Perjalanan Kasus dan Isi Surat Jerinx, Minum Satu Gelas Ramai-ramai

Jerinx tidak cengeng

Denpasar, IDN Times – Drummer Superman is Dead (SID), I Gede Ari Astina alias Jerinx, resmi ditahan oleh Kepolisian Daerah (Polda Bali) sejak Rabu (12/8/2020), setelah diperiksa oleh Direktorat Reserse Krimimal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Bali. Ia jadi tersangka kasus pencemaran nama baik, penghinaan, dan menimbulkan suatu permusuhan kepada IDI (Ikatan Dokter Indonesia) karena postingan di Instagram-nya.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah (Polda) Bali, Kombespol Yuliar Kus Nugroho, menyebutkan penetapan status tersangka ini karena memenuhi unsur delik berdasarkan alat bukti yang cukup, keterangan saksi, serta ahli. Termasuk keterkaitan dan kesesuaian antara keterangan-keterangan Jerinx bersama barang bukti.

Pada tanggal 26 Agustus 2020, berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P21, dan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.

“Jadi tadi ada barang bukti handphone, print screenshot dari Instagram yang menjadi inti dari permasalahan ini, dan sudah ditunjukkan kepada saudara Jerinx, dan yang bersangkutan itu mengakui bahwa itu adalah barang bukti semua. Mengakui juga bahwa yang bersangkutanlah yang memosting ini,” jelas Kasi Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejati Bali, A Luga Harluanto, pada Kamis (27/8/2020).

Setelah proses pelimpahan berkas di ruang Reskrimsus Polda Bali dan hendak dibawa ke rumah tahanan (Rutan) Polda Bali, Jerinx tampak ditemani oleh Kuasa Hukum Wayan Gendo Suardana, dan istri Jerinx Nora Alexandra. Jerinx tampak memegang secarik kertas berisi catatan yang ditulis dan ditandatanganinya sendiri. Berikut perjalanan kasus dan isi surat Jerinx.

Baca Juga: Hasil Tes Negatif, Jerinx Minta IDI dan Menkes Meneliti Kondisinya

1. Jerinx disangkakan melanggar UU ITE dan KUHP

Perjalanan Kasus dan Isi Surat Jerinx, Minum Satu Gelas Ramai-ramaiIDN Times/Sukma Shakti

Jerinx terancam dihukum pidana penjara 6 tahun dan denda Rp1 miliar. Ia ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45A ayat 2 dan/atau pasal 27 ayat 3 juncto pasal 45 ayat 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau pasal 311 KUHP, sesuai dengan Laporan Polisi Nomor LP/263/VI/2020/Bali/SPKT tanggal 16 Juni 2020.

Berikut ini isi pasal-pasal tersebut:

Pasal 28 ayat 2 UU ITE

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)

Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Pasal 27 ayat 3 UU ITE

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 45 ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)

Pasal 310 KUHP

(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

Pasal 311 KUHP

(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak Membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana
penjara paling lama empat tahun
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan.

Baca Juga: Penangguhan Penahanan Jerinx Ditolak Polda Bali, Ini Alasannya

2. Perjalanan kasus Jerinx dari pelaporan hingga pelimpahan berkas ke Kejati Bali

Perjalanan Kasus dan Isi Surat Jerinx, Minum Satu Gelas Ramai-ramaiIDN Times/Sukma Shakti

Berikut catatan kronologi kasus yang menjerat Jerinx:

  • 13 dan 15 Juni 2020: Jerinx mengunggah kritikannya soal rapid test di akun Instagram-nya
  • 16 Juni 2020: Jerinx dilaporkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali ke Polda Bali
  • 3 Agustus 2020: pemanggilan pertama oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Bali (Jerinx tidak hadir)
  • 6 Agustus 2020: pemanggilan kedua diperiksa sebagai saksi (Jerinx hadir)
  • 12 Agustus 2020: ditetapkan menjadi tersangka dan langsung ditahan
  • 14 Agustus 2020: Kuasa Hukum mengajukan permohonan penangguhan penahanan
  • 18 Agustus 2020: Polda Bali menolak permohonan penangguhan
  • 19 Agustus 2020: berkas diserahkan ke Kejati Bali
  • 26 Agustus 2020: berkas dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali
  • 27 Agustus 2020: berkas perkara resmi dilimpahkan ke Kejati Bali
  • 27 Agustus 2020: Kuasa Hukum kembali mengajukan permohonan penangguhan penahanan.

Baca Juga: Kronologi Penahanan Jerinx Sebagai Tersangka Hingga Jalani Rapid Test

3. Permohonan penangguhan penahanan Jerinx yang pertama ditolak karena khawatir mengulangi perbuatannya lagi

Perjalanan Kasus dan Isi Surat Jerinx, Minum Satu Gelas Ramai-ramaiJerinx didampingi kuasa hukumnya, Wayan Gendo Suardana memenuhi panggilan Polda Bali, Kamis (6/8/2020). (IDN Times/Ayu Afria)

Kuasa Hukum, Wayan Gendo Suardana, telah mengajukan permohonan penangguhan Jerinx pada Jumat (14/8/2020). Dalam surat permohonan penangguhan penahanan tersebut, ditulis ada dua orang sebagai penjaminnya. Yaitu ayah Jerinx Wayan Arjono dan istri Jerinx Nora Alexandra. Alasannya adalah Jerinx merupakan tulang punggung keluarga.

“Ditolak. Dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya,” kata Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Syamsi, saat dikonfirmasi IDN Times melalui pesan WhatsApp, Selasa (18/8/2020) lalu.

Pada tanggal 27 Agustus 2020, Gendo kembali mengajukan penangguhan penahanan untuk kedua kalinya. Dasar pertimbangannya adalah Jerinx bersikap kooperatif, barang bukti sudah disita, dan karena ada penyebaran COVID-19. Untuk sementara ini Jerinx tetap dititipkan di rumah tahanan (Rutan) Kepolisian Daerah (Polda) Bali.

“Tentunya itu akan dipelajari dulu oleh jaksa. Diberikan masukan ke pimpinan. Nanti pimpinan yang menentukan. Jadi belum ada penolakan. Belum ada. Belum. Belum,” kata Kasi Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejati Bali, A Luga Harluanto, Kamis (27/8/2020).

Baca Juga: Sempat Jadi Polemik, Ini Alasan Ibu Hamil Wajib Rapid Test

4. Cerita ibu hamil yang disebut Jerinx dalam pernyataannya tentang "kacung WHO"

Perjalanan Kasus dan Isi Surat Jerinx, Minum Satu Gelas Ramai-ramaiInstagram.com/jrxsid

Foto di atas adalah pernyataan Jerinx, yang jadi awal mula IDI melaporkannya ke polisi. Ketika memenuhi panggilan kedua dalam statusnya sebagai saksi pelaporan dugaan kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali, Kamis (6/8/2020) lalu, Jerinx mengaku postingan tanggal 13 Juni itu dibuat merupakan akumulatif pemikirannya setelah membaca berita dan laporan dari DM Instagram-nya.

"Itu akumulatif. Jauh sebelum saya menulis postingan tanggal 13 Juni itu, beberapa minggu sebelumnya itu sudah banyak sekali saya baca berita-berita di media-media, rakyat terutama menengah ke bawah dipersulit oleh prosedur rapid (Test). Sampai ada yang meninggal, sampai ada yang tidak ditangani dengan serius hanya gara-gara prosedur rapid (Test). Jadi itu akumulatif. Belum lagi laporan-laporan dari netizen, yang mungkin kalau dikumpulin dari awal sejak pandemik ini sudah ribuan. Itu banyak di DM saya. Jika aparat ingin ngecek, silakan dicek DM-DM di Instagram isinya laporan semua. yang membuat saya nulis itu adalah akumulasi perasaan empati saya. Kasihan saya kepada rakyat yang dipersulit hanya gara-gara prosedur rapid (Test), sementara rapid (Test) itu tidak akurat," ungkapnya kala itu.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, munculnya pernyataan Jerinx soal kacung WHO tersebut, berawal dari kasus yang dialami oleh Gusti Ayu Arianti (23), warga Pejanggik, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Bayi yang ia kandung meninggal karena pihak rumah sakit memintanya untuk menjalani rapid test terlebih dahulu, Selasa (18/8/2020) lalu.

Arianti meminta petugas jaga rumah sakit untuk segera menanganinya karena perut sakit, air ketubannya pecah, dan mengeluarkan darah. Namun petugas tersebut memintanya untuk melakukan rapid test di puskesmas terdekat. Karena rumah sakit tersebut tidak memiliki fasilitas rapid test.

Tiba di puskesmas, ia kembali diminta sabar mengantre untuk menjalani rapid test. Suaminya protes dan akhirnya petugas mendaftarkan Arianti tanpa antrean, dan hasilnya akan keluar dalam waktu 30 menit. Karena kesakitan, Arianti memohon kepada dokter supaya memeriksakan kandungannya sudah bukaan berapa. Namun dokter tidak menanganinya sampai hasil rapid test keluar. Ia lalu memilih pulang untuk mengganti pembalut dan meminta ibunya menunggu hasil rapid test itu keluar.

Hasil rapid test dari puskesmas keluar, dan keluarganya memilih membawa Arianti ke rumah sakit lain. Namun rumah sakit ini tidak mengakui surat keterangan rapid test karena tidak melampirkan alat rapid test COVID-19. Arianti lantas melakukan tes ulang. Tim medis lalu memeriksa kandungan Arianti, dan menyatakan detak jantung janinnya lemah, tetapi perlahan normal kembali. Setelah menjalani persalinan secara operasi sesar, bayi dinyatakan meninggal sejak dalam kandungan.

Dinas Kesehatan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengeluarkan kebijakan bahwa ibu hamil yang akan melahirkan wajib mengikuti pemeriksaan cepat (rapid test) COVID-19 untuk mengamankan ibu dan bayi.

"Selain untuk menjamin keamanan ibu dan bayi dari penularan COVID-19, juga mengamankan petugas yang akan menangani, serta memudahkan proses rujukan jika ibu hamil harus dirujuk," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr H Usman Hadi di Mataram, dikutip mataram.antaranews.com, tanggal 26 Juni 2020.

Menurutnya, ibu hamil juga dimudahkan ketika akan dirujuk. Sebab pihak rumah sakit tidak mau menerima rujukan ibu hamil jika belum melakukan rapid test COVID-19.

"Jadi tidak masalah kita menyiapkan alat tes cepat COVID-19 lebih banyak, asalkan ibu hamil bisa tertangani segera dengan aman," jelasnya.

5. Minum satu gelas ramai-ramai

Perjalanan Kasus dan Isi Surat Jerinx, Minum Satu Gelas Ramai-ramaiIsi surat yang ditulis tangan dan ditandangani sendiri oleh Jerinx. (Foto @anggaramahendra via Facebook.com/Ncdpapl)

Setelah penyerahan berkas ke Ruang Reskrimsus dan akan dibawa ke rutan Polda Bali, Jerinx membuat pernyataan di hadapan awak media. Ia meminta media massa mencatat fakta, bahwa hasil rapid test-nya non reaktif. Ia mengatakan, pada tanggal 13 Agustus 2020 lalu telah menjalani rapid test yang dilakukan oleh Polda Bali ketika ditahan di dalam rutan. Selain itu, hasil swabnya juga dinyatakan negatif.

“Yang mana artinya sejak sebelum saya ditahan 12 Agustus 2020, saya tidak membahayakan nyawa siapapun. Penting dicatat, sejak 4 Juni 2020 setiap hari saya kontak langsung dengan ratusan bahkan ribuan orang terkait kegiatan bagi-bagi pangan gratis di Twice Bar kepada warga yang membutuhkan,” ungkapnya.

“Kami juga berbagi satu gelas beramai-ramai. Jika boleh saya memberikan masukan, sebaiknya IDI atau Kementerian Kesehatan meneliti kondisi saya untuk menemukan penjelasan ilmiah kenapa saya tidak terjangkit COVID-19,” ucapnya, Kamis (27/8/2020). 

“Saya siap lahir batin menjadi relawan, agar bangsa yang saya cintai ini bisa lekas terbebas dari rasa takut yang berlebihan,” tambahnya.

Baca Juga: Jerinx: Apa Gunanya Sensasi Kalau Hasilnya Ditinggal Sponsor, Kawan

6. Leluhur Bali tidak buta, karma itu NYATA

Perjalanan Kasus dan Isi Surat Jerinx, Minum Satu Gelas Ramai-ramaiIsi surat yang ditulis tangan dan ditandangani sendiri oleh Jerinx. (Foto @anggaramahendra via Facebook.com/Ncdpapl)

Selain itu, Jerinx menyatakan berhak mengajukan penangguhan penahanan yang memang dilindungi oleh undang-undang.

“Saya mau mengajukannya bukan karena saya cengeng. Tapi karena saya banyak sekali melihat kejanggalan dan konflik kepentingan dalam kasus saya. Detail kejanggalannya bisa dipelajari di tayangan forumnya Hotman Paris yang membahas kasus saya. Ada di YouTube,” ungkapnya.

Jerinx kembali meminta awak media mencatatnya, bahwa dalam kasus ini dia belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan, dan meminta agar ia dibiarkan bertarung di pengadilan. Jerinx menyatakan, bahwa apapun keputusan pengadilan nantinya ia siap menerima secara ksatria.

“Sekali lagi saya bukan cengeng. Saya tidak cengeng. Yang cengeng itu adalah mereka-mereka yang melanggar protokol kesehatan namun lepas dari jerat hukum karena mereka dekat dengan kekuasaan,” katanya.

7. Rapid test tujuannya untuk mendeteksi secara dini apakah ibu hamil yang akan bersalin terpapar virus COVID-19. Sehingga bisa dilakukan tindakan yang sesuai

Perjalanan Kasus dan Isi Surat Jerinx, Minum Satu Gelas Ramai-ramaiPxhere/ CC0 Public Photos

Puskesmas Selemadeg Barat di Kabupaten Tabanan menyarankan ibu hamil menjalani rapid test ketika sudah merasakan tanda-tanda inpartu atau masa di mana seseorang akan melahirkan. Atau pada minggu ke-37 atau ke-38 usia kandungan, atau dua minggu sebelum jadwal melahirkan. Karena rapid test sendiri masa berlakunya adalah dua minggu.

Menurut Kepala Puskesmas Selemadeg Barat, dr Wayan Arya Putra Manuba, alasan ibu hamil untuk menjalani rapid test ketika ada tanda-tanda inpartu agar hasil tesnya lebih tepat. Sedangkan pemeriksaan rapid test di Puskesmas Selemadeg Barat tidak dipungut biaya alias gratis.

"Puskesmas sudah bisa melaksanakan rapid test dan hasilnya juga tidak lama. Cuma ambil darah seperti tes gula darah sederhana. Jadi sambil menunggu proses melahirkan, dilakukan rapid test untuk tindakan selanjutnya," kata Arya, Minggu (16/8/2020).

Menurut Arya, rapid test tujuannya untuk mendeteksi secara dini apakah ibu hamil yang akan bersalin terpapar virus COVID-19. Sehingga bisa dilakukan tindakan yang sesuai. Baik terkait lokasi melahirkan (Puskesmas atau rumah sakit), pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) untuk nakes, ibu hamil serta keluarganya. Termasuk juga tata pelaksanaan terhadap bayi yang dilahirkan.

"Jadi jika ibu reaktif dan kemudian positif, dari awal kita sudah melakukan tindakan pencegahan agar bayinya tidak tertular dengan memisahkan ruang perawatan ibu dan bayi, dan keputusan ibu langsung menyusui bayinya atau tidak," ujar Arya.

Selain menjalani tes COVID-19, ibu hamil juga menjalani beberapa tahap screening penyakit seperti tes HIV, spilis dan hepatitis.

Sambil menunggu hasil tes rapid maupun swab keluar, ibu hamil tetap mendapatkan penanganan sesuai protokol kesehatan. Misalnya ketika datang ke puskesmas, ternyata sang ibu bukaannya sudah lengkap dan hasil tesnya reaktif, maka proses melahirkan tetap dilakukan di puskesmas sesuai protokol kesehatan.

"Di Puskesmas sudah disiapkan delivery chamber sederhana," jelas Arya.

Dalam kondisi darurat dan ibu harus segera melahirkan selain menyiapkan delivery chamber, APD yang dipakai oleh nakes juga disesuaikan levelnya. Yaitu level III dengan masker N-95. Setelah lahir, barulah dilakukan uji swab untuk tindakan selanjutnya.

Apabila kondisi tidak darurat, biasanya jika hasil tes reaktif, maka sang ibu akan dirujuk ke rumah sakit rujukan COVID-19 untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Penulis: Ayu Afria Ulita Ermalia, Ni Ketut Wira Sanjiwani.

Baca Juga: Pakar Virologi Unud Tegaskan Tidak Perlu Rapid Test, PCR Lebih Akurat

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya