Mengulas Pasal yang Dipakai untuk Menuntut Penyerang Novel Baswedan

Kasus ini mencuat karena terdakwa tak berniat melukai Novel

Denpasar, IDN Times - Kasus yang menimpa Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, kini menjadi sorotan publik. Bahkan seorang Stand Up Komedian, Bintang Emon, juga ikut jadi sorotan semenjak mengunggah di akun Instagram-nya soal ketidaksengajaan para terdakwa yang menyiram Novel dengan asam sulfat hingga mengenai matanya. Tak hanya itu, sejumlah artis seperti Fiersa Besari dan lainnya membela Bintang Emon yang dituduh memakai narkoba semenjak postingan yang menjadi trending topic di Twitter itu viral.

Tentu kali ini bukan Bintang Emon yang akan dibahas. Melainkan kasus Novel Baswedan. Dengan mengacu pada pasal 353 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto pasal 55 ayat 1 KUHP, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ahmad Patoni, menuntut hukuman penjara satu tahun kepada dua terdakwa, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, Kamis (11/6).

Pengenaan hukuman ini atas dasar alasan yang dikemukakan oleh JPU di persidangan yaitu sejak awal kedua terdakwa tidak berniat untuk melukai Novel. Mereka mengaku hanya ingin menyiram asam sulfat (H2SO4) ke badan Novel, tetapi ternyata mengenai wajahnya. Selain itu, Ronny dan Rahmat juga telah menyesali perbuatannya dan meminta maaf.

"Dituntut hanya satu tahun karena pertama, yang bersangkutan mengakui terus terang di dalam persidangan. Kedua, yang bersangkutan meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Di persidangan, keduanya juga sudah meminta maaf kepada keluarga Novel Baswedan dan institusi kepolisian. Institusi Polri itu tercoreng," tutur Ahmad di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (11/6).

Sebenarnya unsur apa saja yang termuat dalam pasal 353 ayat 2 KUHP tersebut? Untuk itu, IDN Times menghubungi Kriminolog Universitas Udayana (Unud), Dr Gde Made Swardhana SH MH, via telepon, Selasa (16/6).

Bunyi pasal 353 ayat 1 dan 2 KUHP:

1. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Bunyi pasal 55 ayat 1 KUHP:

1. Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana:
1e. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu;

2e. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan.

Baca Juga: Novel Baswedan Minta Dua Terdakwa Penyerangnya Dibebaskan, Kenapa?

1. Poin-poin isi tuntutan JPU

Mengulas Pasal yang Dipakai untuk Menuntut Penyerang Novel Baswedan(Sidang virtual penyerang Novel Baswedan di PN Jakarta Utara) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Sebelum mengulas lebih dalam unsur-unsur pasal tersebut, IDN Times jabarkan terlebih dahulu poin-poin isi tuntutannya:

  • JPU Ahmad: Ronny dan Rahmat tidak pernah mendapat perintah untuk melukai Novel. Motif utama penyerangan itu semata-mata karena mantan Kapolres di Bengkulu tersebut dianggap telah menghancurkan citra Polri. Satu di antaranya kerap menjelek-jelekkan institusi Polri di ruang publik. 

"Sementara ini, dalam fakta persidangan (Tidak ada perintah) seperti itu (Untuk melukai Novel). Tidak ada yang muncul mengarah kepada perintah seseorang untuk melakukan penyiraman. Itu tidak ada. Sampai pada saat pemeriksaan saksi terhadap Novel pun, tidak pernah muncul kalau ada perintah kepada terdakwa untuk melakukan penyiraman," ungkap Ahmad.

  • JPU Ahmad: terdakwa mengakui perbuatan, bersikap kooperatif, telah mengabdi selama 10 tahun di institusi Polri, dan belum pernah dihukum.

"Selain itu, terdakwa belum pernah dihukum, mengakui perbuatan, bersikap kooperatif dan mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun," lanjut JPU Ahmad.

  • JPU Fedrik Adhar: Rony dan Rahmat berkomplot untuk meneror Novel karena kecewa telah mengkhianati institusi Polri. Rahmat mencari tahu kediaman Novel untuk melakukan penyerangan. Kemudian terdakwa berencana untuk menyerang Novel sejak 8 April 2017. Tetapi aksi terornya dilakukan pada tnggal 11 April 2017. 

"Ronny Bugis dan Rahmat Kadir tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Polri," ungkap Fedrik.

  • JPU Fredik Adhar: Rahmat mulai mempelajari kediaman Novel sejak April 2017 lalu. Ia mempelajari berbagai rute untuk bisa menjangkau rumah Novel yang berada di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara. Rahmat mengetahui ketika pukul 23.00 WIB, hanya tersisa satu jalan yang bisa dijangkau untuk akses masuk dan keluar. 

"Rahmat Kadir melakukan pengamatan dan mempelajari semua rute masuk dan keluar kompleks termasuk rute untuk melarikan diri setelah melakukan penyerangan ke Novel Baswedan," kata JPU Fedrik.

  • JPU Fredik Adhar: Rahmat dan Rony merupakan personel Polri yang bertugas di satuan gegana brimob Depok. Rahmat mendapatkan cairan asam sulfat di pul angkutan mobil gegana.

"Rahmat Kadir kemudian membawa cairan tersebut ke tempat tinggalnya, kemudian menuangkan ke dalam gelas atau mug motif loreng hijau, menambahkannya dengan air, menutupnya dengan tutup mug, membungkus, dan mengikatnya dengan kantong plastik berwarna hitam," ungkap JPU Fredik. 

  • JPU: terdakwa mulai beraksi sejak pukul 03.00 WIB tanggal 11 April 2017. Rony menyetir sepeda motor, dan membonceng Rahmat.

"Bahwa setibanya di tempat tujuan, Rony dan Rahmat melihat hanya ada satu portal yang terbuka dan dijaga oleh satu orang petugas keamanan yang dapat digunakan sebagai jalur keluar masuk kendaraan pada malam hari," kata JPU. 

  • Terdakwa berhenti di sekitar Masjid Al-Ikhsan, di mana Novel biasanya menunaikan ibadah salat. Mereka memerhatikan ke arah masjid dan memeriksa bila ada Novel yang sudah masuk ke sana. Begitu Novel terlihat berjalan ke arah masjid, Rahmat langsung menuangkan cairan asam sulfat ke gelas mug. 

"Bahwa sekitar pukul 05.10 WIB Rony dan Rahmat melihat saksi korban Novel Baswedan berjalan keluar dari Masjid Al-Ikhsan menuju tempat tinggalnya. Pada saat itu Rony diberitahu oleh Rahmat bahwa ia akan memberikan pelajaran kepada seseorang," kata JPU lagi. 

  • Rahmat meminta Rony mengendarai motor dan pelan-pelan mendekati Novel. Begitu dapat momen, ia langsung menyiramkan cairan asam sulfat ke arah Novel.

"Rahmat langsung menyiramkan cairan asam sulfat tersebut ke bagian kepala dan badan saksi korban Novel Baswedan. Selanjutnya, Rony atas arahan Rahmat langsung melarikan diri dengan mengendarai sepeda motornya dengan cepat," lanjutnya.

  • Novel mengalami luka berat. Dua indera penglihatan Novel tidak bisa lagi melihat secara maksimal. Mata sebelah kirinya kini tidak bisa digunakan lagi. Akibatnya, Novel kesulitan menuntaskan pekerjaannya sebagai penyidik di KPK.

"Pada saat ini dapat ditentukan bahwa setidaknya cedera tersebut menyebabkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian sementara waktu. Adanya kerusakan pada selaput bening (Kornea) mata kanan dan kiri, dalam beberapa ke depan punya potensi menyebabkan kebutaan atau hilang panca indera penglihatan," ujar JPU. 

  • Informasi cedera yang dimiliki jaksa berdasarkan hasil visum et repertum nomor 03/VER/RSMKKG/IV/2017 yang dikeluarkan oleh RS Mitra Keluarga. Dari hasil visum ditemukan adanya luka bakar derajat satu dan dua seluas dua persen di bagian dahi, pipi kanan dan kiri, batang hidung, kelopak mata kanan dan kiri. 

"Ditemukan pula luka bakar derajat tiga pada selaput bening (Kornea) mata kanan dan kiri, akibat berkontak dengan bahan yang bersifat asam," lanjutnya.

  • JPU: Nilai pH cairan di permukaan bola mata bersifat netral dan basa (Tidak asam). Kata JPU, telah dilakukan pembilasan kedua bola mata dengan air sebelum dilakukan pemeriksaan.

"Derajat luka yang pasti belum dapat ditentukan karena pengobatan terhadap korban belum selesai," katanya.

2. Inti pokok dari isi Pasal 353 KUHP adalah perencanaan, yang berarti niat awalnya sudah muncul

Mengulas Pasal yang Dipakai untuk Menuntut Penyerang Novel BaswedanIlustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Menurut Swardhana, inti pokok dari isi pasal 353 KUHP adalah mengenai perencanaan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Kalau melihat dari kata perencanaan, unsur niat sudah ada di dalamnya. Jadi ada orang yang merencanakan sesuatu dari awal, sudah mempersiapkan, berpikiran dengan tenang, mempersiapkan sarana yang digunakan, kapan dilaksanakan, dan bagaimana caranya. Unsur-unsur tersebut sudah termasuk sebagai perencanaan. Artinya, niat awal sudah muncul. Hanya saja eksekusinya tidak langsung pada saat itu juga.

"Apapun jenis perbuatan itu, kalau sudah merencanakan pasti dia menginginkan ada akibat yang ada di dalam pihak korban itu sendiri. Bahasa "perencanaan" itu jangan diplesetkan. Ini mencari pembenar namanya. Kata niat itu sudah jelas sudah ada," ujar Swardhana.

Memang alasan jaksa menjatuhkan tuntutan satu tahun itu, lanjut Suwardana karena terdakwa mengakui perbuatannya; menyesali perbuatan; memohon maaf kepada keluarga, polisi dan institusi; tidak berniat melukai dan hanya memberikan pelajaran.

"Ini yang begini tidak bisa sebenarnya kita katakan, bahwa itu memang tidak ada kehendak dan niat sama sekali. Dengan berencana saja dia sudah punya niat," lanjutnya.

3. Seseorang yang tidak berniat melukai tidak akan membawa sarana yang dapat melukai orang

Mengulas Pasal yang Dipakai untuk Menuntut Penyerang Novel BaswedanTerdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis bersiap menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Seseorang yang tidak berniat melukai tidak akan membawa benda atau sarana lain yang membuat korban menjadi terluka. Menurut Swardhana, ini akan menjadi polemik kalau alasan-alasan itu (karena terdakwa mengakui perbuatannya; menyesali perbuatan; memohon maaf kepada keluarga, polisi dan institusi; tidak berniat melukai dan hanya memberikan pelajaran) yang digunakan untuk menuntut terdakwa.

Ia lalu membuat contoh kasus ada seseorang membawa sepeda motor mau keluar dari gang, lalu menabrak anak kecil yang melintas. Kasus ini, menurutnya, termasuk kelalaian karena tidak ada niat untuk menabrak anak kecil yang melintas sehingga unsur niatnya harus bisa dibedakan dalam ranah hukum pidana.

"Memang walaupun jaksa mengemukakan dengan alasan-alasan yang tadi saya sebutkan dituntut hanya satu tahun, akan menjadi aneh kalau misalkan ada orang yang minta maaf, tuntutannya kok bisa besar-besar juga ya? Kalau mengaku perbuatannya dan meminta maaf, ini termasuk yang meringankan atau bagaimana? Kalau kami cermati, dengan alasan seperti ini boleh dikatakan dalam tanda kutip 'terlalu dibuat-buat' untuk bisa mencoba merumuskan dengan dia yang sudah menyadari sehingga tetap diberikan tuntutan hanya satu tahun," jelasnya.

4. Tuntutan pidana penjara dalam KUHP memang tidak memuat minimum hukuman. Meski demikian, tetap harus melihat logika

Mengulas Pasal yang Dipakai untuk Menuntut Penyerang Novel Baswedanpixabay.com/succo

Pasal 353 ayat 2 KUHP memuat hukuman penjara paling lama tujuh tahun bagi seseorang yang melakukan perencanaan penganiayaan sehingga mengakibatkan luka-luka berat. Swardhana memaparkan, dalam hukum pidana di Indonesia tidak ada memuat minimum hukuman, yang ada hanya batas maksimum. Jadi, kalau misalkan jaksa menuntut satu tahun dan maksimum tujuh tahun, itu tidak dilarang.

"Tapi kita harus melihat logika. Bahwa dengan situasi, kondisi kasus yang begitu mencuat dan bertahun-tahun, kok hanya dengan itu saja (Dituntut satu tahun)? Itu yang banyak menjadi pertanyaan. Kalau saya melihat, ini merupakan kewenangan dari perundang-undangan KUHP yang tidak mencantumkan batas minimum, yang bisa saja satu hari dan bisa tujuh tahun. Itu kan perdebatan dalam pemidanaan," katanya.

5. Unsur niat harus dibuktikan terlebih dahulu

Mengulas Pasal yang Dipakai untuk Menuntut Penyerang Novel BaswedanIDN Times/Margith Juita Damanik

Dalam tuntutan JPU, para terdakwa mengaku hanya ingin menyiram asam sulfat ke badan Novel tetapi mengenai wajahnya sehingga terdakwa dituntut satu tahun karena tidak ada niatan untuk melukai wajahnya. Sejak awal, niat untuk melukai tersebut sudah ada. Dalam hal ini terdakwa ingin melukai Novel dengan asam sulfat.

"Pertama-tama niat dulu yang harus dibuktikan. 'Saya tidak ada niat untuk melukai dia'. Terus kalau dia menyiram air keras, apa itu tidak melukai? Hanya kebetulan, itu kecipratan ke matanya. Ini juga harus dipikirkan," ungkap Swardhana.

Sekali lagi, Swardhana menegaskan bahwa perencanaan saja sudah ada muatan niat, meski tidak pernah ditulis dalam KUHP.

"Hanya dia (KUHP) memunculkan kesengajaan. Tanpa tulisan kesengajaan pun, juga dimasukkan ke dalam kelompok buku kedua KUHP tentang kejahatan. Di sana sudah jelas, niat pasti ada itu. Kecuali kalau pelanggaran, kelalaian yang menyebabkan orang ini meninggal. Niatnya dia tidak ada untuk melakukan kejahatan," lanjutnya.

6. Saran Swardhana terhadap kasus Novel Baswedan:

Mengulas Pasal yang Dipakai untuk Menuntut Penyerang Novel BaswedanKriminolog Universitas Udayana (Unud), Dr Gde Made Swardhana SH MH. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Meski begitu, kata Swardhana, ini baru sebatas tuntutan jaksa. Hakim tidak perlu terburu-buru memutuskan hukuman berdasarkan alasan-alasan yang dipakai oleh jaksa. Karena putusan hakim dalam kasus seperti ini juga akan berlaku di masyarakat.

"Kalau saya melihat kasus ini, walaupun mungkin setelah melalui berbagai persidangan oleh jaksa, penasihat hukum, juga hakim, dan di situ jaksa berpandangan bahwa hal-hal ini membuat kami harus menuntut satu tahun penjara dengan alasan-alasan tadi. Kalau alasan-alasan ini yang digunakan, ini berarti ada disparitas pada perkara-perkara penganiayaan yang lain. Kan begitu jadinya. Oleh karenanya itu juga harus disesuaikan dengan fakta yang berkembang di dalam persidangan, dan juga melihat bagaimana situasi masyarakat pada saat sekarang, korban-korban lain yang juga sejenis dengan perkara ini.

Diharapkan mempertimbangkan lebih berat kepada persoalan penganiayaan ini. Kalau kita melihat bahwa penganiayaan ini hanya sekadar dengan minta maaf, banyak kok yang melakukannya kemudian dibiayai keluarganya dalam berobat di rumah sakit atau masa depan. Kalau sudah dituangkan (Sudah mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap), mau bilang apa? Kita tidak boleh terlalu banyak mencampuri tuntutan.

Hakim juga agar tidak buru-buru mengabulkan tuntutan jaksa. Harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi seluruh masyarakat lain yang bisa jadi dengan alasan-alasan yang tadi."

Topik:

  • Irma Yudistirani
  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya