Wajah Ketimpangan Ekonomi Perempuan di Indonesia

Hak-hak perempuan banyak yang diabaikan

Badung, IDN Times – Puluhan perempuan perwakilan dari berbagai wilayah di Indonesia melakukan pertemuan dan membahas isu-isu keadilan gender di berbagai wilayah di Tanah Air. Mereka juga melakukan Konsultasi Nasional untuk merumuskan agenda desakan perempuan atas situasi ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi yang dialami 320 perempuan di Indonesia. 

Dalam pertemuan yang digelar di Kuta, Kabupaten Badung tersebut, diungkap wajah ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi perempuan. Situasi ini disebut merupakan kegagalan negara dalam pembangunan, di mana negara lebih mementingkan kepentingan modal daripada kepentingan rakyatnya, termasuk perempuan.

Baca Juga: 15 Bentuk Kekerasan Seksual dan Artinya Versi Komnas Perempuan 

1. Dialami oleh perempuan petani hingga perempuan marjinal lainnya

Wajah Ketimpangan Ekonomi Perempuan di Indonesiailustrasi peran perempuan di Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Sebanyak 45 perempuan dari berbagai latar belakang tersebut berasal dari Sumatera Utara, Bengkulu, Jakarta, Purwokerto-Jawa Tengah, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, dan Papua.

Dalam kegiatan Konsultasi Nasional yang diadakan oleh Organisasi Aksi! untuk Keadilan Gender, Sosial dan Ekologi itu, dirumuskan agenda desakan perempuan atas situasi ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi yang dialami 320 perempuan. Mulai dari perempuan petani, perempuan nelayan/pesisir, perempuan adat, perempuan miskin kota, perempuan pekerja informal, transpuan, perempuan disabilitas, perempuan penyintas bencana, dan perempuan marginal lainnya.

2. Selama ini berbagai hak perempuan diabaikan

Wajah Ketimpangan Ekonomi Perempuan di Indonesiailustrasi peran perempuan di Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Pandemik COVID-19 semakin memperburuk situasi ekonomi perempuan. Terlebih bagi perempuan miskin yang akhirnya kesulitan untuk mengakses layanan administrasi negara. Situasi tersebut diperparah dengan kondisi perubahan iklim.

Hal tersebut kian menambah beban perempuan dalam bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan dirinya, keluarga, maupun komunitas. Karenanya, perempuan dituntut untuk terus berupaya mengembangkan inisiatif usaha ekonomi untuk bertahan di masa pandemik saat ini.

Sampai saat ini, baik negara dan non negara terus mengabaikan hak-hak perempuan, terutama perempuan miskin, seperti:

  • Hak atas pendidikan yang layak
  • Jaminan perlindungan kesehatan dan kesehatan reproduksi perempuan
  • Akses ekonomi dan pengakuan kerja perempuan. Terutama perempuan pekerja rumahan dan pekerja informal lainnya
  • Lingkungan yang sehat dan baik
  • Perlindungan akses perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam
  • Hak perempuan atas informasi
  • Hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Para perempuan tidak dilibatkan secara penuh dalam pengambilan keputusan dan persetujuan berkaitan dengan kebijakan dan proyek/program pembangunan yang merusak lingkungan, menggusur, merampas tanah dan sumber kehidupan, dan penghidupan perempuan
  • Hak perempuan korban kekerasan seksual
  • Hak perempuan penyintas bencana

3. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan bertambah

Wajah Ketimpangan Ekonomi Perempuan di IndonesiaKonsultasi nasional Organisasi Aksi! untuk Keadilan Gender, Sosial dan Ekologi bersama 22 organisasi dan perempuan komunitas dari 10 daerah di Indonesia. (Tangkapan layar video)

Peserta Konsultasi Nasional yang juga Founder Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC), Ni Nengah Budawati, mengungkapkan bahwa berdasarkan catatan Komnas Perempuan yang diluncurkan pada 7 Maret 2022, jumlah kekerasan terhadap perempuan naik menjadi 1.933 kasus yang setara dengan 16 kasus terjadi per harinya.

Angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga meningkat menjadi 338.496 kasus, dengan indikasi laporan meningkat hampir 50 persen. Sementara itu, kasus kekerasan seksual juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

“Harapan kami, untuk kasus kekerasan seksual yang teridentifikasi, perempuan-perempuan miskin sangat sulit mengakses layanan hukum. Sangat sulit untuk melaporkan kasusnya. Di samping itu, pembuktian sulit, mencari saksi juga sulit. Hal-hal ini lah yang harus didesakkan untuk memperoleh payung hukum yang terintegrasi dengan pemulihannya,” ungkap Budawati, Selasa (8/3/2022).

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya