PHDI Bali Buka Suara Soal Oknum Sulinggih Tersangka Pelecehan Seksual

Jangan sampai semua sulinggih ikut kena getahnya

Denpasar, IDN Times – Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menggelar rapat yang dihadiri oleh PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, pada Selasa (16/2/2021) di kantor PHDI Bali, Jalan Ratna, Denpasar. Mereka membahas permasalahan oknum sulinggih berinisial IBRASM, dengan nama welaka (Asli), I Wayan M (38), yang menjadi tersangka kasus pelecehan seksual.

Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi, yang dihubungi IDN Times melalui sambungan telepon menegaskan bahwa PHDI tidak bertanggung jawab soal status kesulinggihan I Wayan M. Yang bersangkutan tidak terdaftar secara resmi sebagai sulinggih (Figur yang dimuliakan). 

Sebagaimana diberitakan dalam liputan khusus (lipsus) IDN Times sebelumnya, I Wayan M telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka kasus pelecehan seksual oleh Kepolisian Daerah (Polda) Bali. Berkedok pembersihan, oknum sulinggih ini melakukan pelecehan seksual terhadap YD (33) saat melukat di Pura Campuhan, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, pada 4 Juli 2020 lalu. 

Baca Juga: [LIPSUS] Berkedok Pembersihan, Sulinggih di Bali Tersangka Pelecehan

1. PHDI Bali tegaskan jangan sampai semua sulinggih kena getahnya

PHDI Bali Buka Suara Soal Oknum Sulinggih Tersangka Pelecehan SeksualIDN Times/Wayan Antara

Sudiana membenarkan bahwa acara tersebut membahas khusus permasalahan oknum sulinggih asal Tegalalang, I Wayan M, yang diduga melakukan pelecehan seksual. Rapat tersebut juga sebagai tindak lanjut agar masalah yang menjerat Wayan M tersebut tidak berdampak pada menyudutkan semua sulinggih di Bali.

“Supaya tidak semua sulinggih nanti kena getahnya gitu. Lalu kita konfirmasi ke PHDI Gianyar. Apakah benar oknum dimaksud sebagai sulinggih? Ternyata setelah konfirmasi, laporan dari PHDI Gianyar sementara bahwa oknum yang bersangkutan tidak tercatat sebagai sulinggih di PHDI Gianyar,” jelasnya.

PHDI Gianyar menyatakan tegas bahwa status kesulinggihan Wayan M tidak tercatat resmi sehingga tidak memiliki Surat Keputusan (SK) Kesulinggihan. Masalah kesulinggihan yang bersangkutan hanya berurusan dengan gurunya (nabe).

“Dengan gurunya. Dengan nabenya. Tidak dengan PHDI,” tegasnya.

Ia menjelaskan, secara aturan, PHDI hanya mengesahkan sulinggih yang hasil diksa pariksa dari PHDI. Kalaupun di luar itu ada, maka menurutnya, PHDI tidak ikut bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu di luar kewenangan mereka.

“Nanti kalau memang nabenya memiliki calon sulinggih seperti oknum bersangkutan, jika ada bersangkutan dengan hukum, maka nabenya yang mencabut. Parisadha gak, gak sampai di sana,” ungkapnya.

Baca Juga: Beratnya Jadi Sulinggih di Bali, Harus Menjauhi Nafsu dan Duniawi

2. Sanksi yang paling fatal adalah dicabut kesulinggihannya

PHDI Bali Buka Suara Soal Oknum Sulinggih Tersangka Pelecehan SeksualUmat Hindu melakukan persembahyangan Hari Pagerwesi, di Pura Jagatnatha, Denpasar, Bali pada Rabu 3 Februari 2021 (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

Selain itu Sudiana juga menyebutkan bahwa PHDI Gianyar saat ini sedang melakukan pengecekan, apakah oknum sulinggih tersebut memiliki nabe atau tidak. “Kalau tidak punya nabe, itu berarti hanya tanggung jawab personalnya dia sendiri. Dan itu tidak sesuai dengan tatanan Parisadha maupun masyarakat Bali. Kalau gitu personal saja dia tanggung jawab,” ungkapnya.

Terkait sanksi untuk yang bersangkutan, Sudiana mengatakan apabila oknum sulinggih yang tercatat resmi di PHDI tersandung kasus, maka penanganan didasarkan pada bukti. Artinya, jika kasus yang disangkakan terbukti, maka PHDI mengusulkan kepada nabe agar dicabut kesulinggihannya. Selanjutnya PHDI akan menarik SK kesulinggihannya.

“Kalau ada masalah kasus lain, yang di luar kewenangan PHDI dan nabe, diserahkan kepada yang berwenang. Jadi paling fatal itu dicabut kesulinggihannya. Kalau kasusnya tidak berat, tetap dibina saja,” ungkapnya.

3. Masyarakat diminta untuk tetap waspada

PHDI Bali Buka Suara Soal Oknum Sulinggih Tersangka Pelecehan SeksualIDN Times/Diantari Putri

Menurut pandangan Sudiana, belajar dari kasus ini, maka masyarakat diminta supaya melihat dan menilai lebih dulu track record oknum sulinggih apabila ingin melakukan upacara. Hal ini untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

“Dilihat dululah kesulinggihannya. Gitu. Formal apa tidak kan gitu. Kualitas rohaninya sulinggih dan sebagainya,” ungkapnya.

Masyarakat juga diimbau apabila akan melaksanakan upacara, termasuk melukat (Pembersihan diri) dan sebagainya, agar dilakukan secara kelompok atau rombongan. “Meskipun kita melakukan hal-hal yang positif, tapi kewaspadaan itu kan tidak boleh kurang juga,” imbau Sudiana. 

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya