untuk membahas revisi UU tersebut. Yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) justru berharap Presiden menolak revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini. "Harapan kami saat ini adalah Presiden menolak revisi undang-undang KPK dan Presiden tidak mengirimkan surat Presiden kepada DPR RI," kata Egi Primayogha, anggota Divisi Korupsi Politik ICW, saat ditemui usai acara Bengkel Anti Korupsi di Universitas Udayana, Denpasar, Rabu (11/9) malam.

Seperti apa pandangannya soal revisi UU KPK tersebut?

1. Ada kemungkinan revisi UU KPK pesanan dari anggota dewan terpilih

ICW Menilai Revisi RUU KPK Kemungkinan Ada Pesanan dari Dewan TerpilihIDN Times/Muhammad Khadafi

Egi menganalisa, revisi UU KPK ini kemungkinan pesanan dari anggota dewan terpilih karena merasa banyak yang terganggu atas kehadiran antirasuah ini.

"Saya melihatnya mungkin ada pesanan. Pesanan dalam artian DPR yang terpilih tentu maju dengan sokongan dana. Para penyelenggara itu mungkin terganggu dengan kehadiran KPK dan mereka menghendaki supaya Undang-undang KPK (Diputuskan)," katanya.

2. Poin-poin revisi UU KPK berpotensi melemahkan

ICW Menilai Revisi RUU KPK Kemungkinan Ada Pesanan dari Dewan TerpilihIlustrasi logo KPK. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Egi juga melihat, revisi ini akan melemahkan KPK. Karena poin-poin revisinya banyak yang berpotensi untuk melemahkan KPK.

"Salah satunya dibentuknya dewan pengawas, lalu KPK tidak lagi menjadi lembaga independen. Selain itu ada juga KPK memiliki kewenangan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara). Itu salah satunya dan beberapa di antaranya," jelasnya.

3. Revisi undang-undang KPK bukan pertama kalinya terjadi

ICW Menilai Revisi RUU KPK Kemungkinan Ada Pesanan dari Dewan TerpilihANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Kata Egi, revisi UU KPK ini bukan pertama kalinya terjadi. Tahun 2016 lalu pernah ada permintaan untuk merevisi. Namun ada tekanan publik pada waktu itu, Presiden langsung menolaknya.

"Ini kan buka pertama kali dilakukan. Jadi di tahun 2016 ketika itu pimpinan KPK baru terpilih upaya revisi undang-undang KPK dilakukan sama, dan poin-poinnya mirip yang ketika itu juga disodorkan. Tapi dengan berbagai tekanan publik ketika itu, Presiden memutuskan untuk tidak menyetujui revisi Undang-undang KPK. Beberapa fraksi di DPR juga tidak menyetujui revisi Undang-undang di KPK ketika itu, dan yang sekarang itu justru disetujui seluruh fraksi di DPR," terang Egi.

Egi mengiyakan ketika ditanya soal revisi UU KPK ini terjadi karena banyaknya kepala daerah yang tertangkap atau anggota DPR yang korupsi.

"Iya itu salah satunya. Tapi yang pasti banyak orang yang terganggu dengan kehadiran KPK. Saya kira upaya revisi KPK yang melemahkan itu dilakukan," jawabnya.

4. Laode: Ini bukan adab yang baik

ICW Menilai Revisi RUU KPK Kemungkinan Ada Pesanan dari Dewan Terpilih(Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dan Laode M. Syarif) IDN Times/Santi Dewi

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mempertanyakan letak adab ketatanegaraan Indonesia ketika UU, yang menjadi landasan buat mereka bekerja, akan diubah. KPK disebut tidak pernah dilibatkan dalam proses itu.

"Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia, di mana DPR dan pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi atau sekurang-kurangnya memberi tahu lembaga tersebut tentang hal-hal yang akan direvisi dari undang-undang mereka. Ini jelas bukan adab yang baik," kata Syarif melalui pesan pendek kepada IDN Times, Rabu (11/9) malam.

5. DPR RI menyusun draf rancangan revisi UU KPK yang disetujui dalam rapat Baleg

ICW Menilai Revisi RUU KPK Kemungkinan Ada Pesanan dari Dewan TerpilihANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Rencananya, pimpinan KPK akan meminta waktu kepada DPR dan pemerintah untuk bertemu membahas hal tersebut.  Seperti diketahui, DPR telah sepakat mengambil inisiatif revisi UU KPK. Para wakil rakyat itu telah menyusun draf rancangan revisi UU KPK dan disetujui dalam rapat Badan Legislasi (Baleg).

Setidaknya terdapat enam poin pokok perubahan dalam revisi UU KPK. Poin-poin pokok itu antara lain berkaitan dengan keberadaan dewan pengawas, aturan penyadapan, kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) hingga status pegawai KPK.

Baca Juga: AMMBAK Soroti Draft RUU KPK, Masyarakat Bali Diminta Kritis

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya