3 Cerita Kelam Warga Eksodus Saat Kerusuhan Wamena, Berharap Pulih

Mereka berharap Wamena cepat pulih dan kembali normal

Badung, IDN Times - Dari catatan tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hari Minggu (29/9), ada 31 orang korban meninggal dunia dalam kerusuhan Wamena, Papua. Komnas HAM mengutuk keras siapa pun pelaku dalam aksi ini.

"Komnas HAM mengutuk keras sekaligus berbelasungkawa, tragedi ini dimulai dari suatu hoaks yang begitu menyulut kerusuhan di beberapa tempat di Papua," Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, dalam konferensi pers di Gedung Komnas Ham, Senin (30/9) lalu.

Peristiwa kerusuhan di Wamena ini menjadi hari kelam bagi warga yang tinggal di sana. Seperti yang dialami Defrizul (45), warga asal Padang, Sumatera Barat. Ia  merantau ke Wamena, Kabupaten Kabupaten Jayawijaya, Papua, sejak 19 tahun silam. Kepada IDN Times, ia bercerita bagaimana kondisinya selama kerusuhan itu terjadi.

1. Defrizul mengungsi satu minggu bersama keluarga karena massa membawa sajam dan bom molotov

3 Cerita Kelam Warga Eksodus Saat Kerusuhan Wamena, Berharap PulihIDN Times/Muhammad Khadafi

Defrizul menceritakan, pada Senin tanggal 23 September 2019, kerusuhan pecah pada pukul 09.00 Wita. Dalam peristiwa tersebut, rumah dan tiga kios sembako miliknya habis dibakar massa.

"Saya pedagang, yang terbakar rumah kios ada tiga kios, ada Rp300 juta kerugian untuk satu kios," kata Defrizul saat ditemui di Safe House Lanud TNI AU I Gusti Ngurah Rai, Kamis (3/10).

Selama kerusuhan, ia bersama sanak keluarganya memilih mengungsi selama satu minggu untuk mendapatkan tempat yang aman. Sebab massa sudah mulai anarkis dengan membawa senjata tajam (Sajam) dan bom molotov. Sehingga banyak warga pendatang memilih untuk pulang kampung.

"Sempat mengungsi satu minggu, Alhamdulilah (Keluarga) tidak ada yang terluka. (Waktu) kerusuhan masyarakat mulai anarkis rumah di dalam kota terbakar. Semuanya jadi pulang kampung dulu," ujarnya.

2. Defrizul mengaku akan kembali ke Wamena karena sudah punya hubungan baik dengan warga setempat

3 Cerita Kelam Warga Eksodus Saat Kerusuhan Wamena, Berharap PulihANTARA FOTO/HO

Ketika kerusuhan terjadi, Defrizul menyebut ada warga setempat yang ikut membantu warga pendatang. Karena saat terjadinya pembakaran di Wamena, warga setempat sempat menghalangi aksi itu, namun dikejar oleh massa yang anarkis sehingga ketakutan.

"Ada yang bantu ada juga tidak karena mereka juga ketakutan. Waktu pertama kebakaran masyarakat pribumi menghalangi tapi karena mereka dikejar (Oleh massa) mereka lari juga," ungkapnya.

Kendati ada kerusuhan, Defrizul mengaku akan kembali ke Wamena. Karena menurutnya selama ini ia berhubungan baik dengan warga setempat.

"Selama ini saya merasa damai, nyaman, tenang dan berbaur sama masyarakat tidak ada gangguan apapun. Tidak tahulah kejadian apa yang membuat seperti ini. Kita berbaur seperti biasa, tidak ada gangguan apa, tidak tahu kenapa kejadian gitu. Saya merasa senang dengan masyarakat asli pribumi di situ. Ini kan yang bikin kacau bukan pribumi asli kan, dari kabupaten lain, bukan (Dari) Kabupaten Jayawijaya," jelasnya.

3. Paling lama dua minggu di Padang, Defrizul akan kembali lagi ke Wamena

3 Cerita Kelam Warga Eksodus Saat Kerusuhan Wamena, Berharap PulihIDN Times/Muhammad Khadafi

Saat kejadian, Defrizul panik karena tidak bisa menghubungi keluarganya di Sumatera Barat. Jaringan teleponnya tidak ada alias dimatikan.

"Sempat panik karena jaringan telepon tidak ada. Waktu itu sempat pakai Indosat dan juga Telkomsel tapi tidak bisa. Iya, harapannya semoga cepat aman di sana supaya cepat kembali lagi," ujarnya.

Defrizul bersama anak, istri, serta keluarganya kini kembali pulang kampung ke Padang, Sumatera Barat. Namun setelah mengantarkan keluarganya, ia akan kembali lagi ke Wamena.

"Saya mengantar anak dan istri sama adik-adik semuanya ke Padang. Paling lama dua minggu lagi ke sana (Wamena). Karena di sana merasa tenang, karena masyarakat yang punya lokasi juga dekat sama kita," kata Defrizul.

4. Cerita tukang ojek saat melihat rumah dibakar di depan matanya

3 Cerita Kelam Warga Eksodus Saat Kerusuhan Wamena, Berharap PulihIDN Times/Muhammad Khadafi

Sementara itu cerita lain datang dari seorang kakek bernama Nur Wahid (60). Kakek asal Probolinggo, Jawa Timur, ini sudah sejak 12 tahun lalu merantau ke Wamena menjadi seorang tukang ojek.

Rumah yang ditempatinya bersama adik jadi korban kerusuhan. Rumahnya dibakar. Ia juga melihat banyak korban yang tewas karena massa anarkis.

"Itu rumah milik orang Makassar, saya suruh jaga rumah itu. Waktu dibakar saya lari lewat belakang. Waktu itu kejadian jam 9 pagi. Akhirnya ada anggota, saya selamat. Tapi rumah
dan motor enam habis semua," ungkapnya.

Ia selamat setelah melarikan diri ke perumahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan sempat terpisah dengan keluarganya. Namun keluarganya selamat.

"Saya enam keluarga, selamat semua. Iya keluarga ada yang terpisah tapi selamat. Waktu itu saya lari ke Perumahan TNI. Iya kalau tidak lari, mati," kata Nur Wahid.

Massa yang dilihatnya kala itu membawa senjata tajam dan bensin. Massanya mulai dari anak muda hingga orangtua, dan ada juga yang memakai seragam sekolah tetapi wajahnya bukan seorang pelajar.

"Iya ada yang pakai seragam sekolah tapi orangnya tua-tua dan campuran (Ada tua dan muda). Saya cuma dapat bantuan makan saja, saya sempat mengungsi lama juga," jelasnya.

5. Cerita Zulkifli berjuang menyelamatkan keluarga dan warga lain dari aksi anarkis massa

3 Cerita Kelam Warga Eksodus Saat Kerusuhan Wamena, Berharap Pulih

Cerita tak berbeda dengan Zulkifli (47). Rumah dan kiosnya habis dibakar massa. Zulkifli sudah 17 tahun merantau ke Wamena dan menjadi Ketua Ikatan Keluarga Minang (IKM) di Kabupaten Jayawijaya, Papua.

Ia menceritakan, sekitar pukul 09.00 Wita, Ia sudah bergegas menjemput anaknya yang sedang bersekolah, karena sudah mendapat kabar dari aparat hukum akan ada aksi massa yang akan rusuh di Wamena.

"Setelah menjemput anak, saya masuk ke dalam kios karena massa sudah di luar. Saya masuk ke dalam kios bersama anak dan istri. Massa melempari dengan batu sehingga saya terpaksa naik ke atas atap untuk menyelamatkan diri," kata Zulkifli saat ditemui di Safe House Lanud TNI AU I Gusti Ngurah Rai, Kamis (3/10).

Bangunan ini terdiri dari dua tingkat. Ia sengaja membuat sebuah pintu pembatas di atap tersebut. Di sanalah ia bersembunyi selama satu jam. Ia bersama keluarganya lalu diselamatkan oleh anggota TNI, dan diungsikan ke Kodim 1702 selama satu minggu.

"Saya bisa menyelamatkan diri, saya melompat dari atap ke bawah untuk menyelamatkan diri. Setelah anggota (TNI) 756 dan anggota Kodim 1702 (Datang) kita diungsikan ke pengungsian Kodim 1702," kata pria yang tinggal di Pasar Wouma, Wamena, Kabupaten Jayawijaya ini.

Sebagai Ketua IKM, ia tak hanya menyelamatkan keluarganya saja. Tetapi juga warga Minang lain di Wamena agar selamat.

"Suara saya sampai habis, sebagai Ketua Ikatan Minang, saya mengurus warga saya di sana. Saya membawa keluarga ini pulang," ujarnya.

6. Berharap Wamena cepat pulih dan kembali normal

3 Cerita Kelam Warga Eksodus Saat Kerusuhan Wamena, Berharap Pulih

Rumah Zulkifli habis dilalap api. Ia juga melihat ada korban meninggal, terluka karena panah dan senjata tajam di depan matanya. Massa saat itu melempari batu, kios-kios di pasar, dan Kantor Bupati habis terbakar.

Zulkiplu mengaku tertarik merantau ke Wamena karena diajak saudaranya. Selama di sana, ia mulai berdagang di Wamena hingga mampu membiayai anaknya kuliah di Yogyakarta. "Alhamdulillah, kalau untuk mencari kehidupan ada sedikit kelebihan,” katanya.

Zulkifli berharap situasi di Wamena cepat pulih dan kembali normal. Sehingga ia bisa kembali beraktivitas di Wamena. "Saya berharap bisa kondusif lagi dan masyarakat bisa kembali ke Kabupaten Jayawijaya," harapnya.

Baca Juga: Mahasiswa Papua di Bali: Veronica Koman Dihormati Masyarakat Papua

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya