Stop Gunakan Sound System saat Mengarak Ogoh-ogoh!

Masak pakai house music hingga rock?

Denpasar, IDN Times - Pada tanggal 7 Maret mendatang, umat Hindu akan merayakan Hari Raya Nyepi. Sehari sebelum Nyepi, akan dilaksanakan pengerupukan.

Lantas apa makna dari kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian Nyepi ini?

1. Apa sih pengerupukan itu?

Stop Gunakan Sound System saat Mengarak Ogoh-ogoh!Dokumentasi pribadi

Ketua Sabha Upadesa Kota Denpasar, I Wayan Meganada, menjelaskan pengerupukan merupakan serangkaian Hari Suci Nyepi. Pelaksanaannya harus senantiasa berpedoman pada Tri Kerangka Umat Hindu yakni Tattwa, Susila dan Upacara.

Secara Tattwa, hari pengerupukan dimaknai sebagai wahana untuk nyomya bhuta kala. Artinya, pada hari tersebut energi negatif dari bhuta dilaksanakan nyomya melalui beragam sarana seperti pecaruan. Tujuannya, ogoh-ogoh dapat menjadi energi positif dewa.

“Seluruh rangkaianya merupakan hari suci, dan dalam pelaksanaanya senantasa berpedoman pada tattwa agama,” jelasnya, Senin (4/1) kemarin.

2. Pelaksanaan pecaruan diiringi oleh lima nada yaitu ndang, ndeng, ndong, ndung dan nding

Stop Gunakan Sound System saat Mengarak Ogoh-ogoh!instagram.com/lumajang_tourism

Ia melanjutkan, dalam pelaksanaan caru tersebut diiringi dengan panca suara. Ia menjelaskan, dalam Aji Gurnita disebutkan suara pokok terdiri atas lima nada.

Yakni ndang, ndeng, ndong, ndung, dan nding yang merupakan simbol dari Dewa Iswara, Dewa Brahma, Dewa Mahadewa, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa.

“Alangkah baiknya saat pengarakan menggunakan gambelan baleganjur dan instrumen tradisional lainya yang sesuai dengan sastra Hindu,”katanya.

3. Jangan gunakan sound system karena tak sesuai sastra Hindu

Stop Gunakan Sound System saat Mengarak Ogoh-ogoh!pexels.com/Anthony

Untuk itu, ia menegaskan alangkah baiknya tidak menggunakan sound system selama pengarakan. Menurutnya, ini tak sesuai dengan sastra Hindu.

"Jangan sampai karena modernisasi ini kita justru kehilangan identitas sebagai masyarakat Hindu Bali,” jelasnya lagi.

Selain itu setelah pecaruan, di pekarangan rumah wajib dilaksanakan upakara dengan memukul alat seadanya. Tujuannya untuk menimbulkan suasana bising dan gaduh.

“Hal yang sama juga terdapat saat kita ngider caru sehingga mampu mendukung pelaksanaan upacara yadnya, peran alat-alat tersebut tentu tidak bisa digantikan oleh sound system semata,” ujarnya.

4. Awalnya gamelan, namun semakin malam berubah jadi musim tak jelas

Stop Gunakan Sound System saat Mengarak Ogoh-ogoh!Dok. Pribadi

Pada Nyepi kali ini, ia mendukung pengerupukan diadakan tanpa sound system. Hal ini berkaca pada pengalaman sebelumnya, yakni awalnya memang memutar gamelan, namun semakin malam justru berubah dengan musik modern berbagai jenis.

“Awalnya memang iya memutar gamelan, tapi semakin malam musik berganti, mulai dari lagu rock, dangdut, hingga house music, yang tentunya sangat sulit untuk dihentikan,” paparnya.

5. Tak sesuai etika

Stop Gunakan Sound System saat Mengarak Ogoh-ogoh!Instagram.com/madewedastra

Seperti diketahui, Pemkot Denpasar telah mengeluarkan peraturan melarang penggunaan sound system. Ketua Majelis Madya Desa Pakraman Kota Denpasar, Dr AA Ketut Sudiana, mengatakan pengarakan ogoh-ogoh harus memperhatikan pakem yang ada. Ia menjelaskan, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan, yakni nilai etika, estetika serta logika.

Secara etika menurut Sudiana, umat Hindu harus menghargai hasil budayanya, yakni gamelan Bali. Secara estetika tentunya ogoh-ogoh harus memerhatikan unsur-unsur yadnya yang satu di antaranya berupa gamelan Bali.

Sedangkan berkaitan dengan logika tentu penggunaan sound system sangat tidak relevan dengan pelaksanaan yadnya.

“Secara logika tentunya kita harus menggunakan gambelan tradisional Bali dalam setiap rangkaiakn pelaksanaan yadnya,” ungkapnya.

Baca Juga: Kisah Cinta Pria Jerman pada Perempuan Bali yang Tak Punya Tangan-Kaki

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya