Fakta Data: Penderita HIV/AIDS di Denpasar Paling Tinggi

Sedih dengernya

Denpasar, IDN Times - Angka kumulatif kasus human immunodeficiency viruses (HIV) atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS di Bali dari tahun 1987 hingga 2018 mencapai 20.471 orang. Tiap tahun terus saja ada masyarakat yang terkena penyakit menular ini. 

Berikut fakta data penderita HIV/AIDS di Denpasar yang bisa kamu baca:

1. Penderita ODHA di Denpasar paling banyak

Fakta Data: Penderita HIV/AIDS di Denpasar Paling Tinggitwitter.com/DrDavidHulme

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, pada tahun 2018 ada 2.174 Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Sementara pada 2017, angkanya mencapai 2.466 orang. Padahal pada awal tahun 1987 hanya terdapat tiga kasus.

Masih dari data yang sama, kelompok heteroseksual menjadi kalangan dengan tingkat faktor risiko tinggi tertular dengan angka 15.671 kasus. Kemudian kelompok homoseksual sebanyak 2.872 kasus dan penggunaan pada jarum suntik atau Injection Drugs Use (IDU) sebanyak 856 kasus.

Kota Denpasar menempati peringkat pertama dengan jumlah kasus penderita paling banyak mencapai 4.880 orang. Selanjutnya adalah Badung dengan 2.187 orang, dan ketiga dari wilayah Buleleng dengan 1.786 orang.

2. Penderita ODHA masih tinggi karena mendapat perlakuan diskriminasi

Fakta Data: Penderita HIV/AIDS di Denpasar Paling Tinggifreepik.com/Waewkidja

Masih tingginya angka ODHA tersebut karena stigma dan diskriminasi disebut sebagai penyebab sulitnya menanggulangi penyakit HIV/AIDS. Masyarakat terlanjur memiliki pemahaman yang salah terkait jenis penyakit menular ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Profesor Tuti Parwati Merati, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Untuk itu, menggencarkan sosialisasi menjadi kunci untuk menanggulangi HIV/AIDS, dengan tujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa penyakit jenis ini sudah ada obatnya dan bagaimana cara penularannya.

Ia mengatakan, banyak ODHA tak mau berobat karena takut didiskriminasi. Sehingga ia tak berani melakukan tes dan mendapatkan pengobatan yang tepat.

"Diskriminasi, jadi penderita tak berani terbuka dan berterus terang. Inilah mengapa tweus ada karena faktor perilaku masyarakatnya yang mendiskriminasi si penderita," katanya di Denpasar, Minggu (31/3) lalu.

3. Suami atau istri yang merasa terkena HIV/AIDS sebaiknya sadar diri dan segera periksa

Fakta Data: Penderita HIV/AIDS di Denpasar Paling TinggiPexels.com/Pixabay

Ia menjelaskan, tidak semua penderita HIV/AIDS karena perilakunya sendiri. Ada juga yang sebagai korban karena ulah orang lain. Contohnya, seorang istri yang tertular oleh suaminya yang pernah jajan di tempat prostitusi atau sebaliknya.

Maka, sudah sepatutnya masyarakat yang merasa memiliki risiko tertular harusnya sadar diri dan cepat-cepat memeriksakan diri. Risiko tertular, misalnya, seorang suami yang pernah berkunjung ke tempat Pekerja Seks Komersial (PSK). Jangan sampai,ia membawa penyakit itu ke rumah dan menularkannya kepada sang istri.

"Semua yang menderita HIV/AIDS belum tentu karena perilakunya sendiri. Harusnya suami cepat sadar ia harus tes dan berobat, jangan pura-pura tak tahu. Karena saat ini sudah ada obat harus mau memeriksa kalau berisiko," ucapnya.

4. Ajarkan kesehatan reproduksi pada anak-anak muda

Fakta Data: Penderita HIV/AIDS di Denpasar Paling TinggiUnsplash/Ken Treloar

Satu hal yang tak kalah penting adalah pendidikan seksual sejak dini. Anak-anak muda harus diajarkan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi. Sehingga mereka sudah tahu risiko seks tak sehat itu seperti apa.

"Kita harapkan anak muda diajari risikonya seks tak sehat itu seperti apa. Paling tidak pengetahuan menstruasi. Juga ada penyakit lewat hubungan seksual. Ini supaya tahu pengetahuan yang benar dan informasi yang benar," pungkasnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya